بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ahad – Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Doha, 5 Rajab 1446 / 5 Januari 2025
KITAB SHALAT
Kewajiban dan Keutamaan Shalat Berjama’ah – 2
Faedah-faedah Shalat Berjama’ah:
1. Sebagai sarana mengajari orang yang belum mengerti.
Karena dalam ibadah tidak didasari tanpa adanya dalil atau contoh Rasulullah ﷺ.
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»، رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 628 dan Ahmad, 34:157-158]
2. Melipatgandakan pahala dan menambah semangat beramal shalih.
Karena seorang muslim melihat saudara-saudaranya sesama muslim melakukan berbagai amal shalih secara konsisten, sehingga ia pun terpacu utuk mengikuti mereka.
Karena shalat berjamaah memiliki dimensi sosial yang tinggi dan mendukung persatuan kaum muslimin dalam melakukan amal kebaikan.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [al-Mâidah/5:2]
Salah satu bentuk keberkahan dalam berjamaah adalah akan mendapat “maiyyatullah” (kebersamaan Allah Ta’ala). Nabi pernah bersabda:
يَدُ اللَّهِ مَعَ الجَمَاعَةِ
“Tangan Allah bersama jama’ah”. (HR. Tirmidzi)
Shalat Jama’ah Memiliki Pahala yang Berlipat daripada Shalat Sendirian.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” [HR Bukhari – Muslim]
Dari Abu Sa’id Al Khudri, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلاَةُ فِى جَمَاعَةٍ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِينَ صَلاَةً فَإِذَا صَلاَّهَا فِى فَلاَةٍ فَأَتَمَّ رُكُوعَهَا وَسُجُودَهَا بَلَغَتْ خَمْسِينَ صَلاَةً
“Shalat jama’ah itu senilai dengan 25 shalat. Jika seseorang mengerjakan shalat ketika dia bersafar, lalu dia menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, maka shalatnya tersebut bisa mencapai pahala 50 shalat.” [HR. Abu Daud dan Ibnu Majah]
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, cara menggabungkan dua hadits ini:
1. Hakekatnya tidak ada kontradiksi, karena penyebutan jumlah yang lebih kecil tidak menafikan jumlah yang lebih besar. Demikian prinsip dari ushul Fiqh, tidak ada pembatasan jumlah. Pemahaman angka dalam Al-Qur’an atau hadits tidak ada pembatasan yang bersifat mutlak.
2. Nabi ﷺ pertama kali mengajarkan jumlah yang lebih kecil, kemudian ada tambahan dari Allah ﷻ dengan jumlah yang lebih besar.
3. Perbedaan itu tergantung pada keadaan orang yang mengerjakan shalat. Sebagian mereka mendapat 25 derajat, sementara yang lain 27 derajat, sesuai dengan kesempurnaan shalat, kekhusyukannya, banyak sedikitnya jamaah, tata cara pelaksanaannya, dan yang semisalnya. Ini adalah beberapa jawaban yang memiliki sandaran.” (Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim 2/156-157)
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (2/132) berkata bahwa penyebutan angka 27 derajat berlaku untuk shalat berjama’ah jahriyah (malam) sedangkan 25 derajat untuk shalat sirriyah (siang).
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Kadang keutamaan shalat jama’ah disebutkan sebanyak 27 derajat, kadang pula disebut 25 kali lipat, dan kadang juga disebut 25 bagian. Ini semua menunjukkan berlipatnya pahala shalat jama’ah dibanding dengan shalat sendirian dengan kelipatan sebagaimana yang disebutkan.” [Syarah Shahih Bukhari].
Apakah keutamaan ini berlaku untuk orang yang berjama’ah di rumah?
Jawabannya:
1. Hanya berjama’ah di masjid yang khusus mendapatkan keutamaan 25 atau 27 derajat, kecuali jika ada udzur.
2. Tetap didapatkan bagi orang yang tidak memiliki masjid untuk berjama’ah, seperti musafir, penduduk desa terpencil.
3. Orang yang mendapatkan udzur syar’i seperti sakit, hujan lebat, ketiduran dan lainnya.
Bagi orang yang tidak ada udzur atau malas, maka tidak mendapatkan keutamaan pelipatan pahala.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوْءَهُ ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا، أَعْطَاهُ اللهُ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلاَّهَا وَحَضَرَهَا، لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا.
“Barangsiapa wudhu’ lalu membaguskan wudhu’nya. Kemudian menuju masjid tapi dia dapati orang-orang telah selesai shalat, maka Allah Azza wa Jalla memberinya pahala orang yang melaksanakan dan menghadiri shalat jama’ah tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” [HR. Abu Daud 528]
Imam Al-Mubarak Furi rahimahullah berkata bagi orang yang tidak ada udzur dari shalat Jama’ah atau karena kelalaian, dia tidak mendapat pelipatan ganda pahala berjamaah.
Bagaimana dengan Jama’ah yang kedua (masbuk)?
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah menjelaskan bahwa pahala shalat pertama yang mendapat pelipatgandaan pahala 25 atau 27, meskipun Jama’ah yang kedua masih lebih baik dari pada shalat sendirian. Maka pendapat bahwa Jama’ah kedua (masbuk) masih mendapatkan pelipatgandaan pahala adalah keliru, karena jika demikian banyak orang yang akan terlambat dalam shalat berjama’ah.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم