بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 29 Rabi’ul Awal 1446/ 2 Oktober 2024.


Video Kajian Kitab ini di Facebook Page Assunnah Qatar


Kajian Ke-10 | Bab 4: Panduan Mengajar dan Belajar Al-Qur’an.

Pasal Ke-3: Ilmu harus Disertai Amal.

  • Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Hendaklah ia menghindari tujuan untuk memaksakan jumlah murid yang banyak maupun orang-orang yang datang kepadanya dan jangan membenci murid-muridnya yang belajar kepada orang lain untuk mendapat manfaat darinya. Ini adalah musibah yang menimpa sebagian pengajar yang bodoh. Itu adalah bukti yang jelas dari pelaku atas niatnya yang buruk dan batinnya yang rusak.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

Kebanyakan orang malah ingin kondang dan tenar. Keinginan ini sering kita temukan pada para artis. Namun orang yang tahu agama pun punya keinginan yang sama. Ketenaran juga selalu dicari-cari oleh seluruh manusia termasuk orang kafir. Akhirnya, berbagai hal yang begitu aneh dilakukan karena ingin tenar dan tersohor.

Manusia cenderung sibuk agar orang lain lebih memberikan perhatian kepadanya. Banyak yang suka dengan sanjungan dan pengikut atau followers.

Imam Nawawi Rahimahullah mengingatkan penyakit hasad kepada para ahli ilmu, yang sejatinya bodoh. Karena berilmu hanya sebatas teori, sementara prakteknya kosong.

  • Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Bahkan itu adalah yang hujjah yang meyakinkan bahwa ia tidak menginginkan ridha Allah Ta’ala Yang Maha Pemurah dengan pengajarannya. Karena andaikata ia menginginkan ridha Allah Ta’ala dengan pengajarannya, niscaya ia tidak membenci hal itu.

Seharusnya ia berkata pada dirinya: Aku menginginkan ketaatan dengan pengajarannya dan telah tercapai dan orang itu belajar kepada orang lain dengan tujuan menambah ilmu. Maka ia tidak boleh dipersalahkan.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

Para ulama, sangat benci kepada popularitas. Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab Al-Mushanif, atsar dari Ubaid Ibnu Abi Tsabit Radhiyallahu’anhu, bahwasanya Ibnu Mas’ud 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 diikuti banyak orang. Kemudian dia berkata apakah kalian memiliki hajat. Kemudian beliau berkata: kalau begitu jangan ikuti aku dari belakang dan pulanglah ke rumah. Karena kalau kalian mengikuti saya akan memberi dua bahaya besar: kehinaan bagi para pengikutnya dan terfitnah dengan fitnah dunia bagi yang diikuti.

Fitnah bagi yang Diikuti:

Lupa diri dan lebih mudah terkena penyakit sombong dan menolak kebenaran. Sementara sifat manusia itu lemah…

Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)

Fir’aun menjadi sombong karena banyaknya pengikut hingga lupa diri menyangka dirinya menjadi Tuhan.

Maka, kembangkanlah sikap tawadhu’ kita lihat contoh yang diberikan Rasulullah ﷺ.

Teguran Allah ﷻ kepada Rasulullah ﷺ:

Salah satu teguran itu datang ketika Nabi Muhammad ﷺ sedang menerima tamu para pembesar Quraisy yang diharapkan masuk Islam. Kemudian datanglah Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta, meminta dibacakan al-Qur’an. Nabi Muhammad ﷺ berpaling darinya dalam keadaan bermuka masam. Kisah ini direkam dalam Al-Qur’an surat Abasa ayat 1-10. Namun sikap Rasulullah ﷺ sangat tawadhu hingga menyampaikan ayat-ayat yang turun tersebut.

Ulama abad ke~2: Ubaidillah bin Hasan al-Anbari 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱

Disebutkan dalam Tarikh Al-Baghdad bahwasanya beliau adalah mufti di Baghdad. Suatu hari saat mengiringi jenazah, beliau ditanya tentang hukum sesuatu, dan beliau berfatwa yang salah. Salah satu muridnya mengingatkan, dan beliau berkata: saya kembali kepada kebenaran. Saya menjadi ekor /pengikut orang kecil di jalan kebenaran lebih aku sukai daripada menjadi pengikut tokoh dalam hal kebatilan.

Rasulullah ﷺ menyeru kepada jalan Allah ﷻ bukan untuk mengagungkan dirinya. Allah ﷻ berfirman :

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾
[ يوسف: 108]

Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [Yusuf: 108]

Fitnah Bagi Pengikut:

1. Berpotensi menjadi budak.

Sifat budak akan menjadi pengikut yang berkaca mata kuda. Para pengikut tersebut mengklaim bahwa kebenaran hanya pada pihak mereka sendiri, sedangkan kebathilan adalah pada pihak yang lain.

2. Celaka di akhirat.

Karena akan mengikutinya meskipun salah. Memandang rendah orang lain meski ada ketinggian ilmu dan amal.

Para pengikut yang telah melihat siksa Allâh, akan meminta kepada para pemimpinnya dahulu agar menyelamatkan dari siksa tersebut. Namun hal itu tidak mungkin terpenuhi. Allâh Azza wa Jalla memberitakan kejadian itu di dalam firman-Nya :

وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۚ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ ۖ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ

Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allâh, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allâh (walaupun) sedikit saja?” Mereka menjawab: “Seandainya Allâh memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”. [Ibrâhîm/14:21].

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

  • Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Kami telah meriwayatkan dalam Musnad Al-Imam yang disepakati tentang hafalan dan kepemimpinannya, Abi Muhammad Ad-Darimi dari Ali bin Abi Thalib bahwa ia berkata: Wahai para pemangku ilmu! Amalkanlah ilmumu! Sesungguhnya orang alim ialah orang yang mengamalkan apa yang diketahuinya dan ilmunya sesuai dengan amalannya.

Akan muncul orang-orang yang memiliki ilmu, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Amal mereka bertentangan dengan ilmu mereka, batin mereka bertentangan dengan lahir mereka.

Mereka duduk dalam lingkaran-lingkaran. Sebagian membanggakan sebagian yang lain hingga ada orang yang marah kepada teman duduknya karena duduk menghadap orang lain dan meninggalkannya. Mereka itu orang-orang yang tidak naik amal-amal mereka di majelis-majelis itu kepada Allah Ta’ala.

Telah sah riwayat dari Al-Imam Asy-Syafi’i bahwa beliau berkata: Aku ingin kiranya orang-orang belajar ilmu ini-yakni ilmu dan kitab-kitabnya-tetapi janganlah dinisbatkan kepadaku satu huruf pun darinya.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

Rasulullah ﷺ bersabda
Akan keluar manusia dari arah timur dan membaca Al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat keluar dari agama sebagaimana halnya anak panah yang melesat dari busurnya. Mereka tidak akan kembali kepadanya hingga anak panah kembali ke busurnya.” (HR. Bukhari)

Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 menyitir perkataan Imam Asy-Syafi’i 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 yang menunjukkan sikap hati-hati dan kelikhlasan beliau. Mengajarkan ilmu untuk mengagungkan nama Allah ﷻ dan menegakkan kebenaran, bukan membesarkan nama dirinya sendiri.

Ada empat definisi dari ikhlas yang bisa kita simpulkan dari beberapa perkataan ulama:
– Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah.
– Tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.
– Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.
– Mengharap balasan dari amalannya di akhirat.

Keutamaan ini banyak dijumpai oleh para ulama. Salah satunya keberkahan dakwah Syaikh Ibnu Baaz dan Syaikh Al-Albani Rahimahumallah.

Syaikh Ibnu Baaz 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 yang merupakan rektor universitas Madinah pada saat itu mengundang Syaikh Al-Albani yang berasal dari Albania. Keduanya pada masanya memiliki majelis. Dan Majelis Syaikh Al-Albani menjadi ramai, sementara majelis Syaikh Ibnu Baaz semakin sedikit. Dan salah satu muridnya bertanya kepada Syaikh bin Baz, ya Syaikh muridmu semakin sedikit karena banyak yang berpindah ke kajian Syaikh Albani, kemudian Syaikh bin Baz menjawab: Ini adalah karunia Allah ﷻ dan diberikan kepada siapa yang Allah ﷻ kehendaki, ada yang sedikit dan ada yang banyak, bagiku tidak masalah.

Kedua-duanya saling memuji jika ditanya siapa ulama yang menjadi panutan dalam agama. Subhanallah… Inilah teladan ulama akan hakikat keikhlasan dan bahaya hasad.

Disebutkan dalam Kitabul Adab Imam Baihaqi, Ahmad bin Salamah an-Naisabury rahimahullah berkata:

“Ishaq bin Rahuya menikahi seorang janda yang ditinggal mati suaminya yang memiliki kitab-kitab al-Imam asy-Syafi’iy, beliau tidak menikahi wanita tersebut kecuali demi mendapatkan kitab-kitab itu.”

Suatu kali, beliau meletakkan kitab sendiri berjudul al-Jami’ al-Kabir yang tak sedikit menukil pendapat-pendapat dari Imam Syafi’i, di atas kitabnya Imam Asy-Syafi’i. Kemudian beliau meletakkan kitab Sufyan Atsauri di bawahnya.

Suatu kali Imam Abu Isa At-Tirmidzi datang ke Naisabur dengan membawa kitab Asy-Syafi’i dari riwayat Buwaithi kemudian Ishaq berpesan kepada Abu Isa At-Tirmidzi agar jangan mensyarah kitab Asy-Syafi’i agar tidak mengalahkan ulama-ulama di Naisabur. Dan imam Tirmidzi menjelaskan tidak akan menjelaskan kepada masyarakat.

Imam Baihaqi (Ulama Syafi’iyyah) menjelaskan padahal niatnya agar nama Imam Ishaq bin Rahuya menggeser nama Imam Asy-Syafi’i, padahal Allah ﷻ telah mengangkat namanya yang telah berkata: “Saya tidak peduli seandainya semua orang menyalin dan menulis karya tulisku dan mengambil faedah padanya, namun tidak menisbatkan ilmu kepadaku selamanya.”

Hingga Allah ﷻ mengangkat derajat Imam Asy-Syafi’i 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 hingga sekarang. Sementara karya Imam Ishaq Rahuya tidak lagi ditemukan di zaman sekarang.

Inilah pembeda keberkahan ilmu karena niat, seperti yang diwasiatkan Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 dalam bahasan di kitab ini.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم