بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ahad – Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Doha, 28 Rabi’ul Akhir 1445 / 12 November 2023
KITAB SHALAT
Bab Tentang Syarat-syarat Sahnya Shalat – 5
Telah berlalu pembahasan tentang syarat-syarat sahnya shalat:
1. Masuk waktu shalat
2. Menutup aurat
Syarat Ketiga: MENGHINDARI NAJIS – lanjutan
Hukum Masjid di Kuburan atau Mengubur Mayit di Masjid
Semua lokasi yang masuk dalam wilayah ‘kuburan’, termasuk wilayah di seputar kuburan, tidak boleh digunakan untuk shalat. Karena larangan tersebut berlaku terhadap kuburan dan juga halaman kuburan di sekitarnya.
Kenapa Shalat di Masjid Nabawi yang Ada Kubur Nabi ﷺ?
Kita sudah tahu bahwa terlarang shalat di masjid yang ada kubur. Namun masih ada yang bersihkeras, tetap menganggap tidak terlarangnya hal itu. Mereka beralasan bahwa masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri (Masjid Nabawi) di dalamnya terdapat kubur Nabi. Lantas kenapa masalah?
Cukup, syubhat di atas dijawab dengan penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berikut ini:
1. Masjid Nabawi tidaklah dibangun di atas kubur. Bahkan yang benar, masjid Nabawi dibangun di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup.
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah di kubur di masjid sehingga bisa disebut dengan orang sholeh yang di kubur di masjid. Yang benar, beliau dikubur di rumah beliau.
3. Pelebaran masjid Nabawi hingga sampai pada rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rumah ‘Aisyah bukanlah hal yang disepakati oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Perluasan itu terjadi ketika sebagian besar sahabat telah meninggal dunia dan hanya tersisa sebagian kecil dari mereka. Perluasan tersebut terjadi sekitar tahun 94 H, di mana hal itu tidak disetujui dan disepakati oleh para sahabat. Bahkan ada sebagian mereka yang mengingkari perluasan tersebut, di antaranya adalah seorang tabi’in, yaitu Sa’id bin Al Musayyib. Beliau sangat tidak ridho dengan hal itu.
4. Kubur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah di masjid, walaupun sampai dilebarkan. Karena kubur beliau di ruangan tersendiri, terpisah jelas dari masjid. Masjid Nabawi tidaklah dibangun dengan kubur beliau. Oleh karena itu, kubur beliau dijaga dan ditutupi dengan tiga dinding. Dinding tersebut akan memalingkan orang yang shalat di sana menjauh dari kiblat karena bentuknya segitiga dan tiang yang satu berada di sebelah utara (arah berlawanan dari kiblat). Hal ini membuat seseorang yang shalat di sana akan bergeser dari arah kiblat. (Al Qoulul Mufid, 1: 398-399)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata, “Para Imam telah bersepakat, bahwa haram hukumnya membangun masjid di atas kuburan. Dan haram hukumnya mengebumikan mayat di dalam masjid.
▪️Jika masjid tersebut dibangun sebelum kuburan, maka harus dilakukan perubahan. Baik dengan cara meratakan kuburan tersebut, atau dengan memindahkan mayatnya, jika baru dikubur.
▪️Namun jika masjid tersebut dibangun setelah adanya kuburan, maka masjid itu harus dirobohkan, atau bisa juga kuburannya yang dilenyapkan. Masjid yang berdiri di atas kuburan, tidak boleh digunakan untuk shalat. Baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Karena hal tersebut diharamkan.”
Shalat juga tidak sah dilakukan di masjid yang menghadap ke arah kuburan, berdasarkan sabda Nabi ﷺ : “Janganlah kalian shalat menghadap kuburan.” (HR Muslim).
Sholat di dalam masjid yang kiblatnya ke arah kuburan, ada dua keadaan:
1. Jika tidak ada pemisah atau pembatas jarak, maka tidak boleh sholat di masjid seperti ini. Kaidah: Asal di dalam larangan adalah haram. Kecuali ada qarinah yang membatalkan larangan.
2. Jika ada pembatas atau jarak, maka shalatnya sah.
Demikian seperti di jelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah.
Shalat di dalam WC
Shalat juga tidak sah dilakukan di wc yang dibangun khusus untuk buang hajat. Karen anya, dilarang shalat di dalam wc, sebab tempat tersebut dibangun secara husus untuk menampung najis.
Karena Allah melarang kita berdzikir di dalam wc, maka shalat tentu lebih dilarang lagi.Juga karena wc merupakan lokasi yang kerap didatangi syaitan.
Namun jika dzikir di dalam hati di kamar mandi, tidak mengapa. Syekh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah menjawab pertanyaan di atas:
“Zikir dengan hati itu disyariatkan pada setiap saat dan pada setiap tempat, termasuk di kamar mandi dan tempat lainnya. Yang dimakruhkan di kamar mandi dan tempat kotor semisalnya adalah berzikir dengan lisan.
Hal ini dilarang dalam rangka mengagungkan Allah Taala. Yang dikecualikan ketika di kamar mandi adalah membaca basmalah saat wudhu. Membaca basmalah di tempat tersebut diperbolehkan ketika sulit berwudhu di luar kamar mandi.
Membaca basmalah ketika wudhu itu wajib, menurut sebagian ulama, namun dianggap sunnah muakkad oleh jumhur (mayoritas ulama).” (Majmu Fatawa wa Maqalat Ibnu Baz, 5:381).
Shalat juga tidak sah dilakukan di kamar mandi. Yakni tempat yang disediakan khusus untuk mandi. Karena itu merupakan tempat membuka aurat, juga tempat tinggal syaitan. Karenanya, shalat di situ haram hukumnya.
Dalam hadis disebutkan: “Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Bumi itu seluruhnya adalah masjid (tempat sujud) kecuali kamar mandi dan kuburan.” [HR. Ibn Hibban].
Shalat di Kandang Unta
Shalat juga tidak sah dilakukan di kandang-kandang unta. Yakni tempat di mana unta biasa tinggal dan beristirahat.
Shalat juga tidak sah dilakukan di kandang-kandang unta. Yakni tempat di mana unta biasa tinggal dan beristirahar.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
لاَ تُصَلُّوا فِى مَبَارِكِ الإِبِلِ فَإِنَّهَا مِنَ الشَّيَاطِينِ ». وَسُئِلَ عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ
“Kalian boleh sholat di kandang kambing, tetapi jangan sholat di kandang unta.” (HR Tirmidzi).
Dari Al-Bara` bin Azib dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang shalat di tempat peristirahatan unta, maka beliau menjawab: “Janganlah kalian shalat di tempat peristirahatan unta, karena ia dari setan.” Kemudian beliau ditanya tentang shalat di tempat peristirahatan kambing, maka beliau menjawab: “Silahkan shalat padanya, karena ia adalah berkah.” (HR. Abu Daud).
Syaikh Taqiyyuddin berkata, “Kita dilarang shalat di kandangkandang unta, karena itu adalah tempat tinggal syaitan. Seperti halnya kita juga dilarang shalat di kamar mandi, karena itu juga tempar tinggal syaitan. Tempat tinggal arwah-arwah jahat tersebut tidak patut digunakan sebagai tempat shalat. ” (Lihat Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam [XXV:240].
Makruh hukumnya shalat di lokasi yang ada lukisan-lukisan makhluk bernyawa.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Itu bahkan lebih layak dilarang daripada shalat di kamar mandi. Karena dilarangnya shalat di kamar mandi, mungkin karena berpotensi mengandung najis, mungkin juga karena itu tempat tinggal syaitan. Dan alasan kedua inilah yang benar. Adapun tempat yang ada lukisan-lukisan makhluk bernyawa, berpotensi menebar kemusyrikan. Sementara sebagian besar kemusyrikan yang dilakukan umat manusia, berasal dari lukisan-lukisan makhluk bernyawa dan kuburan.” (Lihat Zaadul Ma’aad lII:147, 183).
Hal ini juga berlaku bagi pakaian atau sajadah yang menyibukkan hal lain di luar shalat.
Syarat Keempat: MENGHADAP KIBLAT
Dan di antara syarat sahnya shalat yang lain, adalah menghadap kiblat. Yaitu Ka’bah yang mulia. Ka’bah disebut kiblat, karena kaum muslimin selalu mendatanginya. Dan karena orang yang shalat senantiasa menghadap ke arahnya.
Allâh ﷻ berfirman:
فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَـرَامِؕ وَحَيۡثُ مَا كُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡهَكُمۡ شَطۡرَهٗ
“…. palingkanlah mukamu ke arab Masjidil Haram. dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah : I44)
Orang yang tinggal di dekat Ka’bah dan ia dapat melihatnya, maka ia wajib menghadap Ka’bah saat shalat, dengan seluruh tubuhnya. Karena ia mampu menghadap ke arah Ka’bah secara fisik dan pasti. Ia tidak boleh menghadap ke arah lain.
Orang yang tinggal di dekat Ka’bah, namun ia tidak dapat melihatnya, karena adany a pen ghalang antar a dirinya dengan Ka’ b ah, maka ia harus berusaha keras untuk menghadap lurus dan mengarahkan wajahnya kepadanya sedapat mungkin.
Orang yang tinggal jauh dari Ka’bah, di belahan bumi mana pun ia tinggal, pada saat shalat ia wajib menghadap ke arah di mana Ka’bah itu berada. Sedikit melenceng ke kanan atau ke kirinya, tidak menjadi masalah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
“Kiblat itu ada di antara Timur dan Barat.” Dinyatakan shahih oleh at-Tirmidzi.
Diriwayatkan pula dari beberapa orang Sahabat.
Yakni baik di darat,di lautan, di udara sekalipun, di timur maupun barat.
Kecuali, bagi orang yang tidak mampu menghadap ke arah Kiblat. Seperti orang yang dalam posisi terikat atau sedang disalib ke arah selain kiblat, maka dia dibolehkan untuk shalat sesuai kemampuannya, meskipun tidak menghadap ke arah kiblat. Sebab syarat ini dengan sendirinya telah gugur karena faktor ketidakmampuan, berdasarkan ijma’ para ulama.
Demikian pula ketika perang sedang berkecamuk, atau saat seseorang sedang berlari menyelamatkan diri dari ancaman banjir, kebakaran, binatang buas ataupun musuh. Atau mungkin orang sakit yang tidak mampu menghadapkan tubuhnya ke arah kiblat. Masing-masing sesuai dengan kondisinya, meskipun tidak menghadap ke arah kiblat dan shalat mereka tetap sah. Karena itu merupakan syarat yang tidak dapat dilakukan, sehingga dengan sendirinya imenjadi gugur.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم