بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🇶🇦 𝗗AURAH 𝗤𝗔𝗧𝗔𝗥 KE-25 🇶🇦

Bersama: 𝗨𝘀𝘁𝗮𝗱𝘇 𝗗𝗿. 𝗔𝗯𝗱𝘂𝗹𝗹𝗮𝗵 𝗥𝗼𝘆, 𝗠.𝗔 𝘏𝘢𝘧𝘪𝘻𝘩𝘢𝘩𝘶𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶 𝘛𝘢‘𝘢𝘭𝘢
▪️ Pembina Grup WhatsApp Halaqah Silsilah Ilmiyah (HSI) AbdullahRoy
▪️ Pengajar Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi Madinah (2013-2017)

📚 𝙆𝙚𝙯𝙖𝙡𝙞𝙢𝙖𝙣 𝘿𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙍𝙪𝙢𝙖𝙝 𝙏𝙖𝙣𝙜𝙜𝙖
📆 𝗝𝘂𝗺’𝗮𝘁, 𝟮𝟰 𝗠𝗲𝗶 𝟮𝟬𝟮𝟰 / 16 Dzulqa’dah 1445H
🕣 Pukul 08:00 – 10:00 WQ / 12:00 – 14:00 WIB
🏡 Rumah Ustadz Isnan, Izghawa, Doha



Islam adalah agama yang sempurna. Allah Azza wa Jalla berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah/5: 3]

Allah ﷻ Maha Mengetahui maslahat bagi para hamba-hamba-Nya. Maka segala sesuatu diatur dalam batasan-batasan syari’at.

Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, “Ada seorang Yahudi yang datang kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, lalu berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian. Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai Hari Raya.’ ‘Ayat yang mana?’ tanya ‘Umar Radhiyallahu anhu. Orang Yahudi itu berkata, ‘Yaitu firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

‘… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …’ [Al-Maa-idah/5: 3]

Maka ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata, ‘Sesungguhnya aku telah mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diturunkannya ayat itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu di ‘Arafah pada hari Jum’at.’” [HR Bukhari Muslim]

Islam telah mengajarkan aturan dari hal-hal terkecil seperti istinja atau bersuci. Demikian halnya dengan masalah yang berkaitan dengan rumah tangga. Baik urusan hak dan kewajiban maupun kezaliman dalam Rumah tangga.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpinnya…

Sedangkan kezaliman telah diharamkan oleh Allah ﷻ. Allah mengharamkan pada diri-Nya berbuat zalim, manusia pun tidak boleh berbuat zalim.

Allah ﷻ Mengharamkan Kezaliman atas DiriNya

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah mengharamkan kezhaliman terhadap sesama hamba. Allâh Azza wa Jalla berfirman di dalam hadits qudsi:

يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا

Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman terhadap diri-Ku dan Aku menjadikannya (perkara) yang diharamkan di antara kamu, maka janganlah kamu saling menzhalimi”. [HR. Muslim, no. 2577; At-Tirmidzi, no. 2495; Ibnu Mâjah, no. 4257, dll]

Kezaliman adalah Kegelapan di Akhirat

Beliau Rasulullah ﷺ bersabda:

اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ

jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

Maka semakin besar kezaliman, maka semakin gelap keadaan seseorang di hari kiamat.

Do’a Orang Yang Terzalimi Mustajab

Dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

اِتَّقِ دَعْوةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

Takutlah kepada doa orang-orang yang teraniyaya, sebab tidak ada hijab antaranya dengan Allah (untuk mengabulkan)“. [Shahih Muslim, kitab Iman 1/37-38]

Maka, jangan sampai seseorang menyesal karena kezaliman yang dilakukan, hingga pasangannya mendoakan keburukan yang tidak diharapkan.

Kezaliman adalah Kebangkrutan di Hari Kiamat

Janganlah seseorang menjadi bangkrut gara-gara kezhalimannya kepada orang lain,misalnya  kezhalimannya kepada orang lain lebih banyak dari kebaikan yang dia bawa! Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan umatnya dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat Radhiyallahu anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” [HR. Muslim, no. 2581]

Maka sesungguhnya di akhirat nanti, para pelaku kezhaliman akan menghadapi berbagai perkara yang akan menyusahkannya, dan tidak ada siapapun yang akan menolongnya, kecuali iman dan amal shalihnya. Barangsiapa mendapatkan akibat buruk, janganlah dia menyalahkan kecuali dirinya sendiri. Dan barangsiapa mendapatkan kebaikan, hendaklah dia memuji Allâh Yang Maha Terpuji.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 2449)

Kezaliman dalam Keluarga

Bentuk-bentuk kezaliman dalam keluarga adalah Kezaliman anak kepada orang tua, kezaliman suami kepada isteri dan kezaliman isteri kepada suami.

1. Kezaliman Anak kepada Orang Tua

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al Isra ayat 23:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

Ayat ini menyandingkan Tauhid dengan berbakti kepada orang tua yang menunjukkan besarnya hak orang tua dari anak-anaknya.

Bentuk-bentuk kezaliman anak kepada orang tua antara lain:

▪️Tidak mentaati perintahnya.
▪️ Mendahulukan ketaatan kepada orang lain daripada ketaatan kita kepada orang tua, selama bukan dalam kemaksiatan kepada Allah ﷻ.
▪️ Tidak memberikan nafkah yang wajib. Sementara anak memiliki penghasilan yang cukup.
▪️ Tidak mengajarkan mereka sesuatu yang wajib mereka ketahui. Seperti membiarkan orang tua dalam keadaan jahil tentang tauhid dan syirik, cara sholat.
▪️ Membiarkan mereka melakukan kemungkaran.
▪️ Tidak menghormati mereka bahkan menyombongkan diri dihadapan mereka.
▪️ Bermuka masam di hadapan orang tua.
▪️ Melupakan kebaikan orang tua meskipun mereka banyak berkorban untuk kita.
▪️ Tidak membayar hutang orang tua padahal kita mampu.
▪️ Tidak menunaikan nazdar orang tua.
▪️ Memudharatkan dengan menjadikannya sedih.
▪️ Mengganggu harta orang tua. Seperti menjual harta orang tua, mengganti akta tanah, tidak menjaga amanah dan lainnya.
▪️ Mengadu domba diantara kedua orang tua.
▪️ Membebani mereka dengan pekerjaan ketika keduanya sudah lemah. Kecuali atas kemauan pribadi mereka.
▪️ Mencela orang tua di depan anak-anak kita, seperti mengungkit pemberian yang sudah diberikan.

2. Kezaliman Orang Tua kepada Anak.

Anak merupakan karunia dan hibah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penyejuk pandangan mata, kebanggaan orang tua dan sekaligus perhiasan dunia, serta belahan jiwa yang berjalan di muka bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalah adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik menjadi harapan. [Al Kahfi/18:46].

Terkadang kita jengkel kepada mereka, tetapi tatkala mereka pergi setelah dewasa, akan ada kerinduan yang besar.

Bentuk-bentuk kezaliman orang tua terhadap anak antara lain:

▪️ Tidak mendidik mereka dengan benar sesuai dengan perintah Allah ﷻ dan Rasul-Nya.

Abdul Qadir at-ttha’ as Sufi pernah membaca kisah anak yang akan dipotong tangannya karena mencuri. Sebelum dipotong sang anak berkata, tunggu dulu jangan potong tangan saya sebelum memotong lidah ibu saya. Karena dulu aku mencuri telor tetangga dan dia malah berbahagia dan bangga.

▪️ Tidak memberikan nafkah yang layak. Termasuk makan, pakaian dan tempat tinggal.
▪️ Tidak memberikan ibu yang tidak shalihah. Seperti tidak menjaga kemaluannya, tidak sholat dan lainnya.

▫️Abul Aswad Ad-Du’ani (Ulama yang memberi titik pada huruf hijahiyah) mengumpulkan anak-anak dan berkata: Aku telah mendidik kamu dahulu sejak kecil hingga sebelum dilahirkan di dunia. Aku telah pilihkan seorang ibu yang tidak pernah dicela.
▪️ Memberi nama yang tidak baik yang dengannya dia dicela orang lain.
▪️ Menghalangi mereka melakukan pernikahan sementara mereka sudah sangat membutuhkan.

▫️Qatadah bin Di’amah as-Sadusi berkata Apabila anak telah dewasa dan anaknya tidak dinikahkan dan terjerumus kedalam perzinahan maka bapaknya berdosa.

▫️Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Kitab Al-Mughni (5/12), “Jika anaknya membutuhkan pernikahan dan khawatir dirinya mengalami kesulitan, hendaknya dia (bapaknya) mendahulukan untuk menikahkan anaknya, karena hal itu merupakan kewajiban baginya dan tidak dapat dia tinggalkan. Perkara tersebut seperti kewajiban nafkah kepada mereka. Jika sang anak tidak khawatir (melakukan perbuatan haram), hendaknya dia mendahulukan haji. Karena pernikahan dalam kondisi tersebut hukumnya sunah, maka tidak didahulukan dari pelaksanaan ibadah haji.”

(Al-Majmu, 7/71, An-Nawawi)

▫️Al-Mardawai dalam Kitab Al-Inshaf (9/204) berkata, “Seseorang wajib menjaga kesucian diri orang yang wajib dia nafkahi, baik bapak, kakek, anak, cucuk dan selain mereka yang wajib diberi nafkah. Inilah pendapat yang shahih menurut mazhab (yaitu mazhab Ahmad).”

▫️Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Kebutuhan manusia kepada pernikahan ini mendesak, bisa jadi terkadang sama dengan kebutuhannya kepada makan dan minum, oleh karenanya para ulama berkata: “Sungguh diwajibkan bagi orang yang diwajibkan kepadanya untuk menafkahi seseorang agar menikahkannya, jika hartanya cukup untuk hal tersebut, maka wajib bagi seorang ayah untuk menikahkan anak laki-lakinya, jika anak laki-lakinya suatu saat butuh untuk menikah, sementara ia belum mampu untuk membiayai sendiri pernikahannya.

Akan tetapi saya telah mendengar bahwa sebagian ayah yang mereka lupa keadaan mereka pada masa mudanya, jika anak laki-lakinya minta nikah kepadanya ia berkata: “Nikahlah dengan (modal) keringat dahimu !”, hal ini tidak boleh, dan haram jika ia mampu untuk menikahkannya, anak laki-lakinya akan memusuhinya pada hari kiamat, jika tidak menikahkannya padahal dia mampu untuk menikahkannya”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin: 18/410, Fatawa Arkan Islam: 1440-1441.

▪️Tidak mengajarkan adab. Seperti adab makan dan minum, adab berpakaian, minta izin dan lainnya.
▪️ Menyuruh anak melakukan kemaksiatan.

Maka, jika kita tidak menzalimi anak-anak maka kelak mereka akan berbakti kepada orang tuanya.

3. Kezaliman Isteri kepada Suami

Ketahuilah bahwa seorang suami adalah pemimpin di dalam rumah tangga, bagi isteri, juga bagi anak-anaknya, karena Allah telah menjadikannya sebagai pemimpin. Allah memberi keutamaan bagi laki-laki yang lebih besar daripada wanita, karena dialah yang berkewajiban memberi nafkah kepada isterinya.

Oleh karena itu, suami mempunyai hak atas isterinya yang harus senantiasa dipelihara, ditaati dan ditunaikan oleh isteri dengan baik yang dengan itu ia akan masuk Surga.

Setelah wali atau orang tua sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya” [HR Tirmidzi 1159]

Bentuk-bentuk kezaliman Isteri kepada Suami:

▪️Menuntut sesuatu di luar kemampuannya.

Firman Allah لا يكلف الله نفساً إلا وسعها , bahwa Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya (Al-Baqarah: 286)

▪️Membocorkan Rahasia Suami.
▪️ Tidak melakukan perintah suami yang dia sanggup melakukannya.

Allah ﷻ berfirman,

فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ

… Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).”

Abdullah bin Abbas dalam tafsirnya mengatakan bahwa, “Makna qanitat yaitu para istri yang taat kepada suami mereka.” Dan Allah ﷻ tidak mengatakan, “Thai’at” (istri yang taat). Namun istimewanya, Allah gunakan kata qanitat yang berarti sangat patuh dengan kepatuhan yang sempurna.

Al Hushoin bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,

أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?”, tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 4: 341 dan selainnya. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1933)

▪️Menjaga kecemburuan (ghairah) Suami.

Dari Asma’ binti Abi Bakar Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Zubair meni-kahiku sedang dia tidak memiliki harta di muka bumi ini, tidak juga budak, dan tidak juga hal lainnya, selain telaga air dan kuda. Aku yang biasa memberi makan dan minum kudanya, juga men-jahit geribahnya (kantong air) dan membuat adonan. Padahal aku tidak begitu pintar untuk membuat adonan roti. Beberapa wanita Anshar tetanggaku biasa membantuku membuat adonan roti. Dan mereka adalah wanita-wanita yang jujur. Aku memindahkan biji-bijian dari tanah Zubair -yang telah diputuskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan mengangkutnya di atas kepalaku. Dariku, tempat itu ber-jarak dua pertiga farsakh. Pada suatu hari, aku datang dengan biji-bijian itu di atas kepalaku. Lalu aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersamanya terdapat beberapa orang Anshar. Lalu beliau memanggilku dan kemudian berkata, Sini, sini. Untuk memba-waku di belakangnya. Tetapi aku malu untuk berjalan bersama kaum pria. Dan aku ceritakan tentang Zubair dan kecemburuannya -dan dia termasuk orang yang paling pencemburu- lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui kalau aku telah malu. Kemudian beliau ber-lalu.

Selanjutnya aku mendatangi Zubair dan kukatakan, ‘Rasulullah telah bertemu denganku sedang di atas kepalaku terdapat biji-bijian sementara bersama beliau terdapat beberapa orang Sahabatnya.’ Lalu beliau menderumkan untanya untuk aku naiki, sehingga aku merasa malu kepada beliau dan aku mengetahui kecemburuanmu. Kemudian beliau berkata, ‘Demi Allah, bawaanmu berupa biji-bijian belumlah seberapa bagiku daripada engkau naik unta bersamanya.’ Asma’ berkata, “Sehingga setelah itu Abu Bakar mengutus seorang pelayan kepadaku yang membantuku untuk mengurus kuda. Seakan-akan ayahku telah memerdekakanku.” (HR Bukhari).

▪️ Tidak menjaga kemaluannya.
▪️ Tidak mendidik anak-anaknya.
▪️ Tidak menjaga harta suami dan membelanjakan tidak sesuai dengan kemampuannya.
▪️ Memasukkan orang lain yang tidak diizinkan suami, meskipun dia dari keluarga sendiri.
▪️ Berpuasa tanpa izin suami.

4. Kezaliman Suami kepada Istri

Pernikahan adalah tanda kekuasaan Allah ﷻ dan sarana untuk menggapai ketenangan. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Dari Jabir radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُم أَخَذتُمُوهُنَّ بِأَمَانَةِ اللَّهِ وَاستَحلَلتُم فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ

Bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan para wanita, karena kalian telah mengambil mereka (sebagai istri) dengan perjanjian Allah dan menghalalkan hubungan suami istri dengan kalimat Allah.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‎اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para wanita.” (HR. Bukhari, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)

Bentuk-bentuk kezaliman Suami kepada Isteri:

1. Menghina dan merendahkannya. Pasangan kita adalah isteri dan saudari kita dalam Islam. Seperti merendahkan isteri di depan orang lain, mengancam, memukul, membandingkan dengan orang lain dan lainnya.
2. Tidak menafkahi lahir seperti pakaian, makan, tempat tinggal padahal dia mampu.
3. Tidak menafkahi batin, meskipun dengan alasan ibadah.

Di masa Umar bin Khattab ketika sedang gencar-gencarnya jihad perluasan daerah dan dakwa Islam, para istri juga harus berkorban waktu dan jatahnya, karena ditinggal waktu yang sangat lama oleh suami mereka, sehingga Umar membatasi waktu selama 4 bulan saja dan setelah 4bulan, suami harus pulang mengobati kerinduan istri mereka. Bisa di lihat dikisah berikut,

أن عمر بن الخطاب رضي الله عنه خرج ليلة يحرس الناس

فمر بامرأة وهي في بيتها وهي تقول

(تطاول هذا الليل واسود جانبه وطال علي ألا خليل ألاعبه)

(فوالله لولا خشية الله وحده لحرك من هذا السرير جوانبه)

“Bahwasanya Umar bin Khathab radiallahu ‘anhu keluar pada suatu malam menjaga (sidak) manusia, maka dia melewati seorang wanita di dalam rumahnya bersyair:

Malam ini begitu lama, sisi-sisinya begitu hitam.

Menjadi semakin lama pula atasku, tanpa ada kekasih yang bercumbu dengannya

Demi Allah, seandainya bukan karena rasa takut terhadap Allah semata

Pastilah sisi-sisi tempat tidur ini sudah bergoyang-goyang

–maksud “pastilah sisi-sisi tempat tidur ini sudah bergoyang-goyang” adalah, karena saking lamanya, ia tidak tahan untuk tidak disentuh [syahwat biologisnya tidak tersalurkan], jika jika tidak ada takwa/takut kepada Allah maka ranjangnya pasti akan digoyang oleh laki-laki yang lain, pent–

فلمل أصبح عمر أرسل إلى المرأة فسأل عنها فقيل :
هذه فلانة بنت فلان وزوجها غاز في سبيل الله
فأرسل إليها امرأة فقال : كوني معها حتى يأتي زوجها
وكتب إلى زوجها فأقفله ثم ذهب إلى حفصة بنته

Maka ketika pagi Umar mengirim utusan kepada wanita tersebut dan bertanya tentangnya, maka dikatakan: ini adalah Fulanah binti Fulan, suami berperang di jalan Allah, maka Umar mengirim seorang wanita kepanya dengan berkata: ‘tinggallah kamu bersamanya sampai suaminya datang’, dan Umar menulis kepada suaminya lalu pulang kemudian pergi kepada Hafshah putrinya

فقال لها يا بنية ! كم تصبر المرأة عن زوجها ؟ فقالت له
: يا أبه ! يغفر الله لك أمثلك يسأل مثلي عن هذا ؟
فقال لها : إنه لولا أنه شيء أريد أن أنظر فيه للرعية

ما سألتك عن هذا قالت : أربعة أشهر أو خمسة أشهر

أو ستة أشهر فقال عمر : يغزو الناس يسيرون شهرا ذاهبين

ويكونون في غزوهم أربعة أشهر ويقفلون شهرا

فوقت ذلك للناس من سنتهم في غزوهم

Maka Umar berkata kepadanya: ‘wahai putriku! Berapa lama seorang wanita sabar ditinggal suaminya?’ Maka dia menjawab: ‘Wahai ayahanda! Semoga Allah mengampuni Anda, orang seperti Anda bertanya kepada orang sepertiku tentang masalah ini?’ Umar Menjwab: ‘seandainya bukan karena aku ingin melihat urusan kaum muslimin, aku tidak akan bertanya kepadamu’. Dia menjawab: ’empat bulan atau lima bulan atau enam bulan’. Maka Umar berkata: ‘Manusia akan berperang (maksimal) selama satu bulan perjalanan berangkat, dalam medan perang selama empat bulan dan pulang selama satu bulan, dan ini adalah waktu yang menjadi ketetapan manusia dalam berperang’”

[Sunan Sa’id bin Manshur 2/210 no. 2463, Darus Salafiyah, cet. Ke-1, 1403 H,Asy-Syamilah), j. 2, hlm. 174, no. 2463, lihat juga Mushnaf Abdirrazaq 7/151 no. 12593, Asy-Syamilah]

Semoga Allah Ta’ala menjaga kita dari perbuatan zalim dan mengumpulkan kita di surgaNya kelak. Aamiin.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم