بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱

Pertemuan: 7 Rabi’ul Awal 1445 / 22 September 2023



Bab 12 – 3 – Mengobati Penyakit Hati dari Setan

Pada pembahasan yang lalu telah dijelaskan perintah meminta perlindungan kepada Allâh ﷻ dari godaan setan dengan berta’awudz.

Bacaan ta’awudz yang bisa dibaca,

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

A’udzu billahis samii’il ‘aliim, minasy syaithoonir rojiim min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih

(artinya: aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui dari gangguan syaitan yang terkutuk, dari kegilaannya, kesombongannya, dan nyanyiannya yang tercela).”

(HR. Abu Daud no. 775 dan Tirmidzi no. 242).

Allâh ﷻ berfirman :

وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَّحْضُرُوْنِ

dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku.” (QS Al-Mukminun ayat 98).

Allah menyebutkan ayat tersebut (tentang perintah isti’adzah) setelah firman-Nya,

 اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ السَّيِّئَةَۗ نَحْنُ اَعْلَمُ بِمَا يَصِفُوْنَ

Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan (cara) yang lebih baik, Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (kepada Allah). (Al-Mukminun: 96).

Firman Allâh ﷻ , “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raaf: 199).

Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar menolak kejahatan orang-orang yang bodoh dengan berpaling dari mereka, kemudian memerintahkan mereka dalam menolak kejahatan syetan dengan isti’adzah daripadanya. Dan itu dapat kita baca pada kelanjutan ayat di atas.

وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-A’raaf: 200).

Godaan setan juga dapat berbentuk Syubuhat yang dihembuskan golongan manusia. Al-Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah pernah berkata, “Sesungguhnya kalbu Bani Adam itu lemah, sedangkan syubhat selalu menyambar-nyambar.”

Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau juga mengatakan:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama” (Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Al Ilal, 1/355).

Cara terbaik adalah dengan menghindarinya. Pilihlah dalam belajar dan menuntut ilmu.

Seseorang itu lebih mengetahui keadaan dirinya, karena itu tancapkan ketakwaan di dalam hatinya.

Senada dengan ayat di atas pula yaitu firman Allah dalam surat Fushshilat ayat 34-36:,

 وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

34. Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.

Ayat ini berkaitan dengan setan golongan manusia.

وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

36. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Perbedaan dua ayat di atas :

◊ Pada surat Al-A’raf ayat 200 pakai naqirah: اِنَّهٗ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

1. Karena pada ayat-ayat sebelumnya tidak ada penekanan akan keharusan bagi Allâh ﷻ untuk menjelaskan lebih dalam, karena konteksnya tidak ada pengingkaran. Kalimatnya penetapan (kalimat positif) tidak ada pengingkaran: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.

2. Pemberitahuan kepada kaum musyrikin yang membandingkan dengan zat yang maha mendengar, sementara berhala tidak mampu mendengar. Maka ini perbandingan yang tidak seimbang, maka sudah jelas dan tidak memerlukan penekanan.

◊ Pada fushilat ayat 36 pakai lam tarif: اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

1. Ada kata inna – ta’kid untuk penekanan, demikian juga lam ta’rif di al-sami’ dan al-‘alim. Karena konteks ayatnya pengingkaran (kalimat negatif).

Konteks pengingkaran ini disebutkan dalam hadits diriwayatkan dari al-Bukhari dan Muslim beserta imam-imam yang lain dari Ibnu Mas’ud ia berkata, “Ketika aku bersembunyi di belakang tirai Ka’bah, maka datanglah tiga orang: seorang Quraisy dan dua orang Bani saqif, atau seorang Bani saqif dan dua orang Quraisy, sedikit sekali ilmunya dan amat buncit perut mereka, mereka mengucapkan perkataan yang tidak pernah aku dengar. Maka salah seorang mereka berkata, ‘Apakah kamu berpendapat bahwa Allah mendengar perkataan kita ini? Maka yang lain menjawab, ‘Sesungguhnya apabila kita mengeraskan suara kita, niscaya Dia mendengarnya dan apabila kita tidak mengeraskannya niscaya Dia tidak mendengarnya. Maka yang lain berkata, ‘Jika Dia mendengar sesuatu daripadanya, pasti Dia mendengar seluruhnya.” Maka Ibnu Mas’ud menyampaikan yang demikian pada Nabi ﷺ , maka Allah menurunkan ayat ini sampai kepada firman-Nya: mi nal khasirin…

2. Fushshilat ayat 34 ada tambahan kalimat yang berat untuk melakukannya : Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik… Maka diberikan penekanan yang berlipat agar tambah yakin akan kebenaran firman-Nya.

3. Pada Fushshilat ayat 36, Allâh ﷻ mensifati dirinya dengan tambahan al karena konteks nya dengan ayat-ayat selanjutnya yaitu tentang sifat Allâh ﷻ dari sifat rububiyahNya, tentang pencipta langit dan bumi, adanya malam dan siang… Maka ada penekanan dalam ayat ini.

Lemahnya Kekuasaan Syetan

Hukum asalnya setan itu lemah, maka jika ada orang yang tergoda setan, maka bukan setannya yang kuat, akan tetapi manusia nya yang lemah.

Al-Qur’an memberikan petunjuk untuk menolak kedua musuh ini dengan cara yang paling mudah, yakni dengan memohon perlindungan kepada Allah (isti’adzah) dan dengan berpaling dari orang-orang yang bodoh, serta dengan menolak kejahatan mereka dengan kebaikan.

Lalu Allah mengabarkan tentang betapa besar keberuntungan orang yang melakukan hal tersebut. Dengan melakukan hal tersebut ia berarti mencegah keburukan musuhnya serta menjadikan musuh itu berbalik menjadi teman, lalu kecintaan manusia kepada dirinya, pujian mereka terhadapnya, penundukan terhadap hawa nafsunya, keselamatan hatinya dari dengki dan iri, ketenangan masyarakat -termasuk mantan musuhnya- dengan keberadaannya. Dan hal itu belum termasuk kemuliaan dari Allah dan pahala serta ridha-Nya. Ini tentu merupakan keberuntungan yang sangat besar, yang telah ia peroleh sejak di dunia hingga kelak di akhirat. Dan ketika hal tersebut tidak diperoleh kecuali dengan kesabaran maka Allah befirman,

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar.” (Fushshilat: 35).

Dengan kesabaran dan keyakinan seseorang akan memperoleh derajat imamah. Karena dalam ketenangan ada keselamatan, dan ketergesaan adalah sifat setan.

Sebab orang yang terburu-buru dan kurang berfikir, serta orang yang suka menunda-nunda tak akan mampu bersabar menghadapi musuh.

Lalu, ketika marah merupakan kendaraan syetan, sehingga nafsu amarah bekeijasama dengan syetan menghadapi nafsu muthma’innah yang menolak keburukan dengan kebaikan maka Allah memerintahkan agar ia menolong nafsu muthma’innah dengan isti’adzah daripadanya. Lalu, isti’adzah tersebut menjadi penolong bagi nafsu muthma’innah, sehingga ia menjadi kuat menghadapi tentara nafsu amarah. Selanjutnya datang lagi pertolongan kesabaran yang dengannya kemenangan akan diperoleh. Kemudian datang pula pertolongan iman dan tawakal, sehingga melenyapkan kekuasaan syetan.

Allâh ﷻ berfirman :

Sesungguhnya syetan itu tidak memiliki sultan (kekuasaan) atas orangorang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.” (An-Nahl: 99).

Mujahid, Ikrimah dan para ahli tafsir mengatakan, “Maksudnya adalah syetan itu tidak memiliki hujjah (dalil).”

Tetapi lebih tepat dikatakan, “Syetan tidak memiliki jalan untuk menguasai mereka, baik dari segi hujjah maupun dari segi kekuasaan.

Qudrah (kemampuan) termasuk dalam pengertian sultan (kekuasaan). Adapun dikatakannya hujjah sebagai sultan karena orang yang menguasai hujjah seperti orang yang mampu melakukan sesuatu dengan tangannya.

Allah mengabarkan bahwa musuh-Nya tidak akan memiliki kekuasaan atas hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan bertawakal kepada-Nya. Allah befirman dalam surat Al-Hijr,

“Iblis berkata, Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka. Allah befirman, ‘Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Akulah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat’.” (Al-Hijr: 39-42).

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.