بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Daurah Al-Khor Sabtu Pagi – Masjid At-Tauhid
Syarah Riyadhus Shalihin Bab 51-1
🎙️ Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, PhD. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
🗓️ Al-khor, 13 Jumadil Akhir 1446 /14 Desember 2024
51 – باب الرجاء
Bab 51-1: Berharap kepada Allah ﷻ
Khauf (rasa takut) dan raja’ (berharap) kepada Allâh Azza wa Jalla adalah dua sayap dalam ibadah.
Raja’ adalah lawan dari Khauf dan Khauf mendahului raja’ karena perlunya adanya pengosongan sebelum pengisian. Raja’ mengharapkan kejadian yang diharapkan terjadi. Ini berkaitan dengan amalan hati berupa hal yang dicintai. Berbeda dengan berharap dimana raja berharap dengan amalan yang dikerjakan untuk mencapai harapan itu.
Berbeda dengan amanni, berupa angan-angan kosong dan malas. Berharap tanpa adanya perbuatan atau usaha yang sungguh-sungguh.
Khauf (rasa takut) kepada Allâh Azza wa Jalla akan memandu hati kepada semua kebaikan dan menghalanginya dari segala keburukan, sedangkan raja’ mengantarkannya meraih ridha dan ganjaran Allâh Azza wa Jalla , meniupkan semangat untuk melakukan amalan besar.
Prof. Dr. Khalid Utsman As-Tsabt Hafidzahullah menjelaskan tentang raja’ dan menyeimbangkan dengan khauf. Jika kebanyakan khauf dia akan putus asa dan harapan kepada Allah ﷻ. Jika kebanyakan raja’ tanpa khauf, maka dia akan tertipu. Dia akan tertipu dengan rahmat Allah ﷻ, dia akan terus melakukan perbuatan dosa karena bersandar dengan rahmat dan ampunan Allah ﷻ.
Seperti perkataan para ulama bahwa Khauf dan Roja’ bagi seorang mukmin ibarat dua sayap bagi burung. Apabila keduanya seimbang maka ia akan mampu terbang di udara dan jika salah satu bermasalah maka akan terjatuh karena tidak bisa terbang.
Begitu pula seorang mukmin, jika seimbang antara khouf dan roja’ niscaya dapat berjalan menuju Alloh Subhanahu wa ta’ala. Dan jika bermasalah salah satunya niscaya akan terjadi masalah pada imannya.
Jika rasa Raja’ atau harapnya lebih mendominasi maka seseorang akan meremehkan perbuatan dosa dan sulit bertaubat. Seperti kaum Murjiah. Dan jika rasa khauf atau rasa takutnya yang jauh mendominasi maka seseorang akan senantiasa dirundung duka, gelisah, dan seterusnya.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
قَالَ الله تَعَالَى: {قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ} [الزمر: 53]،
Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah, hai hamba-hambaKu yang melampaui batas dalam mencelakakan dirinya sendiri -yang berlebih-lebihan dalam melakukan kemaksiatan-, janganlah engkau semua berputus asa dari rahmat Allah -yakni dari pengampunanNya-, sesungguhnya Allah itu dapat mengampuni segala macam dosa, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (az-Zumar: 53)
Ayat ini adalah ajakan ke seluruh pelaku dosa baik kafir atau tidak. Allah ﷻ memberi kabar gembira bagi hamba-hamba-Nya yang banyak melakukan dosa dengan luasnya kemurahan dan rahmat-Nya.
Ayat ini adalah ayat yang menunjukkan ayat yang paling memberikan kebahagian. Memberikan harapan kepada para pelaku dosa tentang luasnya rahmat Allah ﷻ.
وَقالَ تَعَالَى: {وَهَلْ نُجَازِي إِلاَّ الْكَفُور} [سبأ: 17]،
Allah Ta’ala berfirman pula: “Dan Kami tidak akan memberikan pembalasan, melainkan kepada orang yang sangat keras kepala.” (Saba’: 17).
Ayat ini memberikan harapan kepada pelaku dosa kecuali yang sangat keras kepala. Allah ﷻ tidak akan memberikan balasan seperti itu kecuali karena mereka telah melewati batas kekufuran atas nikmat dan mendustakan para rasul.
وَقالَ تَعَالَى: {إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ عَلَى مَنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى} [طه: 48]،
Allah Ta’ala berfirman pula: “Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksaan itu adalah untuk orang yang mendustakan dan membelakang tidak suka menerima petunjuk Allah.” (Thaha: 48)
وَقالَ تَعَالَى: {وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ} [الأعراف: 156].
Juga Allah Ta’ala berfirman: “Dan rahmatKu melebar -meliputi- segala sesuatu.” (al-A’raf: 156).
📖 Hadits ke-1:
412 – وعن عبادة بن الصامتِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم: «مَنْ شَهِدَ أنَّ لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمدًا عَبْدهُ ورَسُولُهُ، وَأنَّ عِيسى عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ ألْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ ورُوحٌ مِنْهُ، وَأنَّ الجَنَّةَ حَقٌّ، وَالنَّارَ حَقٌّ، أدْخَلَهُ اللهُ الجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ العَمَلِ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. وفي رواية لمسلم: «مَنْ شَهِدَ أَنْ لا إلَهَ إلاَّ اللهُ وَأنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، حَرَّمَ اللهُ عَلَيهِ النَّارَ».
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu’anhu, katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang menyaksikan -bersaksi- bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya,dan bahwasanya Muhammad adalah hambaNya serta RasulNya, dan bahwasanya Isa adalah hamba Allah dan RasulNya serta kalimatNya diberikan kepada Maryam -karena wujudnya itu tanpa ayah, juga sebagai ruh daripadaNya- karena dapat menghidupkan orang yang mati dengan izin Allah, menyaksikan pula bahwa syurga dan neraka itu benar adanya, maka orang yang sedemikian itu akan dimasukkan oleh Allah ke dalam syurga sesuai dengan amalan yang dilakukan olehnya.”(Muttafaq ‘alaih).
Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Barangsiapa yang menyaksikan bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah maka Allah mengharamkan ia masuk neraka.”
📃 Penjelasan:
Hadits ini menjelaskan beratnya konsekuensi syahadat yaitu haramkan masuk neraka. Namun sebenarnya tidak cukup hanya ucapan.
Karena mengucapkannya tanpa diiringi keyakinan, mengucapkan tapi malah gemar mewariskan kesyirikan, tentu tiada manfaat. Kalimat tersebut baru bermanfaat ketika diyakini maknanya, diucapkan lalu dijalankan konsekuensinya dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi perbuatan syirik.
Jadi, mengucapkan kalimat tersebut bukan hanya di lisan, namun hendaknya diiringi dengan keyakinan di hati, lalu ditambah menjalankan konsekuensi kalimat tersebut dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi segala macam syirik.
Dalam hadits disebutkan ‘tiada sekutu bagiNya’ sebagai penegasan akan ketauhidan Allah ﷻ. Demikian juga Rasulullah ﷺ adalah hamba Allah dan RasulNya. Maknanya Rasulullah ﷺ adalah manusia biasa yang sehat, sakit, tidur, dan mati.
Demikian halnya nabi Isa alaihissalam adalah hamba Allah dan RasulNya yang merupakan penegasan dirinya bukan Tuhan!
Allah mengabarkan bahwa Dia Maha Kaya tidak butuh kepada yang lainnya. Dia tidak butuh mengangkat seorang anak dari makhluk-Nya.
قَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدًۭا ۗ سُبْحَـٰنَهُۥ ۖ هُوَ ٱلْغَنِىُّ ۖ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ إِنْ عِندَكُم مِّن سُلْطَـٰنٍۭ بِهَـٰذَآ ۚ أَتَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿٦٨﴾
“Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata: “Allah mempunyai anak.” Maha Suci Allah; Dialah Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Kamu tidak mempunyai hujah tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS Yūnus [10]: 68)
Selanjutnya mempersaksikan adanya surga dan neraka. Sesungguhnya Surga dan Neraka sudah diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla. Keduanya adalah makhluk yang kekal abadi tidak akan binasa. Surga disediakan bagi wali-wali Allah yang ber-takwa sedangkan Neraka adalah hukuman bagi orang yang bermaksiat kepada-Nya kecuali yang mendapatkan rahmat-Nya.
Orang kafir dan munafik akan masuk ke dalam Neraka dan kekal di dalamnya selama-lamanya. Adapun ummat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masuk Neraka dengan sebab perbuatan dosa-dosa besar dan maksiat yang mereka perbuat, maka mereka tidaklah kekal di dalam Neraka. Mereka akan keluar dari Neraka dengan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
🏷️ Fiqhul Hadits:
1. Tidak masuk surga kecuali jiwa yang beriman.
2. Kedudukan tertinggi bagi seorang mukmin adalah menjadi hamba Allah ﷻ yang sebenarnya.
3. Siapapun yang meninggal di atas keimanan, maka dosa besarnya tidak mengeluarkannya dari keimanan. (Dia masih beriman meskipun pelaku dosa besar). Dan keimanan itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan).
4. Nabi Isa ‘alaihissalam adalah sebagai bukti bagi makhluk-Nya bahwa Allah ﷻ mampu menciptakan seseorang tanpa bapak.
5. Diantara masalah keimanan adalah keyakinan seseorang dengan adanya surga dan neraka.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسل