بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Pertemuan: 23 Shafar 1445 / 8 September 2023



Allâh ﷻ berfirman:

وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ (١٦٨)

dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al-Baqarah ayat 168)

Karena sudah jelas setan adalah musuh yang nyata, maka sudah sewajibnya kita kaum muslimin menyiapkan senjata agar kita mampu bertahan dari gangguannya.

Maka, sesuai dengan namanya, kitab ini adalah kitab yang mengarahkan kaum muslimin untuk menyiapkan diri dari gangguan setan.

Ighotsah bermakna pertolongan kepada orang yang dilanda hal yang bersifat emergency. Seperti halnya istighosah sebagai Do’a Memohon pertolongan disaat-saat kritis. Al-Lahfan artinya orang yang sudah terjerumus kedalamnya. Min mashoyid As-Syaitan bermakna dari jerat godaan setan.

Ini adalah bab terpenting dan paling bermanfaat di antara bab-bab buku ini. Orang-orang ahli suluk *) tidak memperhatikannya sebagaimana perhatian mereka terhadap aib dan keburukan nafsu. Dalam bab tersebut mereka sangat mendalaminya, tetapi tidak dalam bab ini.

*) Mereka adalah orang-orang sufi, dan inilah sebab kesesatan dan penyimpangan mereka, demikian pula dengan orang yang mengikuti dan menyerupai mereka.

Godaan setan bisa berasal dari dalam tubuh (internal) maupun luar (external). Pada pembahasan terdahulu, hati ada tiga: al-amarah bis suu’, nafsul muthmainnah dan lawwamah. Faktor internal yang jelek adalah al-amarah bis suu’.

Faktor external ada dua dari jenis jin dan manusia. Sebab ini lebih dahsyat daripada nafsu Al-amarah bis suu’.

Orang yang merenungkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentu akan mendapatkan bahwa penyebutan keduanya terhadap masalah syetan, tipu daya dan untuk memeranginya lebih banyak daripada penyebutannya kepada masalah nafsu.

Nafsu madzmumah (yang buruk dan jahat) disebutkan dalam firman-Nya,

اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53).

Nafsu lawwamah (yang suka mencela) disebutkan dalam firmanNya,

وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (Al-Qiyamah: 2).

Demikian juga nafsu madzmumah disebutkan dalam firman-Nya,

وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ

“Dan (ia) menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.” (An-Nazi’at: 40).

Adapun masalah syetan, ia disebutkan dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Peringatan Tuhan kepada hamba-Nya dari godaan dan tipu daya syetan lebih banyak daripada peringatanNya dari nafsu, dan itulah kelaziman yang sebenarnya. Sebab kejahatan dan rusaknya nafsu adalah karena godaannya. Maka godaan syetan itulah yang menjadi poros dan sumber kejahatan atau ketaatannya.

Allah memerintahkan hamba-Nya agar berlindung dari syetan saat membaca Al-Qur’an atau lainnya. Dan ini adalah karena betapa sangat diperlukannya berlindung diri dari syetan. Sebaliknya, Allah tidak memerintahkan, meski dalam satu ayat, agar kita berlindung dari nafsu. Berlindung dari kejahatan nafsu hanya kita dapatkan dalam Khuthbatul Hajah dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan nafsu kami dan dari keburukan-keburukan perbuatan kami.”

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menghimpun isti’adzah (permohonan perlindungan) dari kedua hal tersebut (syetan dan nafsu) dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu,

“Bahwasanya Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata, Wahai Rasulullah! Ajarilah aku sesuatu yang harus kukatakan jika aku berada pada pagi dan petang hari’ Beliau meniawab. ‘Katakanlah:

اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ

“Ya Allah Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Pencipta segenap langit dan bumi, Tuhan dan pemilik segala sesuatu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan nafsuku dan dari kejahatan syetan serta sekutunya, (aku berlindung kepada-Mu) dari melakukan kejahatan terhadap nafsuku atau aku lakukannya kepada seorang Muslim.” Katakanlah hal ini jika engkau berada pada pagi dan petang hari dan saat engkau akan tidur.

(Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia men-shahih-kannya, Abu Daud, Ad-Darimi dengan sanad shahih).

Hadits di atas mengandung isti’adzah dari semua kejahatan, sebab-sebab serta tujuannya. Dan bahwa semua kejahatan itu tak akan keluar dari nafsu atau syetan. Adapun tujuannya, ia bisa kembali kepada yang melakukannya atau kepada saudaranya sesama Muslim. Jadi hadits di atas menjelaskan dua sumber kejahatan yang dari keduanya semua kejahatan berasal dan menjelaskan dua macam tujuan kejahatan itu menimpa.

Berlindung kepada Allah dari Syetan

Allâh ﷻ befirman, “Bila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk. Sesungguhnya syetan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syetan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang menyekutukannya dengan Allah.” (An-Nahl: 98-100).

Membaca Al-Qur’an dengan tujuan berdalil, berbeda dengan membacanya untuk berdalil. Untuk membacanya memerlukan adab dan berta’awudz.

Kata استعذ bermakna meminta perlindungan, sama halnya dengan استعن bermakna meminta pertolongan, اعتسم bermakna bersandar, semuanya ada huruf ا س ت.

Memohon perlindungan kepada Allah maknanya meminta penjagaan-Nya serta bersandar dan mempercayakan kepada-Nya. Allah memerintahkan agar kita memohon perlindungan kepada-Nya dari syetan saat membaca Al-Qur’an karena beberapa hal:

Pertama: Al-Qur’an adalah obat bagi apa yang ada di dalam dada. Ia menghilangkan apa yang dilemparkan syetan ke dalamnya, berupa bisikan, syahwat dan keinginan-keinginan yang rusak.

Maka Al-Qur’an adalah penawar bagi apa yang diperintahkan syetan di dalamnya. Karena itu ia diperintahkan mengusir hal tersebut dan agar mengosongkan had daripadanya, lalu obat itu mengisi tempat yang masih kosong sehingga teguh dan meresap.

Sehingga obat tersebut datang pada hati yang kosong dari hal-hal yang berlawanan dengannya maka ia pun menjadi menang.

Kedua: Para malaikat dekat dengan para pembaca Al-Qur’an dan mendengarkan bacaan mereka. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Usaid bin Hudhair saat ia membaca Al-Qur’an, tiba-tiba ia melihat sesuatu seperti kemah yang di dalamnya terdapat lampu-lampu.

(Mendengar hal tersebut) Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Mereka adalah malaikat.” (Diriwayatkan Muslim dari Abu Sa’id, dan Al-Bukhari memberikan ta’liq padanya).

Bersambung. InsyaAllah…