بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Ain Khalid – Doha, 11 Rabi’ul Akhir 1446 / 14 Oktober 2024



Bagian Kelima: Muamalat | Pasal – Jual Beli

Materi Keempat: Macam-macam Jual Beli yang Terlarang

Rasulullah ﷺ melarang berbagai jenis jual beli yang mengandung kecurangan, sehingga berakibat memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah. Demikian pula jual beli yang mengandung penipuan, sehingga
menimbulkan kedengkian, pertengkaran, dan permusuhan di antara kaum Muslimin. Antara lain:

1. Jual beli barang yang belum diterima. Seorang Muslim tidak boleh membeli barang kemudian menjualnya kembali saat barang itu belum ada di tangannya. Rasulullah bersabda,

“Jika engkau membeli barang, jangan menjual kembali sebelum barang itu engkau terima”. (HR. Ahmad,3/402, Ad-Daraquthni, 3/9)

Begitu pula dalam sabdanya, “Barangsiapa membeli makanan, jangan menjual kembali makenan itu sebelum makanan itu diterimanya.” (HR. Al-Bukhari, 3/88, 89, 90).

Ibnu Abbas berkata, “Saya tidak menghitung segala sesuatu kecuali dengan yang sepadan dengannya”.

2. Jual beli di atas jual beli orang lain. Misalnya: si A membeli sebuah barang seharga Rp. 5.000,- lantas si B berkata kepada si A, “Kembalikan barang itu kepada penjualnya, karena saya menjual barang yang sama seharga Rp. 4.000,-“ Larangan ini juga berlaku ketika si B berkata kepada penjual, “Batalkan transaksi itu, saya akan membeli barang itu darimu seharga Rp. 6.000,-“

Larangan ini karena adanya sabda Rasulullah “Janganlah sebagian kalian berjual beli di atas jual beli sebagian yang lain.” (HR. At-Tirmidzi, 1292, lbnu Majah, 2171, Ahmad, 2/63, dan An-Nasa’i, KItab Al-Buyu’, 17).

3. Jual beli an-najsy. Artinya, seorang Muslim dilarang menawar barang dengan harga tinggi padahal dia tidak benar-benar hendak membelinya, melainkan agar orang lain ikut menawar dengan harga yang tinggi pula. Hal itu dapat menipu calon pembeli. Tidak boleh pula mengatakan kepada calon pembeli bahwa barang itu terjual di tempat lain dengan harga sekian dan sekian, padahal itu hanya dusta. Kata-kata itu disampaikan untuk menipu calon pembeli. Baik dia berkomplot dengan pemilik barang (penjual) maupun tidak. Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang jual beli an-najsy.” Rasulullah pun bersabda, “Jangan saling menawar tinggi dengan maksud untuk menipu” (HR Abu Dawud/3438; HR At Tirmidzi/ 1304; HR An Nasa`i/6/7l; HR Ibnu Majah/2174. 1133).

– An-Najsy menurut bahasa adalah larinya binatang buruan dari tempatnya, karena ingin diburu.
– Sedangkan menurut syarïat adalah menawar dengan harga yang tinggi tanpa bermaksud membelinya, melainkan untuk menipu calon pembeli yang lainnya.

4. Jual beli barang yang diharamkan ataupun najis. Seorang Muslim dilarang menjual barang-barang yang diharamkan ataupun najis, termasuk barang-barang yang dapat mengakibatkan pembelinya berbuat haram.

Jadi, seorang Muslim tidak boleh menjual khamar, babi, bangkai, patung, ataupun anggur yang siap untuk dijadikan khamar. Sebab, Rasulullah bersabda, “Allah mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan berhala”. (HR. Abu Dawud, 3486)

Begitu pula sabdanya, “Allah ﷻ melaknat para pematung.” (HR. Al-Bukhari, 3/111, dan Ahmad, 4/308).

Begitu pula dalam sabdanya, “Barangsiapa menyimpan anggur setelah dipanen, kemudian dia menjualnya kepada orang Yahudi atau Nasrani atau kepada orang yang akan menjadikan anggur itu sebagai khamar, niscaya orang itu akan dilalap oleh api neraka.” (Al-Haitsami, Majma Az-Zawaid, 4/90, dan Ibnu Hajar. Taikhish Al-Habir, 3/19. Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Hafidz lbnu Hajar dalam kitab Bulugh Al-Maram).

5. Jual beli al-gharar. Artinya, kita dilarang melakukan jual beli yang mengandung penipuan dan spekulasi.

Oleh karena itu, tidak boleh jual beli ikan dalam air; tidak boleh jual beli kapas di badan domba; tidak boleh jual beli janin binatang dalam perutnya; tidak boleh jual beli susu binatang dalam kambingnya; tidak boleh jual beli buah sebelum nampak matang, tidak boleh jual beli biji sebelum menjadi kuat, tidak boleh pula jual beli barang dagangan tanpa dilihat terlebih dahulu, tanpa dibolak-balik ataupun diperiksa terlebih dahulu, jika barang itu ada di hadapan; dan tidak boleh jual beli barang dagangan tanpa disebutkan spesifikasinya, jenisnya, dan jumlahnya, jika barang itu tidak ada di hadapan.

Ketentuan ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ, “Jangan membeli ikan di dalam air, karena itu gharar”. (HR Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, 5/340, Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, 10/258, Ahmad Al-Musnad. Disebutkan dalam musnadnya beberapa pendapat. Hadits ini memiliki penguat yang layak dijadikan penguat).

Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang menjual kurma kecuali sudah dapat dicicipi; melarang menjual kapas yang masih berada di punggung domba; melarang menjual susu yang masih ada dalam kambing binatang; ataupun lemak yang masih ada dalam susu”. (HR Ad Daraquthni 3/15. Hadits ini Shalih).

Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang menjual buah-buahan kecuali setelah memerah” Ibnu Umar berkata, “Jika Allah saja melarang jual beli buah-buahan yang belum memerah, mana mungkin engkau menghalalkan harta saudaramu?” (HR. Ahmad 3/321; HR. Ibnu Majah 7/22). Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Rasulullah melarang mulamasah dan munabadzah dalam jual beli.” (HR. Al-Bukhari 3/92; HR. An-Nasa’ 7/260).

  • Pengertian mulamasah adalah seseorang membeli dengan cara hanya meraba kain atau pakaian dagangan, baik pada waktu malam maupun siang, tanpa membolak-baliknya dan tanpa memeriksanya.
  • Sedangkan pengertian munabadzah adalah jual beli dengan cara saling bertukar lemparan kain atau pakaian tanpa dilihat, dibolak-balik, ataupun diperiksa terlebih dahulu.

6. Jual beli dengan dua akad. Seorang Muslim tidak dibolehkan melakukan dua akad jual beli dalam satu transaksi. Jadi, dalam satu transaksi hanya boleh ada satu akad. Sebab, dua akad dalam satu transaksi jual beli dapat merugikan salah satu pihak, dan bisa jadi mengambil harta milik orang lain.

Misalnya,seseorang mengatakan, “Saya menjual ini kepada Anda seharga Rp. 10.000,- secara tunai seharga RP. 15.000,- secara tempo”, lantas terlaksanalah jual beli itu tanpa ada kejelasan akad mana yang dilaksanakan.

Contoh lain, seseorang berkata, “Saya menjual rumah ini kepada Anda seharga sekian, dengan syarat Anda harus menjual kepada saya seharga sekian-sekian.”

Contoh lain, seseorang menjual dua barang yang berbeda dari harga satu dinar dan akad pun berlangsung. Namun pembeli tidak mengetahui manakah diantara dua barang yang berbeda itu yang telah dibelinya. Hal ini sebagaimana hadits bahwa Rasulullah melarang dua jual beli dalam satu jual beli. (HR. Ahmad, Al Musnad, dan At Tirmidzi; ia menilai hadits ini shahih). Ini dikenal dengan jual beli ‘indah.

7. Jual beli al-urbun (uang muka). Seorang Muslim dilarang melakukan jual beli uang muka atau menerima bayaran berupa uang muka semata dalam kondisi apa pun. Diriwayatkan bahwa Rasulullah melarang jual beli uang muka. (HR. Imam Malik, 419). – Hadits Dhaif.

Dan Umar bin Khathab melakukannya sehingga jumhur ulama membolehkan. Kembali kepada kesepakatan penjual dan pembeli. Seperti jika membeli HP dengan uang muka, tetapi karena box sudah dibuka maka uang muka tidak kembali.

Imam Malik dalam penjelasannya mencontohkan seseorang membeli sesuatu atau menyewa binatang tunggangan dengan berkata, “Engkau saya beri 1 Dinar dahulu, tetapi jika ternyata barang dagangan atau sewan itu saya tinggalkan (lantaran tidak suka-pen) maka apa yang telah saya berikan kepadamu tetap menjadi milikmu”.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم