بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Doha, 1 Rabi’ul Akhir 1445 / 16 Oktober 2023



Catatan Hadits tentang Sholat ‘Arbain

Disebutkan hadits sebagai berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَلَّى فِى مَسْجِدِى أَرْبَعِينَ صَلاَةً لاَ يَفُوتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ »

Dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat sebanyak 40 kali shalat di masjidku (baca: Masjid Nabawi) dalam keadaan tidak tertinggal satupun shalat, maka akan dicatat baginya keterbebasan dari api neraka dan keselamatan dari kemunafikan.” [HR. Imam Ahmad, 31155 – Al-Mundrziri mengatakan bahwa para perawinya adalah shahih. Hadits juga diriwayatkan oleh Ath Thabarani dan At Tirmidzi dengan lafazh lain]

Syaikh Al Albani rahimahullah menilai bahwa hadits tersebut adalah hadits munkar. Syaikh juga mengatakan, “Sanad hadits ini dho’if (lemah). Ada seorang perowi bernama Nubaith yang tidak dikenali statusnya.”[As Silsilah Adh Dho’ifah no. 364].

Fatwa Syaikh bin Baz Rahimahullah:

Syekh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun yang banyak beredar di tengah masyarakat bahwa orang yang berziarah (ke Madinah) dan menetap di sana selama 8 hari agar dapat melakukan shalat arbain (40 waktu), hal ini meskipun ada sejumlah hadits yang diriwayatkan, bahwa siapa yang shalat empat puluh waktu, akan akan catat baginya kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifaq, hanya saja haditsnya dhaif menurut para ulama peneliti. Tidak dapat dijadikan hujjah dan landasan. Berziarah ke Masjid Nabawi tidak ada batasannya, apakah berziarah sejam atau dua jam, sehari atau dua hari atau lebih dari itu, tidaklah mengapa.” (Fatawa Ibnu Baz, 17/406)

Hadits dhaif tersebut dapat digantikan dengan hadits hasan riwayat Tirmizi, no. 241 tentang keutamaan mendapatkan takbiratul ihramnya imam dalam shalat berjamaah.

Dari Anas bin Malik dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ النِّفَاقِ

“Siapa yang shalat empat puluh hari bersama jamah dan mendapatkan takbiratul pertama (takbiratul ihram imam) akan dicatat baginya dua kebebasan; kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifaq” (Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, no. 200)

BAB 14 – HEWAN QURBAN DAN AQIQAH

1. Hewan Qurban

A. Definisinya

Hewan qurban adalah hewan yang disembelih pada waklu dhuha di hari id dalam rangka bertaqarrub kepada Allah Taala.

Definisi lain yang lebih tepat: Hewan yang disembelih dari hewan-hewan ternak pada hari Ied Adha hingga akhir hari tasyrik dalam rangka bertaqarrub kepada Allah Taala.

B. Hukumnya

Berqurban hukumnya adalah sunnah yang wajib bagi setiap keluarga Muslim yang sanggup melaksanakannya. Ini berdasarkan firman Allâh ﷻ, “Maka shalatlah karena Rabbmu, dan berqurban!ah.” (Al-Kautsar: 2)

Para ulama berbeda pendapat, ada yang mewajibkan dan Sunnah muakadah. Sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dan yang paling dituntut yaitu kepala rumah tangga. Tetapi, jika seorang isteri memiliki harta sendiri, maka boleh ikut berkurban. Dan jika seseorang bernadzar maka wajib dilakukan.

Hukum berkurban hanya untuk orang yang masih hidup, kecuali dalam beberapa hal:
1. Diikutsertakan dalam niat bagi orang yang masih hidup.
2. Wasiat jika diucapkan sebelum meninggal, maka wajib dilakukan.

Begitu pula sabda Rasulullah ﷺ “Barangsiapa berqurban sebelum shalat id maka hendaklah dia mengulang.” (HR. Al-Bukhari, 7/129, Muslim, Al-Adhahi, 10, dan An-Nasai, 7/223)

Begitu pula perkataan Abu Ayub Al-Anshari, “Dahulu ada seseorang di zaman Rasulullah ﷺ yang berqurban untuk dirinya dan keluarganya. ”
( HR. At Tirmidzi, dia menilainya shahih).

C. Keutamaannya

Sunnah menjamin akan keutamaan yang besar dari berqurban. Ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ : “Tidak ada amal kebajikan dari anak Adam yang lebih dicintai Allah pada hari qurban lebih dari mengalirkan darah (qurban). Hewan qurban akan datang pada Hari Kiamat dengan tanduknya, kukunya, dan bulu-bulunya. Sesungguhnya darah itu telah mencapai keridhaan Allah sebelum mencapai tanah, maka kerjakanlah dengan kerelaan hati.” (HR. Ibnu Majah, 3126, dan At-Tirmidzi, dia menilai hasan namun juga gharib).

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, rahimahullah, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun“.

Begitu pula sabdanya ketika para sahabat bertanya tentang qurban. Beliau menjawab, “Sunnah ayah kalian Ibrahim.”Mereka bertanya, “Apa balasannya bagi kami?” Beliau menjawab, “Bagi setiap bulu adalah satu kebaikan.” Mereka bertanya, “Bagaimana dengan bulu domba?” Beliau menjawab, Bagi setiap rambut dari domba adalah satu kebaikan.” (HR. Imam Ahmad, 4/368, dan Ibnu Majah, 3127.). Hadits ini statusnya dhaif.

D. Hikmah Berqurban

1. Mendekatkan diri kepada Allah. Allâh ﷻ berfirman, “Maka shalatlah karena Rabbmu, dan berqurbanlah.” (Al-Kautsar: 2)

Allâh ﷻ juga berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya,” (Al-An’am: 162-163)

Kata an-nusuk bermakna berqurban dalam rangka bertaqarrub kepada Allâh ﷻ.

2. Menghidupkan sunnahnya Imam para juru tauhid, Ibrahim Alaihissalam.

Sebab, Allah telah mewahyukan kepadanya untuk menyembelih anaknya, Ismail, kemudian Allah menggantinya dengan kambing gibas untuk kemudian disembelih sebagai pengganti Ismail. Allah Taala berfirman,

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (Ash Shaffaat: 107)

3. Memberi kelapangan bagi keluarga-keluarga dan menyebarkan kasih sayang di kalangan orang-orang miskin dan fakir pada hari id.

4. Bersyukur kepada Allah atas hewan hewan ternak yang telah Dia tundukan bagi kita.

Allâh ﷻ berfirman, “Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukan (onta-onta itu) untukmu, agar kamu bersyukur. Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada Nya adalah ketakwaanmu.” (Al Hajj: 36-37)

E. Hukum-hukum Terkait

1. Usia hewan qurban: Tidak cukup berqurban kurang dari domba jadza’ah, yaitu yang umurnya setahun atau mendekati setahun. Adapun kambing, onta, atau sapi maka tidak cukup apabila kurang dari kategori Ats-Tsanni yaitu, kambing yang berumur satu tahun dan memasuki tahun kedua, unta yang berumur empat tahun dan memasuki tahun kelima, serta sapi yang berumur dua tahun dan memasuki tahun ketiga. Ini berdasarkan sabdanya,

“Jangan sembelih kecuali Musinnah, apabila sulit bagi kalian maka sembelihlah domba jadza’ah, Musinnah dari tiap hewan ternak adalah Ats-Tsanniyah.” (HR. Muslim, Kitah Al Adhahi, 2).

Penjelasan:
Ats-Tsanniyah untuk unta: 5 tahun
Ats-Tsanniyah untuk Sapi : 2 tahun
Ats-Tsanniyah untuk Kambing (kampung) : 1 tahun
Ats-Tsanniyah untuk Domba (biri-biri) : 6 bulan

2. Kesempurnaan hewan qurban: Tidak cukup berqurban menggunakan hewan kecuali hewan yang sehat dari segala macam cacat. Tidak boleh buta, tidak boleh pincang, tidak boleh pecah tanduk dari pangkalnya, atau putus telinganya, tidak boleh sakit, dan tidak pula a’jaf (kurus kering sampai tidak memiliki sumsum). Ini berdasarkan sabdanya,

“Empat kategori yang tidak boleh digunakan untuk berqurban: yang buta dan tampak kebutaannya, yang sakit dan nampak sakitnya, yang pincang dan nampak pincangnya, dan kasirah la tunqi (yang kurus kering dan tidak memiliki sumsum di tulangnya)”. (HR. Abu Dawud, 2802, dan Imam Ahmad, 4/300).

3. Qurban paling baik: Paling afdhal dari hewan qurban adalah kambing gibas bertanduk, jantan, berwarna putih dan ada pola hitam menghiasi sekitar mata dan keempat kakinya. Sebab, kambing yang seperti ini yang disukai Rasulullah ﷺ dan beliau berqurban menggunakannya. Aisyah Radhiyallahu’anha menuturkan, “Sesungguhnya Nabi ﷺ menyembelih kambing gibas yang memiliki tanduk, menginjak dengan tapak yang hitam, berjalan dengan kaki yang hitam, dan melihat dengan mata yang hitam.” (HR. At Tirmidzi, dinilai shahih).

Mana yang paling utama antara jumlah dagingnya atau harganya? Ulama berbeda pendapat diantara keduanya.

4. Waktu menyembelih: Adapun waklu menyembelih qurban adalah pagi hari id setelah shalat id, dan tidak sah dilakukan sebelumnya. Ini berdasarkan sabdanya, “Barangsiapa menyembelih sebelum shalat maka dia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa menyembelih setelah shalat maka dia telah menyempurnakan qurbannya dan mendapatkan sunnah kaum Muslimin”. (HR. Al Bukhari, 7/128, 131).

Jika tinggal di negeri yang tidak ada sholat ied, maka jika mau berkurban maka waktunya ditentukan setelah sholat ied.

Adapun setelah hari id maka boleh pada hari kedua atau ketiga setelah hari id berdasarkan hadits, “Semua hari tasyriq adalah hari penyembelihan” (HR. Imam Ahmad, 4/82, ada komentar terkait sanadnya. Ada atsar dari Ali, Ibnu Abbas, dan yang lain Radhiyallahu Anhum yang memperkuat hadits ini. Imam Malik dan Abu Hanifah menyebutkan hadits yang diriwayatkan dari Umar dan anaknya Radhiyallahu anhuma, “Jangan tunda qurban melebihi hari ketiga dari Id.”).

5. Anjuran ketika menyembelih: Dianjurkan untuk menghadapkan hewan qurbn ke arah kiblat ketika menyembelihnya dan membaca,

إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ. إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ. لَا شَرِيكَ لَهُۥ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُسْلِمِينَ

“Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Rabb yang menciptakan langit, dengan lurus dan aku bukanlah termasuk golongan orang orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi Nya, untuk hal itulah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang pertama-tama sebagai Muslim.”

Ketika sedang menyembelih mengucapkan,

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ. اَللَّهُمَّ هَذَ مِنْكَ وَلَكَ

“Dengan menyebut nama Allah, Allâh Mahabesar. Ya Allah, hewan ini dariMu dan aku tujukan kepadaMu”. (Menyebutkan aama Allah adalah wajib berdasarkan Al Qur’an, Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah” ( Al-An’am : 121).

6. Boleh mewakilkan qurban: Dianjurkan bagi seorang Muslim untuk memotong hewannya sendiri, namun apabila mewakilkannya (menitipkannya) kepada orang lain maka boleh dan tidaklah masalah, ulama tidak berselisih dalam hal ini.

7. Anjuran cara pembagian qurban: Dianjurkan untuk membagi hewan qurban menjadi tiga bagian. Sepertiga untuk dimakan anggota keluarganya, sepertiga untuk dishadaqahkan, dan sepertiga untuk dihadiahkan kepada teman temannya. Ini berdasarkan sabdanya,

“Makan, simpan, dan sedekahkanlah.” (HR. Abu Dawud, Kitab Adh Dhahaya, 10, dan An Nasa’i. Kitab Adh Dhahaya, 37).

Boleh pula menyedekahkan seluruhnya, dan boleh pula untuk tidak menghadiahkannya.

Boleh menyembelih hewan Qurban di tempat lain dan diberikan kepada wakil yang terpercaya.

8. Memberikan upah tukang jagal selain dari hasil hewan qurban: Tidak boleh memberikan upah tukang jagal dari hasil hewan yang disembelih. Ini berdasarkan penuturan Ali Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ memerintahkan aku mengantikannya agar aku bershadaqah dengan daging qurban, kulit, dan sebagian besar dari hewan tersebut. Namun tidak memberi upah tukang jagal dari hewan itu. Beliau kemudian bersabda, “Kami akan mengupahkannya dari harta kami.” (HR. Muslim, 954, Abu Dawud, 1769, Imam Ahmad, 1/123, dan Ibnu Majah, 3099.

9. Apakah cukup seekor kambing untuk satu keluarga? Boleh berqurban satu kambing untuk seluruh anggota keluarga, walaupun jumlahnya sangat banyak. Ini berdasarkan penuturan Abu Ayub Radhiyallahu’anhu “Dahulu ada seseorang di zaman Rasulullah ﷺ berqurban untuk dirinya dan keluarganya” (Telah ditakhrij sebelumnya).

10. Apa yang harus dijauhi oleh orang yang ingin berqurban? Sangat dibenci dan makruh orang yang ingin berkurban memotong rambut atau kukunya. Ini berlaku dari munculnya hilal bulan Dzulhijjah, berdasarkan sabdanya,

“Apabila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan ada di antara kalian ingin berqurban maka hendaklah dia menahan rambut dan kukuya sampai setelah berqurban” (HR. Muslim, Kitab Al-Adhahi, 41).

Ini hanya berlaku untuk yang berqurban. Dan anggota keluarga yang lain tidak masalah.

11. Qurban Rasulullah ﷺ untuk seluruh umat: Orang Muslim yang tidak mampu untuk berqurban maka akan mendapatkan pahala dari orang orang yang berqurban. Hal itu karena Nabi ﷺ ketika menyembelih salah satu dari dua hewan qurbannya bersabda, “Ya Allah, ini dariku dan dari umatku yang belum berqurban” ( HR. Al Hakim, 4/228).


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم