بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 6 Juni 2024 / 28 Dzulqa’dah 1445.



Kajian 5 | Bab 2 – Keunggulan Bacaan Al Qur’an dan Pembacaannya di atas Lainnya

📖 Hadits 2-1:

Diriwayatkan dari Abi Mas’ud Ali Anshari Al-Badri dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:

يَؤُمُّ اْلقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ ،

“Yang paling layak mengimami shalat orang banyak (laki-laki) ialah yang paling pandai membaca Kitabullah ta’ala di antara mereka.” Hadits riwayat Muslim.

Ada dua sahabat Mas’ud : Abdullah Ibnu Mas’ud 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 dan Abi Mas’ud Al-Badri 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 (Perawi Hadits di atas).

▪️ Perawi: Namanya adalah Uqbah bin Amr bin Tsa’labah. Kun-yahnya Abu Mas’ud Al-Anshari al-Badri. Dengan kun-yah inilah ia lebih dikenal. Gelaran al-Badri adalah gelar terhormat. Mengapa? Karena diperuntukkan untuk mereka yang turut serta dalam Perang Badr. Yang Allah Ta’ala berfirman tentang mereka:

اعْمَلُوا ما شِئْتُمْ فقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ

Lakukanlah apapun yang kalian suka. Sungguh Aku telah mengampuni kalian.” [HR. al-Bukhari dalam Shahihnya No.4890]

Pendapat lainnya: beliau tinggal di Badr (dekat Mekah) dan tidak ikut perang badar. (Pendapat Imam Az-Zuhri dan Imam Bukhari rahimahumallahu).

▪️Ibnu Mas’ud adalah ahli tafsir sahabat, namanya Abdullah Ibnu Mas’ud 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 Beliau lebih lama menemani Nabi ﷺ dan beliau tahu dimana turunnya ayat Al-Qur’an dan tentang apa ayat itu diturunkan.

Dalam sebuah kesempatan, Abdullah ibn Mas’ud berkata: “Demi Allah ﷻ yang tidak Tuhan selain-Nya, tidak satupun al-Qur’an turun kecuali aku tahu dimana ia turun, dalam konteks apa ia turun. Seandainya aku tahu bahwa ada manusia yang lebih tahu dariku niscaya aku akan mendatanginya”.

Makna أَقْرَؤُهُمْ adalah yang paling fakih tentang Al-Qur’an. Maka jika hafalan lebih rendah tetapi faqih dalam agama, maka yang fakih dalam agama lebih didahulukan untuk menjadi imam meskipun lebih sedikit hafalannya.

Alasannya pada zaman sahabat, Qura’ Sahabat maksudnya adalah para sahabat yang paling paham Al-Qur’an.

Alasan lainya: dahulu para sahabat akan hafal 10 ayat sampai paham detail tafsirnya.

Seorang tabi’in bernama Abdurrahman as Sulami (Abdullah Ibnu Ubaid), ia berkata, “Para pembaca Al-Quran seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud, dan lain-lain, bercerita kepada kami bahwa mereka belajar dari Rasulullah ﷺ 10 ayat. Mereka tidak menambahnya sampai memahami makna kandungannya dan mengamalkannya. Mereka berkata, ‘kami mempelajari Al-Quran, memahaminya, sekaligus mempraktikkannya.”

Dari riwayat tersebut, kita mengetahaui bahwa sahabat Nabi itu belajar Al-Quran tiap 10 ayat. Mereka tidak ingin buru-buru mempelajari dan menghafal dengan cepat-cepat, para sahabat nabi ini belum beranjak ke ayat ke-11 kalau belum selesai mempelajari 10 ayat sebelumnya.

Selanjutnya, kebutuhan akan Fikih dalam shalat lebih diperlukan daripada bacaan Al-Qur’an nya.

Kriteria menjadi Imam selanjutnya ada dalam hadits lengkapnya berikut ini:

يَؤُمُّ اْلقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ ، فَإِنْ كَانُوْا فِى الْقِرَاءَةِ سَوَاءٌ فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ ، فَإِنْ كَانُوْا فِى السُّنَّةِ سَوَاءٌ فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً ، فَإِنْ كَانُوْا فِى اْلهِجْرَةِ سَوِاءٌ فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا (وَفِى رِوَايَةٍ : سِنًّا)، وَ لاََ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِه (وفى رواية : فِي بَيْتِهِ) وَ لاَ يَقْعُدْ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Yang (berhak) menjadi imam (suatu) kaum, ialah yang paling pandai membaca Kitabullah. Jika mereka dalam bacaan sama, maka yang lebih mengetahui tentang sunnah. Jika mereka dalam sunnah sama, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka dalam hijrah sama, maka yang lebih dahulu masuk Islam (dalam riwayat lain: umur). Dan janganlah seseorang menjadi imam terhadap yang lain di tempat kekuasaannya (dalam riwayat lain: di rumahnya). Dan janganlah duduk di tempat duduknya, kecuali seizinnya“ [HR Muslim 2/133].

📖 Hadits 2-2:

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Para ahli baca Al-Qur’an yang hadir di majelis Umar dan tempat musyawarahnya adalah orang-orang dewasa dan pemuda.

(Hadits riwayat Bukhari dalam kitab Sahihnya).

Majelis Umar adalah majelis yang merupakan kumpulan para ulama sahabat yang merupakan ahli tafsir dari kalangan kuhul (umur 30-50 tahun) dan syu’ban (anak-anak muda seperti Abdullah Ibnu Abbas 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾).

Perawi: Ibnu Abbas merupakan salah seorang sahabat yang berpengetahuan luas, sangat banyak hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma. Merupakan sahabat Nabi yang diakui kepakarannya dalam masalah tafsir. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

Orang yang paling paham tentang Al-Qur’an adalah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.” (Tafsir Ibn Katsir, 1: 13)

Madrasah tafsir yang terkenal di zaman sahabat:

  • Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma di Mekah, murid-muridnya antara lain: Mujahid, Atha’ bin Abi Rabah, Ikrimah, Said bin Jabir dan Thawus.
  • Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu’anhu di Madinah, murid-muridnya antara lain: Abul Aliyah, Muhammad ibn Ka’ab al-Qardzhi, Said bin Musayyid dan Zaid ibn Aslam.
  • Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhuma di Kufah murid-muridnya antara lain: Ibrahim an-Nakha’i, ‘Alqamah bin Qais an-Nakha’i, Abdurrahman as Sulami dan Syuraih bin Haris al-Kindi.

Ketahuilah bahwa mazhab yang sahih dan terpilih yang diandalkan oleh para ulama’ ialah bahwa pembacaan Al-Qur’an lebih utama daripada tasbih dan tahlil serta dzikir-dzikir lainnya.

Terdapat banyak dalil yang mendukung hal itu, Wallahu a’lam.

Maka, secara umum dzikir terbaik adalah membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah sebaik-baik ucapan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran.”

Kesimpulan:
1. Qari yang fakih lebih utama daripada selainnya.
2. Bacaan Al-Qur’an lebih utama daripada berdzikir jika tidak ada perintah khusus untuk berdzikir.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

Bab 3: Menghormati Ahlul Qur’an dan Larangan Mengganggu Mereka.

Allah azza wa jalla berfirman:

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari tetakwaan hati.” (Al-Hajj: 32).

Itulah yang Allah perintahkan berupa tauhid, memurnikan ibadah kepada-Nya, serta menjauhi berhala-berhala dan ucapan dusta. Dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar agama ini -diantaranya; penyembelihan hadyu dan manasik haji- maka pengagungan tersebut merupakan bentuk ketakwaan hati terhadap Tuhannya.

Terdapat bimbingan Nabi untuk senantiasa memperhatikan amalan batin/hati, berusaha untuk memperbaikinya; karena taqwa itu tempatnya di hati, dan sebagai barometer kebaikan pada diri seseorang.

Orang-orang yang mengagungkan syiar-syiar haji maka lebih layak dalam menghormati Ahlul Qur’an.

Karena “Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang muslim.” (HR An-Nasa’i).

Ulama adalah pewaris para nabi, maka Luhumul Ulama’ Masmuumah (daging ulama itu beracun). Hendaknya dengannya kita menghormati ahlul Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman:

وَٱخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (Assy-Syu’ara’: 215).

Yaitu, dengan sikap lembutmu, tutur katamu yang halus kepada mereka, rasa sayang dan cintamu kepada mereka serta akhlak mulia dan seluruh kebaikanmu terhadap mereka.

Dan sungguh nabi melakukan semua ini, sebagiamana Allah ﷻ firmankan,
“maka disebakan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu,” (ali-imran:160)

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an :

وَٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ بِغَيْرِ مَا ٱكْتَسَبُوا۟ فَقَدِ ٱحْتَمَلُوا۟ بُهْتَٰنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. Al-Ahzab ayat 58).

Orang-orang yang telah menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dengan perkataan maupun perbuatan yang tercela, dengan mencela/mengumpat atau menganiaya atau membunuh seorang mukmin, maka sejatinya mereka telah membawa beban dusta yang buruk.

Ibnu Abbas mengatakan: Ayat ini turun untuk Abdullah bin Ubai dan orang-orang yang bersamanya. Mereka menghasut Aisyah radliyallahu ‘anha. Nabi berkata: Siapa memintakan maaf untuk orang yang telah menyakitiku, serta mengumpulkan di dalam rumahnya beserta orang-orang yang menyakitiku. Muqatil berpendapat bahwa ayat ini turun untuk Ali, karena beberapa orang munafik telah menyakitinya.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم