بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kamis Malam Al-Khor
Penceramah: Ustadz Abu Abdillah Nefri, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Edisi: Kamis, 27 Rabi’ul Awal 1445 / 19 Oktober 2023
📒 E-book: https://www.assunnah-qatar.com/ebook/e-book-selamat-datang-kematian/
Selamat datang Kematian – Pertemuan 6
Bab 1 – Mengingat Nasib (5)
J. Malaikat Maut dan Hakikat Kematian – 2
Kematian yang kita kenal adalah berpisahnya ruh dengan jasad. Kematian akan menghampiri siapapun tanpa tebang pilih. Ia tidak akan membedakan antara simiskin atau orang kaya, tua atau muda, pejabat atau buruh, jika takdir dan rezki telah sempurna, maka ajal akan menjemputnya. Ketika ruh sudah berpisah meninggalkan badan maka disaat itulah kematian telah menyampari seorang insan.
Kematian ada tiga: Kematian kecil, Kematian besar dan Kematian sebenarnya.
• Pertama : Kematian kecil, bersifat sementara yaitu tidur. Karena tidur adalah saudara maut.
Dari Huzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu’anhu berkata: “Nabi ﷺ jika hendak beranjak tidur beliau membaca: “Dengan nama-Mu aku wafat dan hidup”. Jika telah bangun dari tidur beliau membaca: “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kita setelah mewafatkan kita, dan kepada Allah kita akan berkumpul”. (HR. Bukhari (no. 6312).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian ingin tidur maka hendaklah ia mengibas kasurnya dengan ujung sarungnya, karena ia tidak tahu apa yang menempati tempat tidur itu sepeninggalnya, kemudian hendaklah ia membaca: “Dengan Nama-Mu wahai Rabb-ku aku meletakkan punggungku, dan dengan Nama-Mu aku bangun. Jika engkau mewafatkan ruhku maka rahmatilah ia, jika engkau kembalikan kejasadku maka jagalah ia sebagimana engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang shaleh”. (Sahih Bukhari (no. 6320) Muslim (no. 2714).
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu’anhu, seseorang bertanya kepada Nabi ﷺ “Apakah penduduk surga tidur?” Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidur adalah saudara kematian, dan penghuni surga tidak tidur dan tidak akan wafat”. (HR. Al-Baihaqi dalam Al-Ba’tsu wa An-Nusyru 1/257 (no. 439).
• Kedua: Kematian besar, yaitu berpisahnya jasad dengan ruh, dan itu merupakan perpindahan dari alam dunia menuju alam barzakh, sifatnya sementara.
Karena setelahnya manusia akan hidup di alam berikutnya. Allâh ﷻ berfirman: ِ
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”. (QS. Ali-Imran: 185)
وَهُوَ ٱلَّذِى يَتَوَفَّىٰكُم بِٱلَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُم بِٱلنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَىٰٓ أَجَلٌ مُّسَمًّى ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan”. (QS. Al-An’am: 60)
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah: “Allâh ﷻ mengabarkan bahwa Dia mewafatkan hamba-hamba-Nya saat tidur mereka dimalam hari. Dan ini adalah kematian kecil sebagaimana firman Allâh ﷻ : “(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku”. (QS. Ali-Imran: 55)
اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Az-Zumar: 42).
“Allah menyebutkan dua kematian, kematian kecil kemudian kematian besar. Dan dalam ayat ini Allah menyebutkan kematian besar kemudian kematian kecil”. (Tafsir Ibnu Katsir 3/266).
Ketika Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah Rahimahullah ditanya, apakah semua makhluk akan merasakan kematian, termasuk para Malaikat ? Syaikhul Islam menjawab:
“Segala puji bagi Allah. Mayoritas ahli ilmu berpandangan bahwa semua makhluk akan merasakan kematian, bahkan para Malaikat dan ‘Izrail Malaikat Maut”. (Majmu’ Al-Fatawa 4/259).
• Kematian yang ketiga, yaitu matinya hati dan inilah sejatinya kematian yang sebenarnya. Betapa banyak manusia yang mati sebelum jasad nya diangkat kedalam keranda? Alangkah banyaknya manusian memiliki raga dan fisik yang segar, namun buta terhadap kebenaran, tidak kenal siapa Penciptanya, berpaling dari peringatan Al-Qur’an, meremehkan petunjuk sunnah dan manusia-manusia yang tidak mengenal Allâh ﷻ. Sungguh orang yang mati hatinya tak obah bagaikan mayat dan bangkai-bangkai yang berjalan. Itulah sejatinya kematian sebelum berpisahnya roh dengan badan. Allâh ﷻ berfirman:
اَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَاَحْيَيْنٰهُ وَجَعَلْنَا لَهٗ نُوْرًا يَّمْشِيْ بِهٖ فِى النَّاسِ كَمَنْ مَّثَلُهٗ فِى الظُّلُمٰتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَاۗ كَذٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكٰفِرِيْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-An’am: 122)
وَمَا يَسْتَوِى الْاَحْيَاۤءُ وَلَا الْاَمْوَاتُۗ
“Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati”. (QS. Fathir: 22)
Manusia yang cuek dari peringatan Allah, hatinya lalai dari berzikir mengingat Allah, para pecandu dosa yang sibuk membenahi rupa fisik namun suka mengotori hati dengan maksiat, menyibukkan diri dengan dunia yang sementara dan melupakan kenikmatan yang kekal abadi selamanya, sibuk menata masa depan dunia dengan berbagai rancangan, namun hatinya hampa dari kebenaran, mereka itu tak obahnya mayat-mayat hidup yang tiada nilainya disisi Allâh ﷻ.
وَمَثَلُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا كَمَثَلِ الَّذِيْ يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ اِلَّا دُعَاۤءً وَّنِدَاۤءً ۗ صُمٌّ ۢ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ
“Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti”. (QS. Al-Baqarah: 171)
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَٰفِلُونَ
“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al-A’raf: 179)
مَثَلُ ٱلْفَرِيقَيْنِ كَٱلْأَعْمَىٰ وَٱلْأَصَمِّ وَٱلْبَصِيرِ وَٱلسَّمِيعِ ۚ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?”. (QS. Hud: 24)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Perumpamaan orang yang mengingat Allah dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya, seperti perbedaan orang yang hidup dan orang yang mati”. (HR. Bukhari (no. 6407).
Orang yang berpaling dari petunjuk Al-Qur’an, maka ia akan kehilangan ruh kehidupan, karena Al-Qur’an Allah sebut sebagai ruh, yang dengannya Allah hidupkan kehidupan yang mati. Allâh ﷻ berfirman:
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنتَ تَدْرِى مَا ٱلْكِتَٰبُ وَلَا ٱلْإِيمَٰنُ وَلَٰكِن جَعَلْنَٰهُ نُورًا نَّهْدِى بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami”. (QS. As-Syura: 52)
Berkata Syaikh As-Sa’di rahimahullah: “Dan Al-Quran yang mulia ini Allah sebut dengan Ruh, karena dengan ruh jasad menjadi hidup. Dan dengan Al-Qur’an hati dan ruh akan menjadi hidup, dan dengan Al-Qur’an akan hiduplah kebaikan dunia dan akhirat karena didalam Al-Quran terdapat kebaikan yang sangat banyak serta ilmu yang melimpah”. (Tafsir Taysir Karimi Ar-Rahman, hlm. 762).
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْءَانٌ مُّبِينٌ لِّيُنذِرَ مَن كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ ٱلْقَوْلُ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ
“Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir”. (QS. Yasin: 69-70)
Berkata Imam Al-Baghawi Rahimahullah: “Agar Al-Quran menampakkan kebenaran bagi orang yang masih hidup, yaitu orang mukmin yang hidup hatinya. Karena orang kafir bagaikan mayat, karena ia tidak mau merenungkan petunjuk Al-Quran dan cuek dari peringatannya sehingga pastilah ketetapan A-Quran atasnya dan wajib baginya azab atas orang-orang kafir”. (Ma’alimu at-Tanzil 4/22-23).
Berkata Imam At-Tahir ibnu ‘Asyur Rahimahullah:
“Ini sindiran terhadap orang-orang yang membangkang berpaling dari hujjah petunjuk Al-Quran, karena sejatinya mereka adalah mayat-mayat yang tidak ada manfaat akal bagi mereka”. (At-Tahrir wa At-Tanwir 23/66).
Berkata ‘Ady ibnu ar-Ra’la’ al-Gasaani Rahimahullah :
Bukanlah mayat yang terbujur jenazahnya .. mayat itu bangkai dari orang yang hidup Mayat itu orang yang hidupnya murung .. bermuka masam dan rendah keinginan. (Tafsir At-Tabari 3/54, Tafsir An-Nukat wa Al-‘Uyun 1/385, As-Sam’ani 1/308).
Dikatakan kepada Huzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu’anhu: Ada yang bertanya, wahai Abu Abdillah, apa maksud bangkai ditengah orang hidup? Huzaifah menjawab: “Orang yang tidak mengenal kebenaran dengan hatinya dan tidak mengingkari kemungkaran dengan hatinya”. (Syu’abul Iman 13/202 (no. 10188).
Dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu’anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda: “Tiga golongan yang Allah haramkan surga atasnya. Peminum tuak, anak durhaka, dan Dayyust yaitu seorang lelaki yang membiarkan maksiat ditengah keluarganya”. (HR. Ahmad (no. 5372), As-Silsilah as-Sahihah 2/248, disahihkan oleh syaikh Al-Arnauth. Maksud diharamkan surga yaitu terhalangi masuk surga segera karena dosa besar yang ia lakukan).
Berkata ‘Amr bin Qays al-Mulai Rahimahullah:
“Sungguh seorang istri akan menuntut suaminya dihadapan Allah pada hari kiamat, dia akan berkata: “Sungguh dia suamiku tidak mendidikku dan tidak pula mengajarkan sesuatu tentang agama. Dia hanya sibuk mencari uang dan makanan pasar ”. (Tafsir Al-Quran 5/475, Abu Al-Muzhaffar As-Sam’ani at-Tamimi Al-Hanafi As-Syafi’i (w. 489 H).
Berkata seorang ahli ‘Ilmu Rahimahullah: “Alangkah aneh menakjubkan keadaan manusia! Mereka menangisi orang yang mati jasadnya, namun tidak menangisi orang yang mati hatinya, padahal itu lebih utama untuk ditangisi”. (Tazkiyatu An-Nufus 1/35, Syaikh Ahmad Farid)
Orang-orang yang lalai dari menuntut ilmu agama, pandai ilmu dunia, namun ogahan dari mempelajari ilmu yang tidak bisa tidak untuk ia pelajari tentang keimanan yang benar, cara beribadah yang sahih dan ilmu bekal pulang ke akhirat, maka sejatinya itulah bangkai yang berjalan. Al-Imam As-Syafi’i Rahimahullah berkata:
Siapa yang tidak merasakan pahitnya menuntut ilmu sesaat Ia akan meneguk pahitnya kebodohan sepanjang hidupnya Siapa yang masa mudanya tidak digunakan untuk belajar Maka bertakbirlah atasnya sebanyak empat kali
(Diwan as-Syafi’i hal 69, dinukil dari Al-Akhlaku az-Zakiyyah fii adabittolab al-Mardhiyyah 1/161)
💡 Takbir empat kali artinya shalat jenazah.
Kematian urusan ghaib, kapan waktu dan tempatnya tidak seorangpun yang mengetahuinya. Namun hal itu terdapan hikmah yang besar, agar Allah tahu siapa yang beriman kepada-Nya sehingga ia berusaha diatas ketaatan dan amal shaleh, dan hikmah berikutnya agar manusia optimis dalam hidup. Andaikan seseorang tahu kapan ajalnya, seumpama 3 tahun kedepan ia pasti meninggal maka ia akan dirundung rasa takut, kemurungan dan hilanglah makna ujian.
اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Luqman: 34)
Dari Mathar bin ‘Ukamis Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika Allâh ﷻ menghendaki kematian seorang hamba di negri tertentu, maka Allah akan jadikan dia punya hajat kebutuhan di tempat itu”. ( Al-Mustadrak Al-Hakim (no. 125), Mu’jam Al-Kabir At-Tabrani (no. 708), disahihkan Imam Az-Zahabi).
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui“
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم”.