بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Ain Khalid – Doha, 27 Rabi’ul awal 1446 / 30 September 2024.
Bagian Kelima: Muamalat | Pasal – Jual Beli
Materi Ketiga: Hukum Khiyar dalam Jual Beli
Hikmah adanya khiyar adalah adanya maslahat, terutama kapada pembeli. Berfaedah bagi pembeli dalam hak memilih baik bagi muslim maupun non muslim.
Khiyar maknanya memilih. Definisi secara syari’at: penetapan hak untuk melangsungkan atau membatalkan akad.
Khiyar ada beberapa jenis seperti khiyar majelis, khiyar syart dan khiyar Aib.
Ada beberapa pembahasan terkait dengan legalitas khiyar dalam transaksi
jual beli.
1. Selama penjual dan pembeli masih berada di tempat dan belum berpisah,
keduanya berhak atas khiyar. Khiyar adalah hak memilih untuk melaksanakan jual beli atau membatalkannya (khiyar majelis).
Ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
“Penjual dan pembeli sama-sama berhak atas khiyar selama mereka belum berpisah. Jika mereka berdua jujur dan menerangkan cacat-cacatnya maka jual beli keduanya diberkahi. Namun, jika mereka berdua menyembunyikan cacat-cacatnya dan berdusta maka lenyaplah keberkahan jual beli mereka”. (HR. Al Bukhari, 3/76,77, 84,85, dan Muslim, Kitab Al Buyu’, 47).
Batasan majelis dalam hak khiyar ditentukan berdasarkan ‘urf (kebiasaan setempat).
2. Apabila salah satu pihak (penjual alau pembeli) mensyaratkan transaksi jual beli baru terlaksana sebulan kemudian, misalnya, dan keduanya sepakat, berarti mereka melakukan khiyar hingga waktu yang disepakati, kemudian barulah jual beli terlaksana. (Khiyar As-Sart).
Ukuran jadinya: jika sudah terjadi kesepakatan atau meninggalnya pembeli atau penjual.
Rasulullah bersabda: “Kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat yang telah disepakati.” (HR, Abu Dawud, Kitab Al-Aqdhiyah, 12, dan Al-Hakim, 2/49, Ini hadits shahih)
3. Jika salah satu pihak (penjual atau pembeli) memanipulasi (menipu) harga.
Misalnya, barang seharga Rp. 10.000,- dijual dengan harga Rp. 15.000,- atau Rp. 20.000,- maka sang pembeli berhak membatalkan transaksi atau mengambil kembali uang kelebihannya itu. (Khiyar As-Sart, Khiyar Ar-Rukyah atau Al-‘Aib)
– Khiyar Al-Aib/Al-Ghubn(tertipu): Larangan menyembunyikan aib, maka apabila seseorang membeli barang yang cacat sementara ia tidak mengetahui cacatnya hingga keduanya berpisah, ia boleh mengembalikan barang tersebut kepada penjualnya.
– Khiyar Ar-Rukyah: melihat barang yang tadinya belum terlihat. Seperti beli Online tidak sesuai spek.
Sebab, Rasulullah bersabda kepada orang yang merugi dalam jual beli lantaran kelemahan akalnya,
“Kepada siapa saja yang berjual beli denganmu, katakanlah, Jangan ada
penipuan“. (HR. Muslim, Kitab Al-Buyư, 48, dan Ahmad, 2/72).
Jika terbukti adanya penipuan maka kelebihan nilai harga penipuan itu dikembalikan kepada orang yang ditipu. Atau, bisa juga dengan membatalkan transaksi jual beli itu.
4. Jika penjual memanipulasi barang dagangannya, yaitu dengan memperlihatkan bagian yang bagus dan menyembunyikan yang buruk, atau mencampur susu sapi dengan susu kambing maka pembeli berhak atas khiyar, yaitu memilih antara membatalkan jual beli atau melaksanakannya. (Khiyar Aib atau al-Ghubn).
Sebab, Rasulullah bersabda,
“Jangan lakukan tashriyah terhadap onta dan binatang ternak (mengikat susunya terlebih dahulu agar disangka subur-penj). Orang yang membeli binatang tashriyah diberi dua pilihan jika: susu binatang itu terlanjur diperah, yaitu dia boleh mempertahankan binatang tersebut atau mengembalikan binatang itu dengan disertai satu sha korma.” (HR. Al Bukhari, 3/92, Muslim, Kitab Al Buyu, 4, Abu Dawud, 48, An Nasa`i, Kitab Al Buyw’, 14).
5. Jika terdapat cacat pada barang yang dijual maka harganya menjadi berkurang. Jika seorang pembeli tidak mengelahui cacat barang yang dibelinya, lantas belakangan dia mengetahuinya maka pada saat itu boleh tawar-menawar. Pembeli berhak atas khiyar, memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya. (Khiyar Aib).
Sebab, Rasulullah bersabda, “Seorang Muslim tidak dihalalkan menjual barang yang mengandung cacat, kecuali dia telah menjelaskannya.” (HR. Al-Hakim, 2/8, Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubro, 5/320)
Begitu pula sabdanya, “Barangsiapa menipu kami maka dia bukanlah bagian dari kami.” (Muslim, Kitab Al Iman, 164, dan Ahmad, 3/498).
6. Jika pembeli dan penjual berselisih mengenai harga dan kriteria barang yang diinginkan maka salu sama lain saling bersumpah, lalu mereka berdua memilih antara melaksanakan jual beli atau membatalkannya.
Ini berdasarkan riwayat, “Jika pembeli dan perjual berselisih, sementara barang
dagangan itu qa’im (jenis yang tidak bisa habis), dan masing masing tidak punya bukti, hendaklah mereka saling bersumpah.” (Ashhabus-Sunan menuturkan dengan riwayal yang bermacam-macam. HR Abu Dawud, 3511, Ibnu Majah, 2186, dan Al-Hakim, 2/45).
Ibnul Mundzir saat menjelaskan hadits shahihain Arbain #33 mengatakan,
أَجْمَعَ أَهْلُ العِلْمِ عَلَى أَنَّ البيِّنَةَ عَلَى المُدَّعِي ، وَاليَمِيْنُ عَلَى المُدَّعَى عَلَيْهِ
“Para ulama bersepakata bahwa yang menuduh diperintahkan mendatangkan bukti. Sedangkan, yang dituduh cukup bersumpah.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:230)
Materi Keempat: Macam-macam Jual Beli yang Terlarang
Rasulullah melarang berbagai jenis jual beli yang mengandung kecurangan, sehingga berakibat memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah. Demikian pula jual beli yang mengandung penipuan, sehingga menimbulkan kedengkian, pertengkaran, dan permusuhan di antara kaum Muslimin. Antara lain:
1. Jual beli barang syang belum diterima. Seorang Muslim tidak boleh membeli barang kemudian menjualnya kembali saat barang itu belum ada di tangannya. Rasulullah bersabda,
“Jika engkau membeli barang, jangan menjual kembali sebelum barang itu
engkau terima”. (HR. Ahmad,3/402, Ad-Daraquthni, 3/9)
Begitu pula dalam sabdanya, “Barangsiapa membeli makanan, jangan menjual kembali makenan itu sebelum makanan itu diterimanya.” (HR. Al-Bukhari, 3/88, 89, 90).
Ibnu Abbas berkata, “Saya tidak menghitung segala sesuatu kecuali dengan yang sepadan dengannya”.
2. Jual beli di atas jual beli orang lain.
Misalnya: si A membeli sebuah barang seharga Rp. 5.000,- lantas si B berkata kepada si A, “Kembalikan barang itu kepada penjualnya, karena saya menjual barang yang sama seharga Rp. 4.000,-” Larangan ini juga berlaku ketika si B berkata kepada penjual, “Batalkan transaksi itu, saya akan membeli barang itu darimu seharga Rp. 6.000,-:”
Larangan ini karena adanya sabda Rasulullah “Janganlah sebagian kalian berjual beli di atas jual beli sebagian yang lain.” (HR. At-Tirmidzi, 1292, lbnu Majah, 2171, Ahmad, 2/63, dan An-Nasa’i, KItab Al-Buyu’, 17).
3. Jual beli an-najsy. Artinya, seorang Muslim dilarang menawar barang dengan harga tinggi padahal dia tidak benar-benar hendak membelinya, melainkan agar orang lain ikut menawar dengan harga yang tinggi pula. Hal itu dapat menipu calon pembeli. Tidak boleh pula mengatakan kepada calon pembeli bahwa barang itu terjual di tempat lain dengan harga sekian dan sekian, padahal itu hanya dusta. Kata-kata itu disampaikan untuk menipu calon pembeli. Baik dia berkomplot dengan pemilik barang (penjual) maupun tidak. Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang jual beli an-najsy.” Rasulullah pun bersabda, “Jangan saling menawar tinggi dengan maksud untuk menipu” (HR Abu Dawud/3438; HR At Tirmidzi/ 1304; HR An Nasa`i/6/7l; HR Ibnu Majah/2174.
1133).
– An-Najsy menurut bahasa adalah larinya binatang buruan dari tempatnya, karena ingin diburu.
– Sedangkan menurut syarïat adalah menawar dengan harga yang tinggi tanpa bermaksud membelinya, melainkan untuk menipu calon pembeli yang lainnya.
4. Jual beli barang yang diharamkan ataupun najis. Seorang Muslim dilarang
menjual barang-barang yang diharamkan ataupun najis, termasuk barang-barang yang dapat mengakibatkan pembelinya berbuat haram.
Jadi, seorang Muslim tidak boleh menjual khamar, babi, bangkai, patung, ataupun anggur yang siap untuk dijadikan khamar. Sebab, Rasulullah bersabda, “Allah mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan berhala”. (HR. Abu Dawud, 3486)
Begitu pula sabdanya, “Allah ﷻ melaknat para pematung.” (HR. Al-Bukhari, 3/111, dan Ahmad, 4/308).
Begitu pula dalam sabdanya, “Barangsiapa menyimpan anggur setelah dipanen, kemudian dia menjualnya kepada orang Yahudi atau Nasrani atau kepada orang yang akan menjadikan anggur itu sebagai khamar, niscaya orang itu akan dilalap oleh api neraka.” (Al-Haitsami, Majma Az-Zawaid, 4/90, dan Ibnu Hajar. Taikhish Al-Habir, 3/19. Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Hafidz lbnu Hajar dalam kitab Bulugh Al-Maram).
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم