بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Online 13 – Daurah Ramadhan 1445H
Doha, 13 Ramadhan 1445 / 23 Maret 2024
Bersama Ustadz Hari Susanto 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
▶️ Watch this video Facebook
Kaya bukan Berarti Mulia, Miskin bukan Berarti Hina
Hadirin Rahimakumullah…
Sepertiga Ramadhan telah kita lewati, maka selayaknya kita introspeksi diri masing-masing. Jika amalan-amalan di dalam Ramadan ini telah banyak kita lakukan, bersyukur lah dan memohon keistiqomahan kepada Allah ﷻ. Namun sebaliknya, jika masih kurang, berusahalah dan berdo’a agar diberikan taufik oleh Allah ﷻ.
Kaya dan miskin adalah bagian dari takdir Allah ﷻ. Tidak semuanya kaya dan tidak semuanya miskin. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 30:
اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗاِنَّهٗ كَانَ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا ࣖ
Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.
📖 Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya : “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”
Ketahuilah bahwasanya kemiskinan dan kekayaan hanyalah ujian. Kaya atau miskin bukan urusan mulia atau hina. Kekayaan bisa berarti siksaan, sedangkan kemiskinan bisa jadi karunia.
Keduanya tak lebih dari ujian; mana yang mulia atau mana yang hina tergantung bagaimana masing-masing di antara kita menyikapi ujian tersebut.
Namun, kebanyakan sikap manusia adalah sebaliknya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Rabbku telah memuliakanku”. Adapun bila Rabbnya (Allâh) mengujinya, lalu membatasi rezekinya (menjadikannya hidup dalam kekurangan), maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku”. (QS. Al-Fajr: 15-16)
Allah ﷻ berfirman, mengingkari sifat manusia yang apabila Allah meluaskan baginya dalam hal rezeki untuk mengujinya melalui rezeki itu, maka ia menganggap bahwa hal itu merupakan kemuliaan dari Allah ﷻ untuk dirinya. Padahal kenyataanya tidaklah demikian, bahkan sebenarnya hal itu merupakan ujian dan cobaan…
Ayat di atas menerangkan bahwasanya Allah Ta’ala menguji hamba-Nya dengan memberikan kenikmatan dan melimpahkan rezeki atasnya. Allah juga menguji manusia dengan sempitnya rezeki. Keduanya adalah ujian dan cobaan.
Rezeki ada dua jenis:
1. Rizquddien (Rezeki agama) berupa keistiqomahan dan ketaatan. Diberikan hanya kepada hamba-Nya Yang dicintai-Nya.
2. Rizquddunya (Rezeki dunia) seperti harta, anak-anak dan lain sebagainya. Diberikan kepada siapa pun baik yang dicintai maupun tidak.
Seperti halnya Nabi Sulaiman alaihissalam yang diberikan harta dan kerajaan, dan beliau bersyukur. Di sisi lain Qarun diberikan harta melimpah tetapi durhaka. Ini membuktikan Allah ﷻ memberikan nikmat dunia kepada siapa saja yang dikehendaki.
Dalam surat An-Naml ayat 40, Allah ﷻ berfirman :
هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ
Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya)
Sebaliknya Qarun berkata dalam surat Al-Qashash ayat 78:
قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ عِنْدِيْۗ اَوَلَمْ يَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهٖ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَّاَكْثَرُ جَمْعًا ۗوَلَا يُسْـَٔلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ الْمُجْرِمُوْنَ
Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.
Standar yang Salah: Kemuliaan adalah Kekayaan
Ketahuilah bahwa kaya dan miskin bukanlah tanda orang itu mulia dan hina. Karena orang kafir saja Allah beri rizki, begitu pula dengan orang yang bermaksiat pun Allah beri rizki. Jadi rizki tidak dibatasi pada orang beriman saja. Itulah lathif-nya Allah (Maha Lembutnya Allah).
Jika standar kemuliaan adalah harta, maka akan timbul sifat sombong dan congkak diantara manusia.
Dalam surat Qasas ayat 76 Allah Ta’ala berfirman :
۞ إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيْهِمْ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ مِنَ ٱلْكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلْعُصْبَةِ أُو۟لِى ٱلْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُۥ قَوْمُهُۥ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْفَرِحِينَ
Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”.
Standar yang Salah: Miskin adalah Kehinaan
Hal ini akan melahirkan sifat rendah diri dan minder. Akan banyak manusia menjadi penjilat kepada orang-orang kaya.
Demikian juga sifat hasad, iri dan dengki akan menjalar dan bahayanya menuduh Allah ﷻ tidak berlaku adil.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash Ayat 79:
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِۦ فِى زِينَتِهِۦ ۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا يَٰلَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآ أُوتِىَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
Qarun tidak menghiraukan nasehat dari kaumnya, kemudian dia keluar dari tempat tinggalnya dengan penuh kesombongan bersama kendaraan, harta, dan pelayannya.
Pemandangan ini membuat orang-orang yang lemah imannya yang terbuai oleh keindahan dunia dari akibat buruk yang hadir setelah menikmatinya. Mereka ingin sekali mendapatkan kenikmatan dunia sehingga mereka mengganggap Qarun sebagai orang yang mendapat jatah yang banyak dari kenikmatan itu.
Standar Kemuliaan yang benar:
1. Taqwa
Allah sendiri menegaskan yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa.
Ayat yang patut jadi renungan saat ini adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)
Ath Thobari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath Thobari, 21:386)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari keturunan kalian” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 169)
2. Akhirat lebih baik dari pada dunia
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Qasas ayat 80:
وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar”.
Terdapat kelompok lain yang Allah beri mereka pemahaman dan kebijaksanaan dalam menilai segala sesuatu dengan penilaian yang benar, dan lebih mementingkan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia, serta tidak terlena oleh kemilau harta yang fana.
Dalam surat Yusuf ayat 57:
وَلَأَجْرُ ٱلْءَاخِرَةِ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ
Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa.
Dalam surat Al-A’la ayat 17 Allah ﷻ berfirman :
وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰٓ
Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
Penutup
Bagi yang diberi harta bersyukurlah karena diberikan harta yang lebih, manfaatkanlah untuk berbagi dengan yang membutuhkan.
Jangan sombong dengan hartamu karena semua akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban. Akan dihisab lebih panjang karena banyaknya harta…
Bagi yang ditakdirkan miskin, bersabarlah dan hilangkan sifat iri dan dengki. Bersifatlah qona’ah dengan apa yang Allah ﷻ takdirkan kepada kita.
Lihatlah selalu yang dibawah dalam urusan dunianya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al kholq], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan lupakan do’a seperti yang diajarkan Rasulullah ﷺ. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu,
“Wahai Syaddad bin Aus, apabila engkau melihat manusia telah menyimpan emas dan perak, simpanlah kalimat-kalimat ini.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ وَالْعَزِيْمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ عِبَادَتِك، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
Allaahumma innii as`aluka-ts tsabaata fi-l amr, wa-l `aziimata `ala-r rusyd. Wa as`aluka syukra ni`matik wa husna `ibaadatik. Wa as`aluka qalban saliiman wa lisaanan shaadiqan. Wa as`aluka min khayri maa ta`lam, wa a`udzu bika min syarri maa ta`lam, wa astaghfiruka li maa ta`lam, innaka Anta `Allaamu-l ghuyuub
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu kekokohan di atas agama, istiqamah di atas jalan yang haq, bersyukur atas nikmat-Mu, kebagusan dalam ibadah kepada-Mu, kalbu yang selamat, dan lisan yang jujur. Aku memohon kebaikan yang Engkau ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang Engkau ketahui. Aku memohon ampun kepada-Mu dari yang Engkau ketahui. Sesungguhnya, Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang gaib.”
(HR. Ahmad no. 17114, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 3228)
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم