بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Doha, 3 Rabi’ul Awal 1445 / 18 September 2023



Bab 12 – Haji dan Umrah

Kitab “Minhajul Muslim” ini merupakan panduan lengkap bagi setiap Muslim supaya dapat mengamalkan ajaran Islam secara kaffah. Terdiri dari lima bagian, yaitu akidah, adab, akhlak, ibadah dan muamalat sehingga menghimpun semua ushul (pokok) dan furu’ (cabang) syariat Islam. Setiap pokok pembahasan disertai dengan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga validitasnya tidak diragukan lagi.

Melalui pengetahuan yang benar tentang ajaran Islam maka akan tercipta generasi yang taat syariat dan pada gilirannya tercipta masyarakat yang religius dan mendapatkan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Melanjutkan pembahasan sebelumnya pada bab haji dan umrah.

Materi Kesepuluh: Tata Cara Haji dan Umrah

Orang yang hendak melakukan ibadah haji atau umrah pertama-tama memotong kukunya, mencukur kumis dan rambut kemaluannya, mencabuti rambut ketiaknya, mandi, kemudian mengenakan dua kain putih bersih yang disarungkan dan diselempangkan, serta menggunakan sendal.

Apabila telah sampai di tempat miqat shalat fardhu atau sunnah, kemudian berniat melakukan manasik dengan mengucapkan, “Labbayka Allahumma Labbayka Hajja.”

Hal ini bukan dalil dilafazkan niat untuk ibadah lainnya. Ini istidlal yang keliru dengan beberapa alasan:

  • Tujuan Talafuz bin niat dalam hal ini adalah untuk menentukan nusuk (tata cara haji)
  • Jika keliru dalam ucapan, sehingga keliru memilih jenis haji maka tak masalah, karena yang dinilai hajinya.
  • Dalam Talafuz bin niat, Rasulullah ﷺ hanya melakukannya pada jenis ibadah haji dan umrah saja.

Lafazh “Labbayka Allahumma Labbayka Hajja.” dibaca apabila ingin melaksanakan haji ifrad.
Apabila ingin menjalankan haji tamattu’ mengucapkan “Labbayka Allahumma Labbayka Umratan” (Ini tatacara yang paling utama)
Apabila ingin menjalankan haji qiran maka mengucapkan “Labbayka Allahumma Labbayka hajjan Wa Umratan”.

Boleh pula membuat persyaratan dengan Allah, dengan mengucapkan, “Inna mahalli minal ardh haitsu tahbisuni” (Sesungguhnya aku bertahallul dari sini, apabila dengan qadar dari Mu aku terhalangi untuk menyelesaikan haji).

HR. Ibnu Majah, 3111. Menurut hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi ﷺ berkata kepada Dhuba’ah binti Az Zubair, “Berhajilah dan memintalah syarat bahwa aku bertahallul disini apabila aku terhalangi. Hal itu dikarenakan saat itu dia sakit, lalu dia bertanya kepada Nabi ﷺ, maka beliau mengajarinya persyaratan tersebut”.

Seandainya dia terhalang untuk melanjutkan manasik haji atau umrah seperti karena sakit dan yang semisalnya maka dia telah bertahallul sejak berihram tadi dan tidak mendapat hukuman. Kemudian melanjutkan talbiyah dengan meninggikan suaranya namun bukan berteriak. Para perempuan tidak perlu untuk mengeraskan suaranya, namun tidak mengapa untuk mengeraskan suaranya sekadar bisa didengar oleh teman di sebelahnya.

Hendaknya menghindari hal-hal yang dapat merusak pahala amalan ibadah. Seperti sibuk bermain handphone, photo, ngobrol dan lainnya.

Dianjurkan untuk berdoa dan bershalawat kepada Nabi ﷺ setiap selesai dari bertalbiyah. Dianjurkan pula memperbaharui talbiyah setiap kali naik dan turun dari kendaraan atau bertemu dengan jamaah lain. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan:

لَبََّيْكَ اَللَّهُمَّ لَبَّيْكَ،لَبَّيْكَ لاَ شَريْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ والْمُلكَ، لاَشَرِيْكَ لَكَ

Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu.

Diharuskan menahan lisannya dari selain berdzikir kepada Allah Ta’ala dan menahan pandangan dari hal yang diharamkan Allah. Seorang haji haruslah memperbanyak berbuat baik dengan harapan menjadi haji yang mabrur. Terhadap orang orang yang membutuhkan, dia berbuat baik, tersenyum dengan riang gembira apabila bertatap wajah dengan orang lain, menghaluskan perkataaan, serta memberikan salam dan makanan.

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu“[HR at-Tirmidzi (no. 1956), Ibnu Hibban (no. 474 dan 529) dll ].

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan tersenyum dan menampakkan muka manis di hadapan seorang muslim.

Apabila telah sampai di Makkah hendaklah dia mandi untuk masuk ke sana dan melalui dataran tinggi Makkah.

Apabila telah sampai di Masjidil Haram masuk melalui pintu Bani Syaibah (Babus Salam), lalu mengucapkan, Bismillahi wa billahi Wa ilallah, Allahumma iftahli abwaba fadhlik (Dengan menyebut nama Allah, dengan izin dari Allah, dan kepada Allah, Ya Allah bukakanlah bagiku pintu pintu keutamaan Mu).

Atau do’a masuk masjid pada umumnya:

،بسْمِ اللَّه، والصَّلاَةُ والسَّلاَمُ عَلَىرَسُوْاللِّه، اَللّهُمَّ َافْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِك أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu’. ‘Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk.

Ketika melihat Ka bah, mengangkat tangan dan berkata,

“Ya Allah Engkaulah Pemberi keselamatan, dari Mu segala keselamatan maka hidupkanlah kami dengan penuh keselamatan. Ya Allah, tambahkanlah bagi Ka’bah ini kehormatan, keagungan, kemuliaan, keseganan, dan kebaikan. Kami mohon tambahkanlah bagi jamaah haji dan umrah yang menghormatinya dan memuliakannya tambahan kehormatan, keagungan, kemuliaan, keseganan, dan kebaikan. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, pujian yang hanya Dia yang berhak atasnya, dan pujian yang layak untuk kemuliaan Wajah Nya Yang Mahamulia dan Mahatinggi. Segala puji bagi Allah yang telah menyampaikanku kepada rumah Nya dan memperlihatkannya kepadaku dengan penuh kemudahan. Segala puji bagi Allah atas segala hal yang terjadi, Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengundangku untuk berhaji mengunjungi rumah Mu yang suci. Ya Allah, terimalah amal ibadahku, maafkanlah aku, dan perbaikilah segala keadaanku. Tiada Ilah selain Engkau.” (Hadits dhaif – sehingga boleh membacanya selama tidak meyakini ini perkataan Rasulullah ﷺ).

Kemudian maju menuju tempat thawaf dalam keadaan suci dan beridhthiba’ (memperlihatkan pundak kanannya) lalu menghampiri Hajar Aswad untuk menciumnya atau mengusapnya, apabila tidak memungkinkan maka cukup memberikan isyarat.

Kemudian menghadap Hajar Aswad dalam posisi berdiri tegak dan berniat thawaf dengan membaca, “Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar. Ya Allah, kami melakukan ini karena keimanan kepada Mu, karena membenarkan ajaran kitab Mu, karena memenuhi janjiku kepada Mu, dan karena mengikuti sunnah Nabi Mu Muhammad ﷺ” (Hadits Dhaif – sebagian ulama membolehkan karena adanya lafadz takbir).

Kemudian memulai thawaf dengan menjadikan Ka’bah di sisi kirinya sambil berjalan ramal (berjalan cepat – ar-Raml dengan mendekatkan langkah). Ini hanya dilakukan ketika thawaf qudum sambil berdoa, berdzikir, atau bershalawat kepada Nabi ﷺ. Ketika telah sejajar dengan Rukun Yamani,kemudian mengusapnya dengan tangan, lalu menutup satu putaran tadi dengan doa,

رَبَّنَا ءَاتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَة وَفِيْ الأخِرَةِ حَسَنَة وَ قِنَاعَذَابَ النَّار

“Ya Allah, berikanlah bagi kami kebaikan di dunia dan akhirat, dan lindungilah kami dari adzab neraka”

Selanjutnya berthawaf untuk putaran kedua dan ketika seperti tadi. Ketika menjalankan putaran keempat dia meninggalkan ramal dan berjalan dengan penuh ketenangan sampai sempurna empat putaran yang lersisa.

Setelah selesai thawaf pergi menuju Multazam untuk berdoa dengan khusyuk dan menangis, lalu menuju Maqam Ibrahim untuk shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, yaitu membaca surat Al Fatihah dan Al Kafirun pada rakaat pertama serta Al-Fatihah dan Al Ikhlash pada rakaat kedua. (Kedua surat ini berkaitan dengan Ketauhidan dan keesaan Allâh ﷻ).

Segala hal yang berkaitan dengan aktivitas manasik, tentu disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tidak perlu memaksakan diri, ambil posisi yang aman seandainya memungkinkan. Pilih tempat yang paling aman sesuai keadaan.

Kemudian menuju sumur Zamzam untuk meminum airnya sampai kenyang dengan menghadap ke arah kiblat. Ketika meminum air berdoa dengan bebas, atau baiknya membaca:

اللهم اني اسألك علما نَافِعًا، وَرِير قا واسعا، سأَلَكَ وشفاء من كل داء

“Allaahumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqan waasi’an, wasyifaa-an min kulli daa-in.”

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, dan kesembuhan dari seluruh penyakit”

Kemudian menuju Hajar Aswad untuk menciumnya kembali atau mengusapnya lalu keluar menuju tempat sa’i melalui pintu Shafa mengikuti urutan yang ada dalam firman Allâh ﷻ:

۞ اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ

Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui. (Al Baqarah: 158)

Ketika telah sampai di bukit Shafa dia menaikinya, kemudian menghadap Ka’bah dan mengucapkan,

اللهُ اَكْبَرْ, اللهُ اَكْبَرْ، اللهُ اَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Allohu-akbar 3x walilahil-hamd, La-ilaha ilalloh wahdahu lasyarikalahu lahul-mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kuli syai-inqodir. laa ilaaha illallaahu wahdah, anjaza wa’dah, wa nashoro ‘abdah, wa hazamal ahzaaba wahdah.

“Allahu Akbar (tiga kali), Bagi Allah segala pujian, Tiada ada Ilah selain Allah, dan Dia adalah satu satunya Ilah yang tiada sekutu bagi Nya. Bagi Nya seluruh kerajaan, Bagi Nya segala pujian dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada Ilah selain Allah dan Dia adalah satu satunya Ilah Yang Mahabenar janji Nya, yang menolong hambaNya, yang mengalahkan musuh-musuhNya tanpa bantuan siapa pun.”

Kemudian berdoa terserah untuk keperluan dunia dan akhirat.

Awali dengan shalawat, mendo’akan diri sendiri, kemudian keluarga terdekat dan do’a lainnya seperti titipan do’a.

Kemudian turun menuju bukit Marwah, berjalan sambil berdzikir, dan berdoa. Ketika tiba di perut lembah yang diberi tanda berupa tiang berwarna hijau dia mempercepat langkahnya sampai di tiang hijau yang kedua, setelah melewatinya maka kembali berjalan dengan penuh ketenangan sambil berdzikir, berdoa, dan bershalawat kepada Nabi ﷺ. Ini dilakukan terus menerus hingga ke bukit Marwah.

Doa diantara tanda hijau:

رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْأَعَزُّ الْأَكْرَمُ

Rabbighfir warham innaka antal a’azzul akram. Ya Rabbi ampunilah hamba dan kasihanilah,sesungguhnya Engkau Mahakuat dan Mahaagung.

Ketika telah menaiki bukit membaca takbir, tahlil, dan berdoa seperti yang dilakukan di bukit Shafa. Kemudian turun lagi berjalan menuju perut lembah dan mempercepat langkahnya lagi. Ketika sudah melewati perut lembah dan sampai di bukit Shafta, naik ke bukit kemudian bertakbir, bertahlil, dan berdoa.

Setelah itu turun lagi menuju Marwah dan melakukan hal yang serupa sampai putaran ke tujuh dengan delapan kali berhenti yaitu empat di atas bukit Shafa dan empat di atas bukit Marwah. Adapun bagi yang berumrah, setelah itu memotong rambutnya dan bertahallul dari ihramnya karena dia telah menyelesaikan ibadah umrah.

Begitu pula haji tamattu’ maka dia telah menyelesaikan umrahnya cukup dengan menyelesaikan sai dan memotong rambut. Apabila dia melakukan haji ifrad atau qiran, dan telah membawa hewan qurban maka dia wajib untuk bertahan dalam ihramnya sampai wuquf di Arafah, kemudian melempar jumrah agabah pada hari id, lalu bertahallul. Seandainya dia tidak membawa hewan qurban maka dia menyudahi hajinya dengan umrah kemudian bertahallul.

(Sebagaimana yang dilakukan para sahabat Rasulullah ﷺ pada saat haji wada. Di antara mereka ada yang betahallul dengan izin dari Rasulullah ﷺ , yaitu orang orang yang tidak membawa hewan qurban).

Apabila telah memasuki tanggal delapan Dzulhijjah maka dia harus berihram dengan niat haji yang diniatkan ketika memulai berumrah yaitu tamattu.

Adapun haji ifrad dan qiran keduanya tetap dalam keadaan berihram sedari awal. Lalu pergi menuju Mina sambil bertalbiyah pada waktu dhuha agar mendapatkan waktu siang dan malam di sana untuk menjalankan shalat lima waktu. Ketika matahari telah terbit pada hari Arafah, kemudian pergi meninggalkan Mina sambil bertalbiyah menuju Namirah melalui jalur Dhab dan berada di sana sampai tergelincirnya matahari.

Setelah itu mandi dan shalat di masjid Rasulullah ﷺ bersama imam, shalat dzuhur dan ashar dijamak taqdim dan diqashar. Setelah shalat pergi menuju Arafah untuk wuquf di sana, dan dipersilahkan untuk wuquf di tempat manapun selama masih berada di kawasan Arafah, Ini berdasarkan sabdanya, “Aku berwuquf disini, dan Arafah semuanya adalah tempat untuk wuquf” (HR. Muslim, Kitah AL Hajj, 149).

Adapun tempat paling baik untuk wuquf adalah di batu besar yang berada di bawah Jabal Rahmah yang merupakan tempat wuquf Nabi ﷺ . Dibolehkan berwuquf dalam keadaan menunggangi tunggangan, berdiri, berjalan, atau duduk, sambil berdzikir kepada Allah dan berdoa sampai maghrib dan sedikit memasuki waklu malam.

Di waktu orang orang berkumpul dan berdesak desakan menuju Muzdalifah dengan penuh ketenangan sambil bertalbiyah melalui jalur Ma’zimain dan bermalam di Muzdalifah. Sebelum meletakan perbekalannya langsung mendirikan shalat maghrib, setelah itu meletakan perbekalan baru mendirikan shalat isya. Kemudian mabit di sana sampai terbit fajar, lalu mendirikan shalat subuh.

Setelah selesai shalat langsung menuju Al Masy’aril Haram untuk berdiri di sana bertahlil, bertakbir, dan berdoa. Boleh juga untuk berdiri di mana pun di Muzdalifah. Ini berdasarkan sabdanya, Aku wuquf di sini, dan seluruh tempat ini adalah tempat wuquf”‘ (HR. Muslim, Kitab Al Hajj, 20)

Ketika fajar mulai menghilang dan sebelum matahari terbit para jamaah mengambil tujuh kerikil untuk melempar jumrah aqabah. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Mina sambil bertalbiyah.

Apabila telah sampai lembah Muhassir hendaklah mempercepat tunggangannya atau mempercepat langkahnya menuju tempat melempar batu. Ketika sampai di Mina pertama tama menuju aqabah untuk melempar jumrah tujuh kali, dianjurkan mengangkat tangan kanannya ketika melempar dan membaca, Allahu Akbar. Apabila ingin lebih baik lagi maka ucapkan, Ya Allah, jadikanlah bagiku haji yang mabrur, sai yang disyukuri, dan dosa yang diampuni. Apabila membawa hewan qurban maka disembelih, apabila tidak sanggup maka minta disembelihkan, dan boleh menyembelih di mana saja. Ini berdasarkan sabdanya, Aku berqurban di sini dan Mina seluruhnya adulah tempat berkurban. (HR. Muslim, 891, dan Abu Dawud, Kitab Al Manasik, 57).

Lalu memangkas habis atau memendekkan rambut, tetapi yang lebih utama adalah memangkas habis. Sampai disini maka dia telah bertahallul asghar. Adapun larangan-larangan haji telah halal kecuali menggauli perempuan. Ini berdasarkan sabdanya, “Apabila ada di antara kalian telah melempar jumrah aqabah dan memangkas rambut, maka telah halal baginya semua larangan kecuali (menggauli) perempuan.” (HR. Abu Dawud, 1978, ada perawi yang dhaif di sanadnya, namun hadits ini sesuai dengan perbuatan para sahabat dan ulama).

Dengan tahallul ini dia boleh untuk menutup kepala atau mengenakan pakaian kemudian pergi menuju Makkah. Apabila memungkinkan untuk melakukan thawaf ifadhah yang merupakan salah satu dari empat rukun haji, maka dia masuk ke masjid dalam keadaan suci kemudian berthawaf seperti tata cara thawaf gudum, tetapi bedanya adalah dia tidak perlu ber idhthiba( memperlihatkan pundak kanannya) dan tidak pula ramal (tidak mempercepat langkah di tiga putaran pertama). Apabila telah sempurna tujuh putaran, kemudian shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim. Apabila dia haji ifrad atau Qiran dan telah sa’i saat selesai thawaf qudum maka sa’inya yang pertama sudah cukup. Adapun bagi yang berhaji tamattu’maka dia melanjutkan dengan sai di antara Shafa dan Marwah tujuh kali seperti sa’i pertama tadi. Apabila telah selesai dari sai maka dia telah bertahallul dan tidak tersisa apa-apa dari larangan-larangan. Sebab, larangan-larangan yang haram dilakukan karena ihram telah menjadi halal.

Pada hari itu juga kemudian kembali ke Mina untuk mabit. Apabila malahari telah tergelincir pada hari pertama hari tasyriq, dia pergi untuk melempar jumrah ula sebanyak tujuh kerikil yang posisinya berada setelah masjid Al Khaif. Setiap kali melempar satu kerikil mengucapkan Allahu Akbar. Setelah selesai dari melempar, lalu menyingkir sebentar dan menghadap kiblat untuk berdoa kepada Allah dengan doa yang disenangi. Setelah itu berjalan menuju jumrah wustha untuk melempar seperti melempar jumrah ula, lalu menyingkir sebentar untuk berdoa. Kemudian berjalan menuju jumrah aqabah dan ini yang terakhir. Melemparnya tujuh kali namun setelah itu tidak berdoa. Sebab, dahulu Nabi tidak berdoa setelah itu Kemudian kembali ke tempat masing-masing.

Apabila matahari telah tergelincir pada hari kedua maka jamaah kembali bergegas untuk melempar jumrah yang tiga *) sama caranya seperti hari pertama. Apabila dia terburu-buru maka boleh tinggal di Makkah pada hari kedua ini sebelum tenggelamnya matahari. Sedangkan apabila tidak terburu-buru maka bermalam di Mina. Apabila matahari telah tergelincir pada hari yang ketiga, jamaah melempar jumrah sama seperti yang lalu, kemudian menuju Makkah. Apabila dia telah benar-benar berniat pulang ke negerinya, maka lakukanlah thawaf wada’ sebanyak tujuh putaran. Setelah itu shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, kemudian pulang ke negerinya sambil berkata:

“Tiada ada Ilah selain Allah, dan Dia adalah satu satunya Tuhan yang tiada sekutu bagi Nya. Bagi Nya seluruh kerajaan dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya kami kembali dengan bertaubat, kami beribadah kepada Rabb kami dan kami memuji Nya. Maha Benar Allah atas janji Nya, Maha Menolong hamba Nya, dan Mengalahkan musuh-musuhnya sendiri tanpa bantuan mahkluk lain”.

*) HR. Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah -4, “Kami pergi haji bersama Rasulullah disertai para perempuan dan anak kecil. Kami bertalbiyah untuk anak-anak dan melemparkan jumrah untuk mereka” Ini adalah dalil tentang bolehnya mewakili anak kecil dalam melempar jumrah. Ini juga berlaku bagi orang sakit dan yang tidak mampu.