بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Daurah Al-Khor Sabtu Pagi – Masjid At-Tauhid
Syarah Riyadhus Shalihin Bab 45
Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Alkhor, 25 Jumadil Awwal 1445 / 9 Desember 2023


Pertemuan 10:

https://www.assunnah-qatar.com/wp-content/uploads/2023/12/Kisah-Uwais-bin-Amir-Al-Qarni.mp3?_=1

 

Pertemuan 11: Alkhor, 3 Jumadil Akhir 1445 / 16 Desember 2023

https://www.assunnah-qatar.com/wp-content/uploads/2023/12/Kandungan-Hadits-kisah-Uwais-Al-Qarni.mp3?_=2

Bab 45 – Pertemuan 10/11: Berziarah Kepada Para Ahli Kebaikan, Duduk-duduk Dengan Mereka, Mengawani -Menemani- Mereka, Mencintai Mereka, Meminta Mereka Supaya Berziarah Ke Tempat Kita, Meminta Doa Dari Mereka Serta Berziarah Ke Tempat-tempat Yang Utama

  Hadits 13:

371. Dari Usair bin Amr, ada yang mengatakan bahwa ia adalah bin Jabir -dengan dhammahnya hamzah dan fathahnya sin muhmalah-, katanya: “Umar bin Al-khaththab ketika didatangi oleh sepasukan pembantu -dalam peperangan- dari golongan penduduk Yaman, lalu ia bertanya kepada mereka: “Adakah diantaramu semua seorang yang bernama Uwais bin ‘Amir?”

Akhirnya sampailah Uwais itu ada di mukanya, lalu Umar bertanya: “Adakah anda bernama Uwais.” Uwais menjawab: “Ya.” Ia bertanya lagi: “Benarkah dari keturunan kabilah Murad dari lingkungan suku Qaran?” Ia menjawab: “Ya.” Ia bertanya pula: “Adakah Anda mempunyai penyakit supak (belang), kemudian Anda sembuh daripadanya, kecuali hanya di suatu tempat sebesar uang dirham?” Ia menjawab: “Ya.” Ia bertanya lagi: “Adakah Anda mempunyai seorang ibu?” Ia menjawab: “Ya.”

Umar lalu berkata: “Saya pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Akan datang padamu semua seorang bernama Uwais bin ‘Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli Yaman, ia dari keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit supak lalu sembuh dari penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar uang dirham. Ia juga mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu bersumpah akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya itu -dengan sebab amat berbaktinya terhadap ibunya itu-. Maka jikalau engkau kuasa meminta padanya agar ia memintakan pengampunan -kepada Allah- untukmu, maka lakukanlah itu!” Oleh sebab itu, mohonkanlah pengampunan kepada Allah -untukku. Uwais lalu memohonkan pengampunan untuk Umar.

Selanjutnya Umar bertanya lagi: “Kemanakah Anda hendak pergi?” Ia menjawab: “Ke Kufah.” Umar berkata: “Sukakah Anda, sekiranya saya menulis -sepucuk surat- kepada gubernur Kufah -agar Anda dapat sambutan dan pertolongan yang diperlukan.” Ia menjawab: “Saya lebih senang menjadi golongan manusia yang fakir miskin.”

Setelah tiba tahun berikutnya -tahun depannya-, ada seorang dari golongan bangsawan Kufah berhaji, lalu kebetulan ia menemui Umar, kemudian Umar menanyakan padanya perihal Uwais. Orang itu menjawab: Sewaktu saya tinggalkan, ia dalam keadaan buruk rumahnya lagi sedikit barangnya -maksudnya sangat menderita.”

Umar lalu berkata: “Saya pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Akan datang padamu semua seorang bernama Uwais bin ‘Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli Yaman, ia dari keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit supak (belang) lalu sembuh dari penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar uang dirham. Ia juga mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu bersumpah akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya itu. Maka jikalau engkau kuasa meminta padanya agar ia memintakan pengampunan -kepada Allah- untukmu, maka lakukan itu!”

Orang bangsawan itu lalu mendatangi Uwais dan berkata: “Mohonkanlah pengampunan -kepada Allah- untukku. Uwais berkata: “Anda masih baru saja waktunya melakukan berpergian yang baik -yakni ibadah haji-, maka sepatutnya memohonkanlah pengampunan untukku.” Uwais lalu melanjutkan katanya: “Adakah Anda bertemu dengan Umar?” Ia menjawab: “Ya”. Uwais lalu memohonkan pengampunan untuknya.

Orang-orang banyak lalu mengerti siapa sebenarnya Uwais itu, mereka mendatanginya, kemudian Uwais berangkat -keluar dari Kufah- menurut kehendaknya sendiri.” (Riwayat Muslim)

Dalam riwayat Imam Muslim lainnya disebutkan: “Dari Usair bin Jabir bahwasanya ahli Kufah sama bertemu kepada Umar Radhiallahu’anhu dan diantara mereka ada seorang lelaki yang menghina-hinakan Uwais. Umar lalu bertanya: “Apakah di situ ada seorang dari keturunan Qaran?” Orang yang dimaksudkan itu lalu datang padanya.

Umar kemudian berkata: “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Sesungguhnya ada seorang lelaki dari Yaman, akan datang padamu semua. Ia bernama Uwais. Dia tidak meninggalkan sesuatu di Yaman itu melainkan seorang ibu. Ia mempunyai penyakit supak, lalu berdoa kepada Allah Ta’ala, lalu Allah melenyapkan penyakitnya tadi, kecuali di suatu tempat sebesar uang dinar atau dirham. Maka barangsiapa diantara engkau semua bertemu dengannya, hendaklah meminta padanya agar ia memohonkan pengampunan -kepada Allah- untuknya.”

Juga disebutkan dalam riwayat Imam Muslim lagi dari Umar, katanya: “Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baiknya kaum tabi’in ialah seorang lelaki bernama Uwais. Ia mempunyai seorang ibu dan pada tubuhnya ada putih-putih -karena penyakit supak-, maka suruhlah ia supaya memohonkan pengampunan untukmu semua.” Sabda Nabi ﷺ Ghabraan-un nas, dengan fathahnya ghain mu’jamah, saknahnya ba’ serta mad (dibaca panjang ra’nya). Artinya golongan manusia yang fakir miskin dan rakyat jelata atau rendahan dan tidak diketahui pula dari lingkungan mana sebenarnya orang itu, sedang Al-Amdad adalah jamaknya Madad, yaitu para penolong dan pembantu yang memberikan pertolongan serta bantuan kepada kaum Muslimin dalam berjihad atau perjuangan menegakkan agama Allah.

Syarah Hadits:

Hadits ini menjelaskan investigasi Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu yang mencari seseorang dari Yaman, berdasarkan wahyu dari Rasulullah ﷺ dan ini menunjukkan benarnya perkataan Rasulullah ﷺ.

Umar bin Khathab mencari Uwais bin ‘Amir dengan menanyakan asal yang umum sampai ke yang khusus agar tidak salah orang. Beliau memulai dengan menyebut asal dari Murad kemudian dari Qaran kemudian bekas penyakit kulit yang berbekas.

Uwais bin ‘Amir adalah orang yang mustajab do’anya karena sangat berbakti kepada ibunya. Sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut agar Umar memohon untuk dimintakan ampun.

Uwais bin ‘Amir memiliki sifat yang qona’ah dan tawadhu, tidak mau dimuliakan dan lebih menyukai sebagai golongan masyarakat miskin pada umumnya, tidak memanfaatkan untuk dinaikkan kedudukannya padahal Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu menawarkan untuk dipermudah urusan safarnya. Dia hanya berkata “Saya lebih senang menjadi golongan manusia yang fakir miskin.”

Hadits ini juga menyebut keadaan zaman ini, dimana orang melihat seseorang dari penampilan fisiknya yang kaya agar dia menghormatinya. Hingga pada hadits kedua orang-orang mencela Uwais bin ‘Amir Al-Qarni.

  Kandungan hadits:

1. Keutamaan Uwais bin ‘ Amir al-Qarni, bahwasanya dia adalah seorang Tabi’in yang paling baik. Hal itu dapat dilihat dari sikap tawadhu’nya dan kesibukannya mengurus kepentingan akhirat, serta tidak berbangga diri setelah dia mengetahui kedudukannya yang telah diberitahukan oleh Rasulullah ﷺ.

2. Istilah Tabi’in ditujukan kepada orang yang sempat mengetahui zaman para Sahabat Nabi ﷺ, dan tidak berjumpa dengan Rasulullah ﷺ.

Dengan demikian, penamaan “Tabi’in” merupakan penyebutan Nabawi (berasal dari Nabi ﷺ).

3. Di antara mukjizat Rasulullah ﷺ adalah pemberitahuan yang beliau berikan mengenai berbagai hal sebelum kejadiannya, dan hal itu dengan perantaraan wahyu dari Allâh ﷻ.

4. Meminta do’a dari orang-orang shalih -meskipun orang yang meminta itu lebih afdhal- dan memanfaakan kesempatan untuk meminta do’a dari orang yang (jelas) do’anya dikabulkan.

5. Mengakui keutamaan bagi pemiliknya.

6. Keutamaan berbakti kepada ibu, dan bahwasanya hal itu merupakan pengorbanan yang paling baik.

7. Keutamaan bepergian untuk beramal shalih, dan bahwasanya orang yang baru kembali dari perjalanan tersebut lebih bisa diharapkan do’anya terkabul.

8. Sifat tawadhu’ ‘Umar bin Al-Khattab Radhiyallahu’anhu dan kegigihannya untuk memperoleh kebaikan, padahal ketika itu dia adalah Khalifah bagi kaum muslimin.

9. Dalam hadits ini terdapat penjelasan mengenai cara berkenalan dengan orang-orang, yaitu dengan menyebutkan terlebih dahulu namanya, baru kemudian hal-hal yang berkenaan dengan gelar, negeri asal atau sifatnya.

10. Kegigihan Rasulullah ﷺ dalam membimbing dan mengarahkan para Sahabatnya untuk menemui orang-orang baik lagi shalih serta melihat mereka secara langsung dan memohon do’a dari mereka.

11. Diperbolehkan mengasingkan diri dari orang-orang jika dia khawatir dirinya akan terkena fitnah/ujian.

12. Manusia itu dilihat dari bagian dalam dirinya, bukan pada penampilannya. Oleh karena itu, tolok ukur yang dipakai manusia itu tidaks ama dengan tolok ukur yang dipakai oleh Allah Tabaaraka wa Ta’ala, di mana manusia cenderung melihat pada penampilan dunia (luar) dengan segala perhiasannya, oleh karena itu, tidak jarang mereka mengejek orang-orang mukmin, sedangkan Allâh ﷻ melihat kepadah hati dan amal perbuatan manusia.

   Hadits 14:

372. Dari Umar bin Al-khaththab Radhiyallahu’anhu, katanya: “Saya meminta izin kepada Nabi ﷺ untuk menunaikan umrah, lalu beliau mengizinkan dan bersabda: “Jangan melupakan kita, hai saudaraku, untuk mendoakan kita.” Beliau ﷺ telah mengucapkan suatu kalimat -meminta ikut disertakan dalam doa- yang saya tidak senang memperoleh seisi dunia ini sebagai gantinya” -maksudnya bahwa kalimat yang disabdakan oleh beliau ﷺ  diatas bagi Umar radhiallahu’anhu amat besar nilainya yakni melebihi dari nilai dunia dan seisinya.

Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan Shahih. Namun dalam Perawinya ada nama ‘Ashim bin Ubaidillah al-umari yang dhaif, namun dari segi makna benar.

  Kandungan Hadits:

1. Doa musafir mustajab, terkhusus musafir dalam rangka ibadah.

2. Diperbolehkan meminta do’a kepada orang yang shalih, akan tetapi harus berhati-hati agar tidak berlebihan. Agar tidak terjebak ke dalam kesyirikan.

3. Tawadhu’ Nabi ﷺ sehingga beliau meminta do’a kepada Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu.

Sebagian ulama tidak menyukai meminta do’a kepada orang lain, karena ia dapat mentazkiyah (menyucikan orang lain).

4. Tidak boleh meminta do’a kepada selain Allâh ﷻ. Seperti mengkultuskan sesuatu, seperti air yang sudah dido’akan. Selain itu, juga bisa merendahkan diri dihadapan makhluk, selama kita sendiri mampu melakukannya, maka  lakukanlah.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”. 

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.