بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Daurah Spesial Al-Khor
🎙️ Ustadz Haris Abu Naufal 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
🗓️ Al-khor, 14 Syawal 1446 / 12 April 2025
Kembali Fokus kepada Dakwah Tauhid
Utsman bin ‘Affan bercerita bahwa ada beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedih hati ketika beliau wafat, sehingga hampir-hampir sebagian dari mereka menjadi was-was.
Utsman berkata, “Aku termasuk dari mereka, ketika aku sedang duduk di bawah bayangan salah satu tembok, lewatlah Umar di hadapanku kemudian mengucapkan salam kepadaku, akan tetapi aku tidak sadar kalau dia lewat dan memberi salam.
Diapun berlalu hingga menemui Abu Bakar, kemudian dia berkata kepadanya, “Ada sesuatu yang akan mengejutkanmu, sesungguhnya aku lewat di hadapan Utsman dan memberi salam kepadanya, akan tetapi dia tidak menjawab salamku.”
Maka pada masa pemerintahan Abu Bakar datanglah Umar dan Utsman mengucapkan salam kepadaku, kemudian Abu Bakar berkata, “Saudaramu Umar telah datang kepadaku dan mengatakan bahwa dia lewat di hadapanmu kemudian mengucapkan salam, akan tetapi kamu tidak menjawabnya, maka apa yang menyebabkan kamu melakukan demikian?” Aku menjawab, “Aku tidak melakukannya.” Umar berkata, “Ya, demi Allah, kamu telah melakukannya, akan tetapi itu karena kesombongan kalian wahai bani Umayyah.” Aku menjawab, “Demi Allah, aku tidak pernah merasa jika kamu lewat dan memberi salam kepadaku.” Abu Bakar berkata, “Utsman benar, sungguh kamu telah disibukkan suatu urusan darinya.” Aku berkata, “Ya.” Umar bertanya, “Urusan apakah itu?” Aku berkata, “Allah mewafatkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum kita menanyakannya tentang keselamatan urusan ini.”
Abu Bakar berkata, “Aku telah menanyakannya tentang urusan itu.” Aku berdiri mendekatinya dan berkata kepadanya, “Demi ayah dan ibuku engkau lebih berhak terhadapnya.” Abu Bakar berkata, “Aku bertanya, wahai Rasulullah bagaimana keselamatan urusan ini?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menerima sebuah kalimat dariku yang pernah aku tawarkan kepada pamanku kemudian dia mengembalikannya kepadaku, maka kalimat itu menjadi keselamatan baginya.”
Kalimat itu adalah laa ilaaha illallah… inti kalimat tauhid, inti dari ajaran Islam.
Kita lihat dua sahabat Abu Bakar dan Utsman bin Affan memikirkan hal yang sama, kunci keselamatan… Subhanallah.
Inti ajaran Islam adalah tauhid. Para sahabat selalu diingatkan tentang tauhid, hingga Rasulullah pernah khawatir hingga berkata: ”Ya Allah! Janganlah engkau jadikan kuburku menjadi berhala (yang disembah). Allah melaknat orang-orang yang mengakibatkan kubur nabi-nabi mereka menjadi tempat ibadah” (HR. Ahmad no. 7358. dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah). Padahal kalau kita renungkan, apa yang perlu dikhawatirkan dari sahabat Abu Bakar, Umar dan Ustman Radhiyallahu’anhum?
Inilah pentingnya tauhid dan akidah, jika seseorang meremehkan kajian tauhid maka itu sebuah kekejian, Tauhid adalah hak Allah ﷻ, jika kuat dalam tauhid, maka semakin kuat keimanan kita.
Rasul yang pertama diutus ke muka bumi sampai penutup para Rasul, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, semuanya mendakwahkan sebagaimana yang Allah perintahkan,
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ {25}
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.” (QS. Al Anbiya’:25)”.
Dalam Al-Qur’an, Yakub ( يعقوب) bertanya kepada anak-anaknya, “Apa yang akan kalian sembah setelah aku mati?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya berserah diri kepada-Nya.” (Al-Baqarah 2:133).
Thufail bin Amr ad-Dausi adalah seorang tokoh penting dalam sejarah Islam. Ia adalah seorang pemuka kabilah Daus di masa Jahiliah, dan kemudian menjadi seorang sahabat Nabi ﷺ . Thufail dikenal karena kepemimpinannya, kecerdasannya, dan kedermaiannya.
Sebelum masuk Islam, Kaum Quraisy senantiasa berupaya mencegah Thufail bertemu Nabi ﷺ. Mereka terus berusaha memutus pertemuan keduanya dengan beragam cara, di antaranya menjamu dan mendampingi Thufail dengan aneka kesenangan, kemewahan, dan kenikmatan. Mereka menakut-nakuti Thufail agar tidak berjumpa Rasulullah ﷺ dengan mengatakan bahwa Rasul memiliki ucapan seperti sihir hingga dapat memisahkan seseorang dari ayahnya, saudaranya, ibunya, suami atau istrinya, dan kerabatnya.
Tetapi Allah berkehendak beliau masuk Islam, singkat cerita Thufail juga menyerukan segala hal tentang Islam kepada ibu dan istrinya. Keduanya pun lalu masuk Islam. Setelah seluruh keluarganya memeluk Islam, Thufail mengajak kerabat dan kaumnya agar memeluk Islam juga.
Dia berkata kepada isterinya, pergi dan mandilah di air Dzi asy-Syura. Pergilah, mandilah di sana jauh dari penglihatan orang-orang aku menjamin bahwa batu pejal itu tdak akan melakukan apa pun terhadapmu.
Dia pun pergi untuk mandi, kemudian dia datang, aku menjelaskan Islam kepadanya, maka dia masuk Islam.
Faedah dari kisah ini adalah Thufail hanya belajar sebentar kepada Nabi ﷺ, tetapi Thufail paham prinsip akidah bahwa batu di air Dzi asy-Syura tidak akan memberi manfaat dan mudharat.
Maka, Tashfiyah dan tarbiyah merupakan inti dakwah dan azas jalan Islam yang telah dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany. Tashfiyah berarti pemurnian, sedangkan tarbiyah berarti pendidikan.
Tashfiyah dan tarbiyah harus berjalan beriringan. Misalnya, jika suatu negeri melakukan tashfiyah dalam bidang aqidah, maka ini merupakan peristiwa besar dalam masyarakat Islam. Buat apa mereka shalat dan akhlaknya baik kalau mereka akidahnya rusak.
Kita lihat di Indonesia, fenomena habaib yang sangat laku meskipun yang diajarkan terkadang menyimpang dan jauh dari Tauhid Islam.
Suatu ketika, Syaikh ditanya ada kelompok yang selalu mengajarkan kebaikan, akhlaknya baik dan baik mengajak para pemabuk masuk masjid. Bagaimana tanggapan anda mengenai hal ini?
Syaikh menjawab, hakikat dakwah islam adalah pembersihan hati dari aqidah yang fasid, kalau sekedar shalat, orang-orang munafikun yang satu shaf bersama Abu Bakar dan diimami Nabi ﷺ, akankah bermanfaat.? Tidak sama sekali! Mereka berjihad dan berinfak tetapi semuanya tidak bermanfaat karena akidahnya rusak.
Maka, jika dakwah takut kepada tauhid, hanya mencari pengikut, maka itu akan merusak bukan membangun, karena semuanya berawal dari Tauhid.
Siapa yang mengaku dakwah salafiyah, tetapi dakwahnya tidak menyangkut masalah tauhid maka perlu dipertanyakan pengakuannya.
Makna Aqidah
Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan. Seperti halnya akad pernikahan yang berarti ikatan pernikahan yang menghalalkan yang tadinya haram.
Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah secara umum adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Maka akidah bermacam-macam, seperti akidah Syiah jika akidahnya kuat, maka akan sulit lepas darinya. Hingga Imam Asy-Syafi’i rahimahullah memfatwakan tidak sah shalat dibelakang mereka, sama halnya shalat bersama dengan orang kafir.
Maka, kita sebagai umat Islam, harus lebih kuat menanamkan akidah yang shahihah kepada anak-anak kita.
Aqidah syar’iyyah adalah imannya seorang muslim kepada Allah ﷻ dengan iman yang jujur dan pasti yang tidak ada keraguan sedikitpun ke dalam hatinya.
Sedangkan Iblis kerjaannya selalu menggoda manusia hingga masuk neraka. Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian mengutus pasukannya. Prajurit yang kedudukannya paling dekat dengannya adalah prajurit yang paling besar kejahatannya.
عن جابر رضي الله عنه ، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «إنَّ إبليسَ يضعُ عرْشَه على الماء، ثم يَبْعَث سَراياه، فأدْناهم منه منزِلةً أعظمُهم فتنةً، يجيء أحدهم فيقول: فعلتُ كذا وكذا، فيقول: ما صنعتَ شيئًا. قال: ثم يجيء أحدهم فيقول: ما تركتُه حتى فَرَّقتُ بينه وبين امرأتِه، قال: فيُدْنِيه منه ويقول: نعم أنت». قال الأعمش: أراه قال: «فيَلْتَزِمُه».
[صحيح] – [رواه مسلم]
Dari Jābir -raḍiyallāhu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian mengutus pasukannya. Prajurit yang kedudukannya paling dekat dengannya adalah prajurit yang paling besar kejahatannya. Seorang prajuritnya datang lalu berkata, “Aku sudah melakukan ini dan itu.” Iblis berkata, “Engkau belum melakukan apa-apa.” Nabi bersabda, “Lantas prajurit yang lain datang lalu berkata, “Aku tidak meninggalkan (manusia) sampai aku memisahkan antara dia dengan istrinya.” Nabi bersabda, “Selanjutnya iblis mendekatkan prajurit itu kepada dirinya dan berkata, “Ya, engkau telah melakukannya.” Al-A’masy berkata, “Aku mengira beliau bersabda, “Lantas Iblis mendekapnya.”
[Hadis sahih] – [Diriwayatkan oleh Muslim]
Ibnul-Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan dalam talbis iblis, bahwasannya senjata dan pertama yang mereka lakukan adalah menggoda agar melakukan kesyirikan kepada Allah ﷻ. Mereka akan berusaha agar manusia kufur kepada Allah ﷻ, dan mereka cukup melakukannya dengan membungkusnya dengan mencintai orang-orang shalih yang berlebihan, hingga berdo’a dan istighasah sebagai penyembah kubur. Dia masih merasa sebagai orang Islam, tetapi tetap menyekutukan-Nya.
Jika ada yang mengingatkannya maka mereka akan menjawab dengan kalian membenci para wali Allah ﷻ. Inilah senjata iblis yang luar biasa.
Syaikh Alu Syaikh menceritakan di Mesir ada kuburan Baidhawi, setiap mereka melewati kuburan itu orang-orang akan melempar uang agar dibalikkan rezekinya. Suatu saat ada seorang penuntut ilmu yang naik taksi dan saat lewat didepannya si sopir turun untuk melempar uang, dan si penuntut ilmu tersebut mengingatkannya. Hingga si sopir berlalu tanpa memberi uang dan menyupiri dengan keringat dingin, walhamdulillah selamat sampai tujuan.
Kemudian si penuntut ilmu berkata, saya sudah ingatkan bahwa kubur tidak akan memberi manfaat dan mudharat kepada kita… Dan si sopir bertaubat. Bahwa selama ini ia ingat kepada Baidhawi, bukan ingat kepada Allah ﷻ.
Kemudian, aksesoris kuburannya dicuri, setelah ditangkap dia berkata, bukankah dia orang shaleh yang memiliki keutamaan, maka mereka berkata, ini kan mayit…?! Fitrahnya muncul bahwa mayit yang sudah meninggal tidak dapat memberikan manfaat maupun mendatangkan mudharat.
Inilah dakwah salafiyah. Dakwah fitrah yang mengajarkan ketauhidan yang masuk akal. Inilah hidayah terbesar! Maka, jagalah dan peliharalah!
Syirik
Syirik adalah meyerupakan Allah ﷻ dengan makhluk-Nya yang itu merupakan bagian dari kekhususan Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syu’ara Ayat 97-98:
تَٱللَّهِ إِن كُنَّا لَفِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ
“demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata,
إِذْ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam”.
Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu’anhu, dia menceritakan: Dahulu kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Sedangkan pada saat itu kami masih baru saja keluar dari kekafiran (baru masuk Islam, pent).
Ketika itu orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon yang mereka beri’tikaf di sisinya dan mereka jadikan sebagai tempat untuk menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut dengan Dzatu Anwath.
Tatkala kami melewati pohon itu kami berkata, “Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allahu akbar! Inilah kebiasaan itu! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telah mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Isra’il kepada Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Musa berkata: Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bertindak bodoh.” (QS. al-A’raaf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian.”
(HR. Tirmidzi dan beliau mensahihkannya, disahihkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam takhrij as-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim, lihat al-Qaul al-Mufid [1/126])
Hadits ini menunjukkan bahwa orang-orang musyrik di kala itu memiliki keyakinan yang keliru terhadap Dzatu Anwath, yang hal itu mencakup tiga perkara: [1] Mereka mengagung-agungkan pohon tersebut, [2] Mereka melakukan i’tikaf (berdiam dalam rangka ibadah) di sisinya, [3] Mereka menggantungkan senjata-senjata mereka dalam rangka mengharapkan keberkahan pohon tersebut mengalir kepada senjata-senjata mereka sehingga diharapkan senjata itu menjadi lebih tajam dan mendatangkan kebaikan yang lebih bagi orang yang membawa senjata tersebut (lihat at-Tam-hid, hal. 132).
Maka, yang diyakini mereka adalah kekhususan yang dimiliki Allah ﷻ yang tidak dapat dilakukan oleh sebatang pohon. Lain halnya jika kita meyakini karena dengan adanya pohon kita bisa berteduh atau berlindung dari binatang buas.
Contoh lainya adalah seseorang yang berjualan es tetapi diurungkan karena turunnya hujan dan yang lain mengurungkan jualan karena melihat burung gagak (tathoyur), dua hal yang sama tetapi secara hukum berbeda.
Suatu ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat Adi bin Hatim mengenakan kalung salib. Ia sebelumnya adalah Nasrani. Kemudian Nabi menyuruhnya untuk melepas kalung tersebut karena itu adalah simbol agama lain. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membacakan ayat:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ
“Mereka menjadikan rahib-rahib dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan selain Allah.” (QS. At-Taubah[9]: 31)
Maka Adi bin Hatim bertanya kepada Nabi: “Ya Rasulullah, kami dahulu tidak menyembah pendeta-pendeta kami.” Maka Nabi menjelaskan bahwa maksudnya bukanlah ruku’ dan sujud menyembah Pendeta atau Rabi mereka. Akan tapi Nabi mengatakan kepada Adi bin Hatim:
أَجَلْ , وَلَكِنْ يُحِلُّوْنَ مَا حَرَّمَ اللهُ فَيَسْتَحِلُّونَهُ وَيُحَرِّمُوْنَ عَلَيْهِمْ مَا أَحَلَّ اللهُ فَيُحَرِّمُوْنهُ , فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ لَهُمْ
“Ya, akan tetapi mereka (Pendeta/Rabi) menghalalkan apa yang Allah haramkan, lalu merekapun ikut menghalalkannya juga. Dan mereka (Pendeta/Rabi) mengharamkan apa yang Allah halalkan, lalu merekapun ikut mengharamkannya juga. Itulah ibadah mereka kepada Pendeta dan Rabi mereka.” (HR. Baihaqi)
Ini yang dilakukan oleh orang-orang yang diperdaya oleh iblis. Mereka akan digiring melalui pintu taqlid buta terhadap nenek moyang ataupun leluhur mereka. Dan dalam hadits ini mereka para pendeta menghalalkan apa yang Allah ﷻ haramkan dan ini khusus adalah hak Allah ﷻ.
Dan banyak contoh lain yang merupakan penyimpangan berbagai kelompok dalam menafsirkan dakwah tauhid yang sebenarnya. Wallohu’alam.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم