بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Pertemuan: 30 Shafar 1445 / 15 September 2023



Berlindung kepada Allah dari Setan

Allâh ﷻ befirman,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98) إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (99) إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ (100)

“Bila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk. Sesungguhnya syetan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syetan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang menyekutukannya dengan Allah.” (An-Nahl: 98-100).

Makna ( اِسْتَعِذْ بِاللهِ ) yaitu berlindunglah dengan-Nya, berpegang teguhlah kepada-Nya, dan bersandarlah kepada-Nya. Sedangkan bentuk mashdarnya adalah اَلْعَـوْذُ (berlindung), اَلْعِيَاذُ (berlindung), dan اَلْمَـعَاذُ (tempat berlindung). Kebanyakan, pemakaiannya dalam المُسْتَعَاذُ بِـهِ (yang dimintai perlindungan).

Memohon perlindungan kepada Allah maknanya meminta penjagaan-Nya serta bersandar dan mempercayakan kepada-Nya. Allah memerintahkan agar kita memohon perlindungan kepada-Nya dari syetan saat membaca Al-Qur’an karena beberapa hal:

Pertama: Al-Qur’an adalah obat bagi apa yang ada di dalam dada. Ia menghilangkan apa yang dilemparkan syetan ke dalamnya, berupa bisikan, syahwat dan keinginan-keinginan yang rusak.

Maka Al-Qur’an adalah penawar bagi apa yang diperintahkan syetan di dalamnya. Karena itu ia diperintahkan mengusir hal tersebut dan agar mengosongkan had daripadanya, lalu obat itu mengisi tempat yang masih kosong sehingga teguh dan meresap.

Sehingga obat tersebut datang pada hati yang kosong dari hal-hal yang berlawanan dengannya maka ia pun menjadi menang.

Kedua: Para malaikat dekat dengan para pembaca Al-Qur’an dan mendengarkan bacaan mereka. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Usaid bin Hudhair saat ia membaca Al-Qur’an, tiba-tiba ia melihat sesuatu seperti kemah yang di dalamnya terdapat lampu-lampu.

(Mendengar hal tersebut) Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Mereka adalah malaikat.” (Diriwayatkan Muslim dari Abu Sa’id, dan Al-Bukhari memberikan ta’liq padanya).

Ketiga: Syetan memperdaya pembaca Al-Qur’an dengan berbagai tipu dayanya sehingga membuatnya lupa dari maksud Al-Qur’an, yakni merenungkan, memahami dan mengetahui apa yang dikehendaki oleh yang befirman, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Syetan berusaha keras menghalangi antara hati pembacanya dengan maksud Al-Qur’an, sehingga tidak sempurnalah pemanfaatan pembacanya terhadap Al-Qur’an, karena itu ketika hendak membaca, disyariatkan agar ia memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala.

Keempat: Pembaca Al-Qur’an berdialog dengan Allah dengan firmanNya. Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah Allah mengizinkan sesuatu sebagaimana Allah mengizinkan kepada Nabi-Nya untuk berlagu dengan Al-Qur’an.” Sedangkan syetan bacaannya adalah syair dan lagu. Karena itu pembaca diperintahkan agar mengusir syetan dengan memohon perlindungan saat bercengkerama dengan Allah dan ketika Allah mendengarkan bacaannya.

Kelima: Allah mengabarkan bahwasanya tidaklah Dia mengutus seorang rasul atau nabi pun kecuali jika ia mempunyai suatu keinginan, syetan memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan-keinginan itu.(Lihat surat Al-Haj ayat 52-53). Para salaf sependapat bahwa maknanya yaitu, jika ia membaca Al-Qur’an maka syetan menggoda sepanjang bacaannya.

Karena itu syetan membuat salah pembaca Al-Qur’an, merancukannya dan menggodanya sehingga lisannya keliru membaca atau mengusik akal dan hatinya. Maka jika ia membaca terjadilah bahwa dirinya meninggalkan ayat ini atau itu, atau mungkin mencampuradukkannya. Karena itulah, sesuatu yang terpenting adalah memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari syetan.

Keenam: Syetan sangat bersungguh-sungguh sekali dalam menggoda manusia saat ia berkeinginan melakukan kebaikan, atau ketika berada di dalamnya, syetan berusaha keras agar hamba tersebut tidak melanjutkan perbuatan baiknya.

Dalam Shahihain disebutkan dari Nabi ShallallahuAlaihi wa Sallam, “Bahwasanya syetan meloncat di atasku tadi malam. Ia ingin agar aku berhenti dari shalatku….”

Karena itu semakin baik dan bermanfaat suatu perbuatan dan semakin dicintai Allah maka syetan semakin besar penentangannya padanya.

Dalam Musnad Imam Ahmad dari hadits Sabrah bin Abil Fakih, bahwasanya ia mendengar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya syetan menghadang anak Adam dengan berbagai jalan. Ia menghadangnya dengan jalan Islam, sehingga ia berkata, Apakah engkau masuk Islam dan meninggalkan agamamu serta agama bapak dan nenek moyangmu?’ Lalu anak Adam itu menolaknya sehingga ia masuk Islam. Selanjutnya syetan menghadangnya dengan jalan hijrah seraya berkata, Apakah engkau akan hijrah dan meninggalkan tanah air dan langitmu? Sesungguhnya perumpamaan orang yang hijrah adalah seperti kuda sepanjang masa.’ Kemudian anak Adam itu menolaknya dan berhijrah. Lalu syetan menghadangnya (lagi) dengan jalan jihad, dan itu adalah jihad dengan jiwa dan harta. Syetan berkata, ‘Engkau berperang dan engkau akan terbunuh, selanjutnya istrimu dinikahi (orang lain) dan harta-(mu) dibagi-bagi?’ Beliau bersabda, ‘la pun menolaknya dan pergi berjihad’.”

Sebagian orang-orang zindiq kontemporer yang mengkritik Al-Qur’an dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. ((3/483), Nasa’i (6/21-22), Ibnu Hibban (1601) dengan sanad hasan. Terdapat perbedaan sanad dalam hadits ini, dan telah saya jelaskan dalam Al- Itmam li Takhriji Ahaditsil Musnadil Imam (16000), semoga Allah memudahkan penyelesaiannya.

Maka syetan senantiasa mengintai manusia pada setiap jalan kebaikan. Manshur berkata dari Mujahid Rahimahullah, “Tidaklah sekelompok kawan keluar ke Makkah kecuali Iblis berbekal seperti bekal mereka.” (Diriwayatkan Ibnu Hatim dalam tafsirnya).

Dia senantiasa mengintai, apalagi saat membaca Al-Qur’an. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-Nya agar memerangi musuh yang menghalangi jalannya tersebut, dan pertama kali agar berlindung kepada Allah, lalu baru membaca.

Sebagaimana seorang musafir, jika ada yang mencegatnya di jalan, ia akan berusaha menolaknya, baru kemudian meneruskan perjalanannya.

Ketujuh: Bahwa berlindung kepada Allah (isti’adzah) sebelum membaca adalah pertanda dan peringatan bahwa yang akan datang setelah itu adalah Al-Qur’an. Karena itu, tidak disyariatkan isti’adzah sebelum membaca bacaan-bacaan yang lain. Maka isti’adzah merupakan pendahuluan dan peringatan kepada para pendengar bahwa yang akan dibaca adalah Al-Qur’an. Jika seseorang mendengarkan isti’adzah maka ia dengan demikian bersiap-siap untuk mendengarkan Kalamullah, dan hal itu lalu disyariatkan kepada pembacanya. Seandainya ia disyariatkan untuk pembacanya saja, niscaya kita tidak menyebutkan beberapa hikmah dan lainnya. Demikianlah beberapa manfaat isti’adzah.

Bacaan ta’awudz yang bisa dibaca,

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

“A’udzu billahis samii’il ‘aliim, minasy syaithoonir rojiim min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih

(artinya: aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui dari gangguan syaitan yang terkutuk, dari kegilaannya, kesombongannya, dan nyanyiannya yang tercela).”

(HR. Abu Daud no. 775 dan Tirmidzi no. 242. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan sanad hadits ini hasan. Pengertian “min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih“, lihat Kitab Shifatish Shalah min Syarhil ‘Umdah, hal. 104).

Tafsir hadits di atas dikatakan, “Hamzihi (bisikannya) maknanya kegilaannya, nafkhihi (tiupannya) maknanya kesombongannya, naftsihi (hembusannya) maknanya syair.”

Allâh ﷻ berfirman : “Dan katakanlah, Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syetan, dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.” (Al-Mukminun: 97-98).

Hamazat adalah bentuk jama’ dari kata hamzatun yang asal makna katanya mendorong. Dan yang sesungguhnya ia adalah mendorong dengan pukulan, yang menyerupai tikaman. Karena itu, ia adalah dorongan tertentu (bukan dorongan biasa). Maka, hamazatusy syayathin adalah dorongan para syetan dengan bisikan-bisikan dan penyesatan mereka ke dalam hati.

Ibnu Abbas dan Al-Hasan berkata, “Hamazatusy syayathin adalah berbagai godaan dan bisikan-bisikan mereka.”

Kemudian hamazat di sini ditafsirkan dengan nafkhun (tiupan) – kesombongan setan dan naftsun (hembusan disertai liur) – Syair mereka. Dan ini adalah pendapat Mujahid.

Lalu ditafsirkan pula dengan pencekikan, yakni hal yang menjadikan mereka seperti mengidap penyakit gila.

Dan secara lahiriah, makna hamzun dalam hadits di atas adalah suatu jenis (godaan) yang berbeda dengan nafkhun dan naftsun. Bisa juga dikatakan, kalimat hamazatusy syaithan jika disebutkan sendirian maka termasuk di dalamnya semua bentuk godaan syetan kepada anak Adam, tetapi jika disebutkan bersama-sama dengan kata nafkhun dan naftsun maka ia adalah bentuk godaan khusus.

Allâh ﷻ berfirman :

وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَّحْضُرُوْنِ

“dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku.” (QS Al-Mukminun ayat 98).

Ibnu Zaid berkata, “Maksudnya (datang) dalam segala urusanku.” Al-Kalbi berkata, “Maksudnya (datang) kepadaku saat aku membaca AI-Qur’an.”

Ikrimah berkata, “Maksudnya (datang) kepadaku saat dalam sakaratul maut dan dalam kehidupan. Allah memerintahkan kita agar berlindung dari kedua macam godaan syetan, yakni bisikan mereka dan kedekatan mereka dari kita.”

Dari sini maka isti’adzah mengandung permohonan agar segenap syetan tidak menggoda dan mendekat kepadanya.

Allah menyebutkan ayat tersebut (tentang perintah isti’adzah) setelah firman-Nya,

اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ السَّيِّئَةَۗ نَحْنُ اَعْلَمُ بِمَا يَصِفُوْنَ

Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan (cara) yang lebih baik, Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (kepada Allah). (Al-Mukminun: 96).

Allah memerintahkan manusia agar menjaga diri dari kejahatan syetan-syetan manusia dengan menolak perbuatan buruk mereka kepadanya dengan sesuatu yang lebih baik, dan menolak kejahatan syetan-syetan dari golongan jin dengan isti’adzah (mohon perlindungan kepada Allah) dari mereka.

Senada dengan ayat di atas adalah firman Allah, “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raaf: 199).

Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar menolak kejahatan orang-orang yang bodoh dengan berpaling dari mereka, kemudian memerintahkan mereka dalam menolak kejahatan syetan dengan isti’adzah daripadanya. Dan itu dapat kita baca pada kelanjutan ayat di atas.

وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-A’raaf: 200).

Senada dengan ayat di atas pula yaitu firman Allah dalam surat Fushshilat,

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

34. Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.

وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

36. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم