بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Senin – Kitab Ad Daa’ wa Ad Dawaa’
Karya: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd Hafidzahullah
Al Khor, 12 Dzulqa’dah 1445 / 20 Mei 2024.
🎞️ Video Kajian Online via Facebook Assunnah Qatar
BAB VIII AL-HUBB (CINTA)
Macam-macam Cinta
Kesempurnaan Cinta yang Paling Tinggi (Al-Khullah)
Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas masalah Tatayyum yang Merupakan Puncak Tingkatan Cinta.
Yang dimaksud dengan tatayyum adalah penghambaan (peribadahan) pencinta terhadap yang dicintainya.
Dan Hakikat peribadahan adalah menghinakan diri dan tunduk kepada yang dicintai.
Kali ini kita membahas Al-Khullah. Ia mengandung puncak dan akhir kecintaan sehingga dalam hati orang yang mencintai tidak lagi tersisa kelapangan untuk selain yang dicintainya. Tingkatan cinta ini tidak lagi menerima segala bentuk perserikatan. Kedudukan ini hanyalah dikhususkan untuk dua orang, Ibrahim dan Muhammad-semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk keduanya-sebagaimana sabda Nabi:
(( إِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي خَلِيْلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيْلًا.))
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil (kekasih), sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih.” (HR. Muslim (no. 532), dari Jundub).
Disebutkan dalam kitab as-Shahih, dari Rasulullah, bahwasanya beliau bersabda:
(( لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذَا مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ خَلِيْلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلًا، وَلَكِنَّ صَاحِبَكُمْ خَلِيْلُ اللَّهِ.))
“Sekiranya aku mengambil kekasih dari penduduk bumi ini, tentulah aku menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, tetapi sahabat kalian ini -yaitu Nabi Muhammad-adalah kekasih Allah.” (HR. Al-Bukhari (no. 3456) dan Muslim (no. 2383).
Disebutkan dalam hadits yang lain:
(( إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى كُلِّ خَلِيْلٍ مِنْ خُلَّتِهِ.))
“Sesungguhnya aku berlepas diri kepada setiap kekasih dari mengasihinya.” (HR. Muslim (no. 2383).
Tatkala Ibrahim memohon keturunan dan dikabulkan oleh-Nya, lalu hati beliau terikat oleh cinta kepada anaknya hingga kemudian cintanya terbagi, maka Allah pun cemburu terhadap kekasih-Nya itu disebabkan dalam hati Ibrahim ada tempat untuk selain-Nya. Karena itu, Dia memerintahkan Ibrahim menyembelih anaknya. Perintah ini terjadi dalam mimpi, tidak lain supaya pelaksanaannya menjadi ujian dan cobaan yang lebih berat. Maksud perintah tersebut bukanlah untuk menyembelih anak itu secara nyata, tetapi maksudnya adalah menyembelih kecintaan terhadap anak tersebut dari hatinya, agar hati Ibrahim kembali murni untuk Allah semata. Ketika Ibrahim bersegera untuk melaksanakan perintah tersebut, karena mendahulukan rasa cinta kepada Allah daripada rasa cintanya terhadap sang anak, tercapailah pokok dari tujuan tersebut, sehingga perintah penyembelihan terhadap anaknya pun dicabut, lalu digantikan dengan sembelihan yang agung (kurban).
Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu lalu membatalkannya secara keseluruhan, melainkan pasti akan tersisa sebagiannya atau penggantinya. Hal ini sebagaimana Allah tetap memerintah syariat penyembelihan, memberi sedekah sebelum mengadu bermunajat kepada Allah, menyisakan shalat lima waktu sesudah perintah shalat lima puluh waktu dihapuskan, namun tetap disamakan pahalanya.
Allah berkata (dalam hadits qudsi):
(( لَا يُبَدَّلُ القَوْلُ لَدَيَّ، هِيَ خَمْسٌ فِي الْفِعْلِ، وَهِيَ خَمْسُونَ فِي الْأَجْرِ.))
“Ucapan-Ku tidak dapat diubah; ia adalah shalat yang lima dalam pelaksanaan, tetapi lima puluh dari segi pahala.” (HR. Al-Bukhari (no. 7517) dan Muslim (no. 162) dari Anas bin Malik).
📖 Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :
Ini adalah penjelasan Ibnul Qayyim rahimahullah yang menjelaskan tingkatan tertinggi dari cinta. Dia mencakup sempurnanya cinta dan puncaknya. Dimana dalam hati tidak ada peluang sedikit pun ada cinta yang lain.
Ketika disebutkan Ibnul Qayyim rahimahullah, pada Al-khullah tidak ada ruang bagi cinta kecuali hanya kepada-Nya. Inilah khusus yang diberikan kepada dua hamba yang terpilih: Nabi ﷺ dan Ibrahim alaihissalam. Hingga Nabi ﷺ tidak memberi peluang cinta kepada Abu Bakar 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 meskipun beliau menginginkannya.
Maka, jika ada yang berpendapat Mahabbah lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Al-khullah, maka hakekatnya dia belum paham mengenai Al-khullah. Yaitu Ibrahim Khalilullah dan Muhammad Habibullah (Ini jelas keliru). Maka untuk apa Nabi ﷺ mengeluarkan hadits ini:
(( إِنَّ اللَّهَ اتَّخَذَنِي خَلِيْلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيْلًا.))
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil (kekasih), sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih.” (HR. Muslim (no. 532), dari Jundub).
Mahabbah Bersifat Umum, sedangkan Khullah Bersifat Khusus
Sebagian orang yang keliru menyangka mahabbah (cinta) itu lebih sempurna dibandingkan khullah. Mereka berpendapat bahwa Ibrahim adalah khalilullah dan Muhammad adalah habibullah. Persangkaan ini adalah kebodohan karena mahabbah bersifat umum, sedangkan khullah bersifat khusus. Dengan kata lain, khullah adalah puncak dari mahabbah. Nabi telah mengabarkan bahwasanya Allah menjadikan beliau sebagai khalilullah seperti Ibrahim.
Rasulullah juga menafikan adanya khalil bagi beliau selain Allah. Meskipun demikian, beliau pernah mengabarkan kecintaannya terhadap Aisyah, Abu Bakar, Umar, dan Sahabat lainnya.
HR. Al-Bukhari (no. 3462) dari Amr bin al-‘Ash, dia bertanya kepada Nabi: “Siapakah yang paling engkau cintai? Nabi menjawab: “Aisyah.” la bertanya lagi: “Dari kalangan pria?” Nabi menjawab: “Ayahnya.”
Allah juga berfirman mengenai diri-Nya:
… يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِرِينَ )
“… Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
… يُحِبُّ الصَّابِرِينَ )
“… Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali ‘Imran: 146)
… يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali ‘Imran: 148)
… يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ )
“… Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS. Al-Mâ-idah: 42)
Seorang pemuda yang bertaubat adalah habibullah, sedang sebutan khalilullah hanya dikhususkan untuk dua orang, yaitu Ibrahim dan Muhammad. Hal tersebut (Yaitu, pendapat bahwa mahabbah lebih sempurna daripada khullah) lahir dari sedikitnya ilmu dan pemahaman tentang Allah dan Rasul-Nya.
Hamba Meninggalkan Perkara yang Dicintai demi Sesuatu yang Lebih Dicintai dan Diinginkannya
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa tidaklah seorang hamba meninggalkan perkara yang dicintai dan diinginkannya, melainkan karena adanya perkara lain yang lebih dicintai dan diinginkannya. Hamba itu meninggalkan sesuatu yang kurang dicintainya untuk mendapatkan hal yang lebih dia cintai; sebagaimana seseorang melakukan perkara yang dibenci untuk mendapatkan sesuatu lebih dicintainya daripada kebenciannya atas perbuatan tadi; atau untuk membebaskan diri dari suatu perkara yang dibencinya, sementara kebenciannya terhadap perkara tersebut lebih besar dibandingkan kebenciannya terhadap perbuatan tadi.
Telah dijelaskan pula keistimewaan akal, yaitu ia mengedepankan sesuatu yang paling dicintai daripada yang kurang dicintai, serta mendahulukan kebencian yang paling ringan daripada kebencian yang paling kuat. Sudah dijelaskan bahwasanya hal ini termasuk kesempurnaan kekuatan cinta dan benci.
Hal ini tidak akan sempurna tanpa adanya dua faktor berikut:
1. Kekuatan pengetahuan.
2. Keberanian hati.
Hilangnya faktor tersebut ataupun melakukan perbuatan yang berseberangan dengannya bisa jadi disebabkan lemahnya pengetahuan. Akibatnya, pelakunya tidak mengetahui tingkatan-tingkatan cinta dan benci menurut yang semestinya, atau karena adanya kelemahan dalam hati dan jiwa, sehingga dia tidak mampu mengedepankan perkara yang paling baik, meskipun ia mengetahuinya. Jika pengetahuan seseorang benar, jiwanya kuat, dan hatinya berani mengedepankan perkara yang paling dicintai dan tidak terlalu dibenci, maka dia telah mendapatkan taufik dalam meraih sebab-sebab kebahagiaan.
Ada sebagian manusia yang kekuasaan syahwatnya lebih kuat dibandingkan akal dan imannya, sehingga yang lebih kuat memaksa yang lemah, dan sebagian di antara mereka ada yang kekuasaan akal dan imannya lebih kuat dibandingkan dengan syahwatnya.
Jika banyak orang sakit yang diawasi oleh dokter dari makanan dan minuman yang membahayakan, tetapi mereka justru mengkonsumsinya karena mengikuti selera dan mengedepankan hawa nafsunya di atas akal, sehingga dokter menamakannya sebagai orang yang “tidak patuh”. Mirip seperti itu pula mayoritas orang yang sakit hatinya, yaitu mereka mengutamakan hal-hal yang justru memperparah sakit mereka disebabkan kuatnya hawa nafsu.
Asal setiap keburukan adalah sedikitnya pengetahuan serta kelemahan dan kerendahan jiwa. Sebaliknya, asal setiap kebaikan adalah kesempurnaan pengetahuan yang diiringi oleh kekuatan, kemuliaan, dan keberanian jiwa.
Cinta dan keinginan merupakan pokok dan landasan dari segala sesuatu, sedangkan benci merupakan pokok dan landasan dari meninggalkan sesuatu. Dua kekuatan yang terdapat dalam hati tersebut merupakan asal dari kebahagiaan atau kesengsaraan seorang hamba.
Adanya tindakan yang dipilih adalah karena adanya sebab, yaitu cinta dan keinginan. Adapun tidak adanya tindakan, maka terkadang dikarenakan tidak adanya sebab, namun terkadang disebabkan oleh kebencian yang mencegah tindakan tersebut. Inilah letak keterkaitan perintah dan larangan yang dinamakan dengan kaff (menahan diri), sekaligus tempat keterkaitan pahala dan hukuman.
Dengan penjelasan ini hilanglah kerancuan dalam masalah tark (meninggalkan atau tidak mengerjakan suatu perbuatan), 450 apakah ia merupakan perkara yang ada (wujudi) ataukah tiada (‘adami)?
Penjelasan yang rinci dan tepat dalam masalah ini terfokus pada dua alasan, yakni seputar mengapa seseorang tidak mau mengerjakan suatu perbuatan.
Jika dikarenakan tidak adanya sebab yang mengarah kepada hal itu, maka ia adalah perkara yang tiada (‘adami). Namun, jika disebabkan oleh adanya sebab yang mencegah tindakan tersebut, maka ia merupakan perkara yang ada (wujudi).
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم