بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab Masail Jahiliyah
(Perkara-perkara Jahiliyah)
Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan 13: 14 Sya’ban 1446 / 13 Februari 2025



Masail Jahiliyah – 13

Telah berlalu, pembahasan beberapa poin dalam Masail Jahiliyah:
1. Mereka Ahlu Jahiliyyah beribadah dengan menjadikan orang-orang sholih sekutu didalam berdo’a dan beribadah kepada Allah ﷻ. (Syirik).
2. Mereka berpecah belah dalam agamanya.
3. Mereka senang menyelisihi Ulil Amri (pemimpin) dan perbuatan mereka tidak taat kepada pemimpinnya dianggap sebagai keutamaan, sedangkan mendengar dan taat kepadanya dianggap kenistaan dan kerendahan.
4. Agama mereka dibangun di atas pondasi yang paling utama bagi mereka yaitu taklid.
5. Termasuk kaidah besar yang mereka yakini, mereka terpedaya dengan jumlah yang banyak.
6. Mereka berhujjah dengan nenek moyang mereka.
7. Mereka berdalil bahwa kebenaran adalah ketika yang mengikutinya kaum yang telah diberi kekuatan dalam pemahaman, perbuatan, kerajaan, harta dan kedudukan.
8. Mereka berdalil batilnya sesuatu ketika yang mengikutinya hanyalah orang-orang yang lemah.
9. Mereka mengikuti ulama fasik dan hamba yang bodoh.
10. Mereka Menjuluki Ahli Agama Islam dengan Kurang Pemahaman dan Tidak Punya Hafalan (Tidak Pandai).
11-12. Mengambil Kias ( analogi ) yang Salah Dan Membuang Kias ( analogi ) yang Benar.

– Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Masalah Ke – 13
Ghuluw ( sikap berlebihan ) Terhadap Ulama dan Orang Shalih

Ghuluw ( sikap berlebihan ) terhadap ahli ilmu dan orang shalih, sebagaimana firman Allah :

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar “. ( QS. an-Nisa : 171 ).

📃 Penjelasan:

Sifat ghuluw pertama kali dimulai pada zaman nabi Nuh alaihissalam. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Nuh ayat 23:

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr” (QS. Nuh: 23).

Imam Ibn Katsir Rahimahullah menukilkan pandangan Ibn ‘Abbas radhiyallahu’anhu dan para ahli tafsir tentang ayat ini, katanya bahwa benda pertama yang disembah selain Allah ﷻ adalah patung-patung orang soleh yang telah meninggal dunia dari satu kaum. Kaum mereka telah membina di atas kubur binaan-binaan dan mengukir rupa mereka pada binaan tersebut, agar dapat memperingati keadaan mereka (yang soleh) dan ibadah mereka, lalu mereka pun ingin mengikuti amal orang-orang soleh itu.

Tatkala berlalunya waktu, mereka mulai membuat tubuh badan pula. Sehinggalah berlanjut masa itu, cucu cicit mereka mulai menyembah patung-patung tersebut dan diberikan nama berdasarkan nama-nama orang soleh tersebut; Wadd, Suwa‘, Yaghuth, Ya‘uq dan Nasr. Tatkala keadaan menjadi semakin parah, Allah ﷻ mengutuskan Rasul-Nya Nuh alaihi salam untuk mengajak mereka menyembah Allah ﷻ tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. (Lihat Tasir al-Quran al-‘Azim, 8/248)

Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menafsirkan ayat ini:

أسماء رجال صالحين من قوم نوح، فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون أنصاباً وسموها بأسمائهم ففعلوا، فلم تعبد، حتى إذا هلك أولئك وتنسخ العلم عبدت

Ini adalah nama-nama orang shalih di zaman Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kaumnya untuk membangun tugu di tempat mereka biasa bermajelis, lalu diberi nama dengan nama-nama mereka. Dan itu dilakukan. Ketika itu tidak disembah. Namun ketika generasi tersebut wafat, lalu ilmu hilang, maka lalu disembah” (HR. Bukhari no. 4920).

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

كان بين نوحٍ وآدمَ عشرةُ قرونٍ كلُّهم على شريعةٍ من الحقِّ فاختلَفوا فبعث اللهُ النبيين مُبشِّرينَ ومُنذرِين

Dahulu antara Nuh dan Adam terpaut 10 generasi. Mereka semua di atas syariat yang benar. Kemudian setelah itu mereka berpecah-belah sehingga Allah pun mengutus para Nabi untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan” (HR. At Thabari dalam Tafsir-nya [4048], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 3289).

Allah ﷻ berfirman :

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ

Kaidah dalam surat An-Nisa ayat 117 di atas adalah,

al-Ibrah bi Umum al-Lafdz la bi khusus al-Sabab

Suatu hukum diambil berdasarkan keumuman lafadz bukan kekhususan sebab.

Ayat itu diberikan khusus kepada Ahli Kitab, dan tidak masuk untuk kita, tetapi hukumnya terhadap kita tetap berlaku dan larangan yang bersifat umum.

Maka larangan bersifat ghuluw adalah umum. Ghuluw di sini tidak khusus, tapi umum (nakirah) dan laa annahiyah yaitu larangan.

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Ighotsatul Lahfan berkata bahwa setiap syariat yang diberikan kepada manusia, setan menggunakan dua cara:
1. Ghuluw (Berlebihan)
2. At-Taksir (Meremehkan)

Yaitu berlebihan (ifradh) atau meremehkan (tafridh). Maka penyimpangan dalam syariat disebabkan oleh dua sebab itu. Termasuk ahli bid’ah yang melakukan amalan-amalan tidak ada dalilnya disebabkan karena ghuluw (berlebihan).

Ini merupakan masalah yang berbahaya. Ghuluw menurut bahasa : melebihi batas. Dikatakan: Ghala al-Qidru, jika air meninggi karena mendidih. Dikatakan juga : Ghala as-Si’ru, jika harga melebihi batas wajar. Maka Ghuluw artinya : berlebih dan tinggi dari batas kewajaran.

Ghuluw menurut syari’at yaitu berlebihan dalam mengangkat seseorang di atas kedudukannya yang pantas untuknya, seperti berlebihan terhadap para Nabi dan orang-orang shalih serta mengangkat mereka dari kedudukannya sampai pada tingkat rububiyah atau uluhiyah.

Kaum Jahiliyah ghuluw terhadap figur-figur tertentu hingga mengangkat mereka dari kedudukannya hingga sampai taraf tandingan bagi Allah ﷻ.

Sebagaimana sikap berlebihan kaum Yahudi terhadap ‘Uzair, mereka berkata : “Dia adalah anak Allah”. Juga seperti Nasrani yang ghuluw dan mengangkat Isa bin Maryam ‘alaihisshalatu wassalam dari sifat manusia dan Rasul kepada Tuhan yang disembah. Mereka berkata : “Dia anak Allah”.

Demikian juga selain mereka dari golongan kaum musyrikin sampai hari ini, mereka bersikap ghuluw terhadap orang-orang shalih, bertawaf di kuburan mereka, menyembelih untuk mereka, bernadzar untuk mereka, beristighatsah kepada mereka dan meminta pertolongan dari mereka, meminta dari mereka pemenuhan kebutuhan.

Ghuluw akan membawa pelakunya menuju kesyirikan. Oleh karena itu, Nabi ﷺ bersabda:

لا تُطْرُوني كما أطرت النصارى ابن مريم

Jangan kalian menyanjung saya seperti Nasrani menyanjung Ibnu Maryam“.

Ithra’ yaitu berlebih-lebihan dalam memuji.

إنما أنا العبد، فقولوا: عبد الله ورسوله”

Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya“.

Ghuluw pada figur dari para Nabi dan orang-orang shalih merupakan ghuluw orang-orang musyrik dari kalangan ahli kitab maupun kalangan ummiyun dalam syirik besar. Yang wajib adalah mengetahui kedudukan seseorang yang sesuai dengannya. Para Rasul diketahui dari kedudukan risalah mereka. Orang-orang shalih diketahui dari keshalihan mereka.

Para ulama diketahui dari keilmuan mereka bahwa mereka lebih utama dari yang lain. Keutamaan seorang alim dari pada ahli ibadah seperti keutamaan bulan terhadap semua bintang-bintang. Mereka diposisikan sesuai kedudukannya serta tidak diangkat melebihi kedudukan mereka. Allah ﷻ berfirman :

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلا تَقُولُوا ثَلاثَةٌ

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga “. ( QS. an-Nisa : 171 ).

Allah ﷻ juga berfirman :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيراً وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. ( QS. al-Maidah : 77 ).

Nabi ﷺ bersabda :

إياكم والغلو في الدين، فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين

Tinggalkalah sikap ghuluw ( berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya binasanya umat sebelum kalian disebabkan ghuluw dalam agama“.

Tidak boleh ghuluw pada manusia dan tidak mengangkat mereka diatas posisi mereka yang sudah ditetapkan oleh Allah padanya, karena bisa mendorong kepada kesyirikan terhadap Allah ﷻ. Demikian juga ghuluw terhadap ulama dan ahli ibadah. Allah ﷻ berfirman tentang Yahudi dan Nasrani :

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِنْ دُونِ اللَّهِ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah “. ( QS. at-Taubah : 31 ).

Mereka ghuluw terhadap ulama dan ahli ibadah hingga mereka meyakini bahwa mereka ( para ulama dan ahli ibadah ) bisa menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal serta mengubah syariat yang bersih.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم