بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab Masail Jahiliyah
(Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 11: 2 Sya’ban 1446 / 1 Februari 2025



Masail Jahiliyah – 11

Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah:
1. Mereka Ahlu Jahiliyyah beribadah dengan menjadikan orang-orang sholih sekutu didalam berdo’a dan beribadah kepada Allah ﷻ. (Syirik).
2. Mereka berpecah belah dalam agamanya.
3. Mereka senang menyelisihi Ulil Amri (pemimpin) dan perbuatan mereka tidak taat kepada pemimpinnya dianggap sebagai keutamaan, sedangkan mendengar dan taat kepadanya dianggap kenistaan dan kerendahan.
4. Agama mereka dibangun di atas pondasi yang paling utama bagi mereka yaitu taklid.
5. Termasuk kaidah besar yang mereka yakini, mereka terpedaya dengan jumlah yang banyak.
6. Mereka berhujjah dengan nenek moyang mereka.
7. Mereka berdalil bahwa kebenaran adalah ketika yang mengikutinya kaum yang telah diberi kekuatan dalam pemahaman, perbuatan, kerajaan, harta dan kedudukan.
8. Mereka berdalil batilnya sesuatu ketika yang mengikutinya hanyalah orang-orang yang lemah.
9. Mereka mengikuti ulama fasik dan hamba yang bodoh.

– Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

10. Mereka Menjuluki Ahli Agama Islam dengan Kurang Pemahaman dan Tidak Punya Hafalan (Tidak Pandai).

Berargumen atas batilnya agama dengan sebab kurangnya pemahaman ahlinya dan tidak punya hafalan, sebagaimana perkataan mereka:

بَادِيَ الرَّأْيِۚ

Yang dangkal pemikiran. ( QS. Hud : 27 ).

📃 Penjelasan:

Pada poin ini ada sisi yang benar yaitu jangan tergesa-gesa. Tergesa-gesa adalah penyakit manusia. Oleh karena itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam hadits-nya bahwa ketergesa-gesaan berasal dari setan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

التَّأَنِّي مِنَ اللهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Tidak tergesa-gesa/ketenangan datangnya dari Allâh, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.

HR. Abu Ya’lâ di Musnadnya IV/206, al-Baihaqi di as-Sunanul Kubrâ X/104  dan yang lainnya.

Diantara firman Allah ﷻ tentang kaum Nabi Nuh, yaitu perkataan mereka: “dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami, yakni orang-orang lemah; “Yang dangkal pemikiran “. ( QS. Hud : 27 ); yakni orang-orang yang tidak memiliki pemahaman.

Mereka mencela pengikut Rasulullah dengan tidak memiliki pemahaman dan tidak jeli memandang persoalan serta tidak memliki pandangan yang jauh.

Kita lihat Kisah tentang ‘Umar pergi menuju Syām, hingga ucapannya: Sesungguhnya kita kaum yang dimuliakan Allah dengan Islam, kami tidak meminta kemuliaan dari yang lain.

Inilah yang banyak disombongkan oleh orang-orang fasik dan musuh-musuh Allah sekarang ini. Mereka melecehkan kaum muslimin dan para ulama bahwa mereka tidak paham dan tidak punya pandangan yang jauh. Mereka merendahkannya dengan kedustaan ini, padahal para ulama adalah ahli ilmu, mereka ahli pengetahuan karena mereka melihat dengan cahaya Allah, menyuruh dengan perintah Allah dan melarang dengan larangan Allah ﷻ.

Tidak diragukan bahwa para ulama yang mengamalkan ilmunya mereka adalah manusia paling utama setelah Rasulullah ﷺ. Keutamaan seorang ulama dari pada ahli ibadah seperti keutamaan bulan terhadap semua bintang-bintang. Maka, janganlah merendahkan ulama dan menuduh mereka dengan padangannya yang dangkal, mereka menjuluki pengikut Rasulullah dengan julukan ini agar manusia lari dari mereka. Hal ini keluar dari perkataan manusia hari ini.

Mereka berkata : “Mereka para ulama haid dan nifas, mereka ulama istijmaar ( bersuci dengan batu ), mereka ulama masalah-masalah fikih tidak tahu masalah kontemporer”. Fikih masa kini menurut mereka adalah urusan politik dan demonstrasi kepada pemerintah.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

11-12. Mengambil Kias ( analogi ) yang Salah Dan Membuang Kias ( analogi ) yang Benar.

Berargumen dengan kias yang salah, seperti perkataan mereka:

إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا

Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga“. ( QS. Ibrahim : 10 ).

Membuang analogi yang benar, kesamaan masalah ini dan masalah sebelumnya yaitu tidak paham kompromi masalah dan tidak paham perbedaan masalah.

📃 Penjelasan:

Kias menurut ahli ushul fikih ada dua : kias ‘illah ( sebab ), yaitu menganalogikan cabang masalah dengan pokok masalah dalam sebuah hukum karena kesamaan pada keduanya. Jika ada salah satu syarat yang tidak terpenuhi maka kias tersebut salah, tidak bisa dijadikan landasan hukum apapun, ini masalah yang berbahaya.

Qiyâs atau analogi ialah suatu praktik penyamaan hukum antara sesuatu yang disebutkan hukumnya secara gamblang dalam agama (yang selanjutnya disebut al-maqis ‘alaih atau masalah utama) dengan suatu yang tidak dijelaskan hukumnya dalam agama (yang selanjutnya disebut al-maqis atau masalah cabang).

Rukun-Rukun Qiyas:
1. Hukum utama (asal).
2. Al-Furu’ (Masalah cabang)
3. Illah (alasan penetapan hukum pada masalah utama)
4. Hukum (sebagai hasil akhir dari setiap masalah yang dikiyaskan).

Definisi masalah cabang ialah :
1. Masalah yang belum memiliki ketetapan hukum dalam dalil al-Qur’ân, as-Sunnah atau Ijmâ’.
2. Masalah cabang adalah masalah baru, terjadi setelah penetapan hukum pada masalah utama.
3. Pada masalah cabang terdapat makna pemersatu ‘illah yang ada pada masalah utama.

Contoh Qiyas: Allah ﷻ mengharamkan arak sebagaimana yang telah di-naskan dalam al-Quran. ‘Illah arak diharamkan kerana ia memabukkan dan boleh menghilangkan akal. Apabila didapati mana-mana minuman yang namanya bukan arak tetapi memabukkan, maka hendaklah dihukumkan haram. Ini karena ia diqiaskan dengan arak. Sebab illah pengharaman arak terdapat pada minuman tersebut. Oleh karena itu ia dihukumi haram sebagaimana hukum minum arak.

Kiyas bisa menghasilkan hukum yang shahih, akan tetapi jika salah maka menghasilkan kiyas yang fasid (rusak).

Ibnul Qayim dalam al-i’laam Al muwaqi’iin berkata : “Kebanyakan kesesatan (bid’ah) manusia dari agama para rasul adalah karena kias yang salah”.

Tidaklah kelompok jahmiyah mengingkari ketinggian Allah ﷻ dan istiwa karena didasarkan pada kiyas yang fasid. Dan tidak ada kerusakan yang ada pada ulama karena qiyas yang fasid.

Pertama kali yang menggunakan kias yang salah adalah Iblis ketika Allah menyuruhnya untuk sujud kepada Adam ‘alahihissalam :

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Iblis berkata : “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. al-A’raf : 12 ).

Ia mengklaim bahwa api lebih baik daripada tanah, maka dia pun lebih baik dari Adam. Ini merupakan kias yang salah, karena api tidak lebih baik dari tanah, bahkan tanah lebih baik dari pada api, karena api dapat membakar dan memusnahkan banyak hal, adapun tanah maka ia menumbuhkan banyak hal dan biji-bijian yang memiliki manfaat bagi manusia.

Ketika kita membicarakan kias maka kita katakan : tanah lebih baik daripada api, meskipun tidak bersandar kepada kias, tapi berdasar pada pilihan Allah dan mengutamakannya, karena Allah melakukan segala sesuatu dan memilihnya, tidak ada yang menyangkal-Nya, dan Dia memiliki hikmah yang besar, Maha Suci dan Maha Tinggi.

💡 Jika sudah ada Nash maka qiyas tidak berlaku. Seperti mengqiyaskan asma dan sifat Allah ﷻ. Dinamakan qiyas Al-aula yaitu fara’ nya lebih dari asalnya.

Contoh lain: Hukum menampar orang tua, meskipun tidak ada di Al-Qur’an atau hadits, tetapi sudah jelas karena menggunakan kalimat uf lebih rendah dari pada fara (menampar).

1. Asal: dilarang menyakiti orang tua meskipun mengatakan uf.
2. Al-fara: menampar orang tua.
3. Illah : menyakiti
4. Hukum : Haram

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم