بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Sabtu – Barwa Village
Barwa Village, 7 Rwjab 1445 / 13 Januari 2024
Bersama Ustadz Syukron Khabiby, Lc M.Pd 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Kitab Al-Lu’lu wal Marjan – Muhammad Fu’ad Abdul Baqi
(Kumpulan hadits yang disepakati Bukhari Muslim)
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه مرفوعًا: «ليس مِنَّا من ضرب الْخُدُودَ، وشَقَّ الْجُيُوبَ، ودعا بِدَعْوَى الجاهلية».
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu berkata: “Nabi ﷺ bersabda: ‘Bukan dari umatku orang yang memukul-mukul pipinya, merobek bajunya, dan meraung dengan raungan jahiliyah (ketika kematian).'” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-23, Kitab Jenazah dan bab ke-39, bab bukan termasuk golongan kami orang yang memukul pipi).
Jika sebuah hadits disebut dengan kalimat ancaman ‘Bukan dari umatku (golonganku)’ Maka hal itu termasuk dengan kategori dosa-dosa besar.
Termasuk dalam hadits ini, yang menitikberatkan pada keimanan kepada takdir Allâh ﷻ. Yaitu ridha akan ketetapan dan takdir Allâh ﷻ.
Milik Allah apa yang Dia ambil dan milik-Nya apa yang dia berikan. Terdapat hikmah yang sempurna dan tindakan yang lurus di balik semua itu. Barangsiapa menentang hal ini dan melawannya, seolah-olah ia memprotes ketetapan dan takdir Allah yang merupakan inti kemaslahatan dan kebijaksanaan, serta pondasi keadilan dan kebaikan.
Oleh karena itu, Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- mengungkapkan bahwa siapa yang murka dan mengeluh terhadap ketetapan Allah, ia tidak berada di atas jalan dan sunah beliau yang terpuji. Sebab, jalannya telah membelokkan dirinya menuju arah orang-orang yang apabila tertimpa keburukan mereka tidak sabar dan berkeluh kesah, karena mereka ini amat mencintai kehidupan dunia sehingga tidak mengharapkan pahala Allah dan keridaannya dengan sabar menerima musibah. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- berlepas diri dari orang yang lemah iman, tidak kuasa memikul timpaan musibah, hingga menyebabkan mereka kecewa dalam hati maupun ucapan dengan meratap dan menyebut-nyebut kebaikan mayat, atau secara perbuatan seperti menyobek-nyobek pakaian dan menampar-nampar pipi hingga melestarikan adat kaum jahiliah.
Sesungguhnya wali-wali Allah hanyalah orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berserah diri pada ketatapan Allah -Ta’ālā- dan mengatakan, “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn”. “Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 157).
Kesabaran tak terbatas karena Allah Ta’ala juga menyediakan pahala tanpa batas bagi siapa saja yang mau dan mampu bersabar.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Ucapan Dzikir Ketika ditimpa musibah
Umat Islam pun diajarkan oleh Rasulullah ﷺ untuk membaca doa berikut ini:
إنّاَ للهِ وإنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أجِرْنِي فِي مُصِيبَتي وأَخْلِفْ لِي خَيْراً مِنْها
Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un. Allahumma ajirni fi mushibati wa akhlif li khairan minha.
“Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah, karuniakanlah padaku pahala dalam musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya.”
Maka barangsiapa membaca doa tersebut, niscaya Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan memberinya ganti yang lebih baik daripadanya.
Karena setiap jiwa pasti akan mendatangi setiap yang bernyawa. Dalam Surat Al-Jumu’ah Ayat 8 Allâh ﷻ berfirman :
قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Abu Musa Radhiyallahu’anhu menderita sakit keras hingga pingsan, sedang kepalanya di pangkuan isterinya, tiba-tiba menjeritlah seorang wanita dari keluarganya, tetapi Abu Musa tidak dapat menjawab apa- apa. Kemudian setelah sadar kembali ia berkata: “Aku lepas (tidak bertanggungjawab) dari orang yang Nabi ﷺ terlepas dari mereka, Nabi ﷺ lepas dari orang yang menjerit ketika kematian, mencukur rambutnya, dan merobek-robek bajunya.”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-23, Kitab Pakaian dan bab ke-24, bab pakaian berwarna putih)
Hadits ini mencerminkan, kekurangan perempuan yang berakal setengah. Kurang mampu berpikir jernih disaat musibah menimpa.
Hendaknya sebagai laki-laki yang berakal, menasehati dengan lembut dan penuh kasih. Dengannya kekurangan agama wanita bisa diperbaiki.
Bersedih memang suatu kondisi yang bisa terjadi kepada siapapun, dan dalam hal ini Islam tidak melarang seorang Muslim jika bersedih. Namun demikian, Allah mengharamkan umat Islam meratapi mayit dan berlebih-lebihan dalam bersedih, seperti menjerit ketika kematian, mencukur rambutnya, dan merobek-robek bajunya.
وَعَنْ حُذَيْفَةَ – رضى الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -{ لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَتَّاتٌ }
Hudzaifah Radhiyallahu’anhu berkata: “Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda: ‘Tidak akan masuk surga seorang yang memfitnah (mengadu domba).'”
(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-78, Kitab Adab dan bab ke- 50, bab hal-hal yang dibenci dalam mengadu domba).
Dalam hadits di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa orang yang suka mengadu domba tidak akan masuk Surga, jika ia tidak masuk Surga maka tidak ada tempat baginya di akhirat kecuali di Neraka, sebab di akhirat kelak hanya ada Surga dan Neraka, maka jika ditetapkan bahwa ia tidak masuk Surga berarti tempatnya adalah Neraka.
Namimah bisa diartikan sebagai orang yang menukil perkataan dari satu pihak kepada pihak lain yang niatnya agar timbul pengrusakan di antara mereka (memutuskan hubungan di antara mereka).
Hadīts ini juga menjelaskan bahwa namimah adalah bagian daripada sihir karena, di antara fungsi sihir adalah memisahkan antara orang-orang yang saling menyintai.
Di dalam Al Qur’ān disebutkan bahwasanya sihir :
يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ
“Memisahkan antara suami dan istri.”
(QS Al Baqarah: 102)
Padahal hubungan antara suami dan istri sangat luar biasa, bisa terpecah, bisa terputus karena sihir.
Demikian pula namimah, fungsi namimah ini seperti sihir bisa memisahkan di antara dua orang yang saling menyintai, bisa menjadikan dua kelompok saling bertentangan saling membunuh, semuanya karena ada namimah, ada yang mengadu domba.
Berikut sebuah kisah untuk dijadikan sebagai pelajaran bagi kita semua.
Dikisahkan ada seorang lelaki menjual budak, lalu dia berkata kepada calon pembelinya, “Dia tidak mempunyai cacat kecuali dia ini seorang pengadu domba.” Tetapi pembeli itu mengabaikan aib itu dan tetap membelinya.
Budak itu tinggal di rumahnya beberapa hari, kemudian dia berkata kepada istri tuannya, “Sesungguhnya suamimu tidak mencintaimu dan dia ingin mencari istri selain dirimu (memadumu). Apakah kamu ingin dia mencintaimu lagi?” Wanita itu menjawab, “Tentu saja.” Si budak berkata kepadanya, “Ambillah gunting dan potonglah rambut jenggot bagian bawahnya ketika dia tidur.”
Kemudian dia mendatangi sang suami seraya berkata, “Sesungguhnya istrimu senang dengan lelaki lain dan dia ingin membunuhmu. Apakah kamu ingin tahu hal itu?” Sang suami menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Berpura-puralah kamu tidur sampai dia datang.” Maka dia pun berpura-pura tidur.
Lalu datanglah istrinya dengan membawa gunting untuk memotong rambutnya. Sang suami mengira bahwa istrinya akan membunuhnya, lalu dia merebut gunting itu dan membunuh istrinya. Kabar kematiannya sampai ke pihak keluarga istri, datanglah keluarga wanita itu dan membunuh si suami. Datang pula keluarga suami dan menyerang mereka, sehingga terjadilah peperangan antara dua keluarga ini.
Kisah di atas layak kita ambil pelajaran dan hikmah di dalamnya. Budak dalam kisah ini adalah pelaku dari adu domba yang memecah belah persatuan antara pasangan suami istri, bahkan antara kedua belah keluarga.
Adu domba adalah sebab turunnya siksa kubur bagi pelakunya. Hal ini sangat jelas adanya. Pada suatu hari, Rasul ﷺ melewati dua kuburan. Lalu, beliau bersabda :
إنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا: فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الْآخَرُ: فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ فَأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena sesuatu yang besar. Yang satu disiksa karena tidak berlindung di saat kencing, sementara yang satunya suka mengadu domba.
“Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?” Beliau menjawab: “Semoga siksa keduanya diringankan selama dahan pohon ini masih basah.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadits ini menjadi landasan tentang haramnya mengadu domba oleh pihak siapa pun.
Pelaku Namimah diharamkan masuk surga. Dari Hudzaifah Radhiyallahu’anha berkata: Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Bukhari-Muslim).
Akhirnya, kita berlindung kepada Allâh ﷻ dari akhlak buruk berupa adu domba. Kita juga berlindung kepada Allâh ﷻ dari menjadi korban pihak yang akan mengadu domba.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم