بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab Masail Al-Jahiliyah
(Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 2: 21 Jumadil Awwal 1446 / 23 November 2024



Masail Al-Jahiliyah – 2

Dalam kitab yang singkat ini, Syaikh tidak menulis Mukadimah untuk mempersingkat kitab yang memang simpel dan tipis. Sama halnya Shahih Bukhari juga tidak menulis Mukadimah dalam kitabnya.

Mukadimah ilmiah yang pertama ditulis oleh Imam Muslim Rahimahullah. Karena diantara cara membaca kitab adalah melihat Judul dan pengarangnya, membaca Mukadimah dan daftar isi yang ada. Mukadimah merupakan gambaran umum dari kitab secara keseluruhan dan metodologi penulisan serta istilah-istilah yang dipakai.

Setelah melihat hal tersebut, selanjutnya bisa membuka topik yang menarik di dalam kitab tersebut.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhaab Rahimahullahu Ta’ala berkata:

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ini adalah perkara-perkara yang Rasulullah ﷺ menyelisihi apa yang biasa dilakukan oleh Ahli Jahiliyah dari kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) serta Orang-orang Ummiyyin (yang tidak memiliki kitab) yang seharusnya wajib bagi kaum Muslimin mengetahuinya.

Sesuatu akan dirusak oleh yang bertentangan dengannya. Dengan mengetahui lawan sesuatu, maka akan lebih jelas.

——–
Syarah:

Kata umurun (Perkara-perkara) jamak dari amrin, dalam manuskrip lain disebut masail (masalah-masalah yang memerlukan jawaban ilmiah).

Kholafa – menyelisihi artinya tidak sejalan, seperti minyak dengan air atau iman dengan kafir.

Yang diselisihi dalam kitab ini tidak dibatasi, sifatnya umum. Yaitu apa-apa yang tidak dilakukan Rasulullah ﷺ tetapi dilakukan kaum Jahiliyah. Atau apa-apa yang diperintahkan Rasulullah ﷺ tetapi tidak dilakukan kaum Jahiliyah baik dari kaum musyrikin atau ahlul kitab.

Jahiliyah ada yang bersifat umum-Tidak terikat (mutlak) atau khusus – terikat pada kondisi atau tempat tertentu (muqayyad).

Ummiyyin jamak dari umiy yang maknanya tidak bisa baca dan tulis. Maka pada zaman Nabi ﷺ, sebagian tawanan perang dituntut mengajarkan baca dan tulis.

Kaum Majusi tidak dimsukan ke dalam Ahli Kitab, tetapi masuk ke dalam kaum musyrikin.

Sesuatu akan dirusak oleh yang bertentangan dengannya. Dengan mengetahui lawan sesuatu, maka akan lebih jelas.

Imam adalah lawan dari perkara-perkara Jahiliyah, maka dengan mengetahui perkara-perkara Jahiliyah, maka akan lebih jelas untuk menjauhinya.

Lihatlah seorang sahabat yang mulia yaitu Hudzaifah Ibnul Yaman, begitu semangat mengenali kejelekan, di samping ia juga paham amalan baik. Hudzaifah berkata, “Manusia dahulu biasa bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kebaikan. Aku sendiri sering bertanya mengenai kejelekan supaya aku tidak terjerumus di dalamnya.” ( HR. Bukhari no. 3411 dan Muslim no. 1847)

Seorang penyair berkata:

عَرَفْتُ الشَّرِّ لاَ لِلشَّرِّ وَلَكِنْ لِتَوْقِيْهِ
وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشَّرِّ يَقَعُ فِيْهِ

“Aku mengenal keburukan bukan untuk keburukan akan tetapi untuk menjauhinya”
“Dan barangsiapa yang tidak mengenal kebaikan dari keburukan dia akan terjerumus kedalam keburukan itu”.

Maka wajib bagi kaum muslimin untuk mengetahuinya.

———
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhaab Rahimahullahu Ta’ala berkata:

Perkara yang paling penting dan sangat berbahaya adalah tidak adanya keimanan dalam hati terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ. Jika ditambah hal itu dengan menganggap baik apa yang dilakukan orang-orang Jahiliyah, sehingga pada akhirnya lengkaplah kerugiannya, sebagaimana firman Allah ﷻ :

وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوْا بِالۡبَاطِلِ وَكَفَرُوۡا بِاللّٰهِ ۙ اُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ‏

Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi”. (Al Ankabuut (29) : 52).

——–
Syarah:

Ahammu bermakna yang paling penting. Perkara iman adalah perkara hati yang paling berbahaya jika tidak ada di dalamnya. Jika tidak ada isi iman maka akan diisi lawannya yaitu kafir. Tidak ada paksaan dalam urusan hati dan ini pilihan.

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 49]

adh-‘aful imaan: selemah-lemahnya iman, yaitu menandakan bahwa mengingkari dalam hati itulah selemah-lemahnya iman dalam mengingkari kemungkaran.

Maka yang paling bahaya adalah tidak adanya iman di dalam hati. Apalagi ditambah dengan amalan-amalan Jahiliyah.

Adapun orang-orang yang beriman kepada kesyirikan dan setan dari golongan jin dan manusia, dan mendustakan Allah; maka yang jauh dari kebenaran itu adalah orang-orang yang merugi, sebab mereka lebih memilih kekafiran daripada keimanan.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم