بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ahad – Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Doha, 4 Rabi’ul Awal 1446 / 9 September 2024


https://www.assunnah-qatar.com/wp-content/uploads/2024/09/Dzikir-Sesudah-Shalat.mp3?_=1

KITAB SHALAT
Dzikir-dzikir setelah Sholat

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-ahzab ayat 41-42:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اذۡكُرُوۡا اللّٰهَ ذِكۡرًا كَثِيۡرًا ۙ‏ ٤١ وَّ سَبِّحُوۡهُ بُكۡرَةً وَّاَصِيۡلًا‏ ٤٢

Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.

Pada ayat ini Allah ﷻ memerintahkan orang-orang yang beriman untuk selalu berdzikir mengingatNya. Siapa yang mencintai Allah ﷻ maka pasti akan selalu mengingatNya setiap waktu.

Sebagian salaf mengatakan : Barangsiapa yang mengenal Allah ﷻ pasti akan mengingatNya dan barangsiapa yang cinta kepada Allah ﷻ maka dia akan berdzikir mengingatNya.

Maka, dalam ayat ini Allah ﷻ memanggil hanya untuk orang yang beriman, bukan orang yang berislam.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 mengatakan berdzikir kepada Allah ﷻ kecuali bagi orang yang beriman yaitu bagi orang yang hatinya selalu cinta kepada Allah ﷻ.

Dzikir kepada Allah ﷻ adalah bacaan yang ringan bagi orang yang mendapat hidayah dariNya, namun bagi orang yang tidak mendapat hidayah akan terasa berat.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadits Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَلِمَتَانِ ‌حَبِيبَتَانِ ‌إِلَى ‌الرَّحْمَنِ، خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ.

“Dua kalimat yang dicintai oleh Ar-Rahman, ringan diucapkan di lidah, namun berat dalam timbangan amal pada hari kiamat, (yaitu kalimat):

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ.

“SUBHANALLAH WABIHAMDIHI, SUBHANALLAHIL ‘AZHIM”

(Maha Suci Allah dan segala pujian hanya untuk-Nya, Maha Suci Allah lagi Maha Agung).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka orang yang selalu mengingat Allah ﷻ yaitu orang yang beriman, akan berusaha mengisi waktunya dengan hal-hal yg bermanfaat. Cukuplah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang pendek nan sarat makna ini.

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

“Termasuk tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya” [HR. Tirmidzi no. 2317 dan lain-lain. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahullah.].

Dzikir memiliki banyak keutamaan. Bahkan Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah dalam dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib menyebutkan sekitar 70 keutamaan. Semoga bisa menjadi penyemangat bagi kita untuk menjaga lisan ini untuk terus berdzikir, mengingat Allah daripada melakukan hal yang tiada guna. Berikut beberapa diantaranya:

(1) mengusir setan.
(2) mendatangkan ridho Ar Rahman.
(3) menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4) hati menjadi gembira dan lapang.
(5) menguatkan hati dan badan.
(6) menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.
(7) mendatangkan rizki.
(8) orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9) mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.

Dan masih banyak lainnya…

  • Dzikir dapat menenangkan hati. Allah ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. QS. Ar-Ra’du (13): 28.

Dzikir bukan hanya sumber ketenangan hati, bahkan dzikir merupakan sumber kehidupan hati, sebab ia merupakan makanan dan nyawanya hati. Andaikan ada suatu hati yang kosong dari dzikir, maka diumpamakan seperti tubuh yang tidak mendapatkan suplai makanan.

  •  Bahkan orang yang berdzikir, pahalanya dapat mengungguli pahala jihad. Ibnu Rajab 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 mengatakan ketika jihad dijalan Allah ﷻ merupakan amalan yang paling utama dan hal ini tidak semua orang mampu melakukannya, dan dzikir yang banyak atau terus menerus dapat menyamai pahala jihad di jalan Allah ﷻ.
  • Dzikir juga dapat menolak bala dan musibah. Sebagian salaf berkata, seandainya manusia lalai dari dzikir mengingat Allah ﷻ, pasti manusia akan binasa.
  • Dzikir dapat melembutkan hati yang keras. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: dzikir bagi hati bagai air bagi ikan. Sebagaimana jika ikan dijauhkan dari air akan mati, maka demikian juga dengan hati.

Allah ﷻ secara khusus memerinrahkan untuk berdzikir kepadaNya, setelah melaksanakan ibadah.

Allah memerinrahkan dzikir sesudah shalat. Firman-Nya:

فَاِذَا قَضَيۡتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذۡكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوۡدًا وَّعَلٰى جُنُوۡبِكُمۡ ۚؕ فَاِذَا اطۡمَاۡنَنۡتُمۡ فَاَقِيۡمُوا الصَّلٰوةَ​ ۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتۡ عَلَى الۡمُؤۡمِنِيۡنَ كِتٰبًا مَّوۡقُوۡتًا‏ ١٠٣

Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman. (QS An-Nisa ayat 103).

Dalam ayat lainnya:

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوۡا فِى الۡاَرۡضِ وَابۡتَغُوۡا مِنۡ فَضۡلِ اللّٰهِ وَاذۡكُرُوا اللّٰهَ كَثِيۡرًا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ‏ ١٠

Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. (QS Jumuah ayat 10).

Allah ﷻ memerintahkan kita berdzikir kepada-Nya, usai melaksanakan ibadah Ramadhan secara sempurna. Firman Allah ﷻ:

وَلِتُکۡمِلُوا الۡعِدَّةَ وَلِتُکَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمۡ وَلَعَلَّکُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ‏ ١٨٥

… Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. (QS Al-Baqarah ayat 185).

Allah ﷻ berfirman:

 فَاِذَا قَضَيۡتُمۡ مَّنَاسِكَکُمۡ فَاذۡکُرُوا اللّٰهَ كَذِكۡرِكُمۡ اٰبَآءَکُمۡ اَوۡ اَشَدَّ ذِکۡرًا ؕ

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. (QS Al-Baqarah ayat 200).

Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar pada Bâbul Adzkâr ba‘dash Shalâh mengatakan bahwa ulama telah bersepakat (ijma’) tentang kesunnahan dzikir usai shalat yang ditopang oleh banyak hadits shahih dengan jenis bacaan yang amat beragam.

Tujuan Dzikir setelah Ibadah

Semua itu-waallaahu a’lam- bertujuan untuk menutupi kekurangan dan gangguan yang terjadi dalam ibadah, dan agar seorang hamba selalu merasa dituntut untuk senantiasa berdzikir dan beribadah. Agar ia tidak mengira bahwa usai beribadah, berarti ia telah usai melaksanakan kewajibannya.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa wa Rasail-nya menjelaskan tentang hikmahnya. Beliau berkata:

الحكمة من الاستغفار بعد الصلاة، أن الإنسان لا يخلو من تقصير في صلاته؛ فلهذا شرع له أن يستغفر ثلاثاً ثم يقول: “اللهم أنت السلام، ومنك السلام، تباركت يا ذات الجلال والإكرام”، ثم يأتي بالأذكار الواردة عن النبي عليه الصلاة والسلام

“Hikmah istighfar setelah shalat, bahwa seseorang tak lepas dari kekurangan dalam shalatnya. Karenanya, disyariatkan baginya untuk beristighfar tiga kali lalu mengucapkan:

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Kemudian membaca zikir-zikir yang bersumber dari dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” Selesai nukilan.

Dzikir yang disyari’atkan usai shalat fardhu, harus dilakukan sesuai dengan cara yang diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ, bukan dengan cara yang dibuat-buat, yang kerap dilakukan oleh kalangan Sufi pelaku bid’ah.

Membaca surat Al-Fatihah setelah Shalat

Diantara yang banyak dilakukan tanpa dalil adalah membaca Surat Al-Fatihah setelah shalat.

Al-Fatihah adalah surat yang paling utama di dalam Al-Quran namun tidak boleh kita mengkhususkan membaca surat ini pada waktu tertentu atau maksud tertentu kecuali yang ada dalilnya.

Dan kita tidak mengetahui dalil yang menunjukkan bahwa surat ini disunnahkan dibaca setelah shalat fardhu. Sampai hadist yang lemah atau palsu pun tidak ditemukan.

  • Berkata Al-Lajnah Ad-Daimah:

لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يقرأ الفاتحة بعد الدعاء فيما نعلم، فقراءتها بعد الدعاء بدعة.

“Tidak datang dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau membaca Al-Fatihah setelah berdoa sebatas pengetahuan kami, oleh karena itu membacanya setelah berdoa adalah bid’ah.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 2/528).

  • Berkata Syeikh Shalih bin Fauzan:

أمَّا قراءتها أدبار الصَّلوات؛ فلا أعلم له دليلاً من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وإنما الذي ورد هو قراءة آية الكرسي ، و { قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ } ، و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ } ، و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ }؛ وردت الأحاديث بقراءة هذه السُّور بعد الصَّلوات الخمس، وأمَّا الفاتحة؛ فلا أعلم دليلاً على مشروعيَّة قراءتها بعد الصَّلاة .

“Adapun membacanya (yaitu Al-Fatihah) setelah shalat fardhu maka saya tidak mengetahui dalilnya dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang ada dalilnya adalah ayat kursy, qul huwallahu ahad, dan qul a’udzu birabbil falaq, dan qul a’udzu birabbinnas. Telah datang hadist-hadist yang menunjukkan disyari’atkannya membaca surat-surat ini setelah shalat lima waktu, adapun Al-Fatihah maka saya tidak mengetahui dalil yang menunjukkan disyariatkannya untuk dibaca setelah shalat.” (Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan no: 133)

Demikian juga membaca Al Fatihah sebelum atau setelah berdo’a. Dalam sebuah hadits dinyatakan:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لِيُصَلِّ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ لِيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ

Jika salah seorang dari kalian sholat (dan akan berdoa) mulailah dengan memuja dan memuji Allah kemudian bersholawatlah kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam kemudian berdoalah sesuai dengan yang ia inginkan (HR. atTirmidzi).

Hukum Dzikir Berjama’ah

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: Wahai Syaikh yang mulia, apa hukum berkumpulnya sekelompok orang, lalu mengulang-ulang dzikir dengan cara berjamaah?

Jawaban beliau : Ini adalah perkara yang tidak sepantasnya dilakukan. Karena apabila dia melakukan hal itu, maka dirinya akan terhalang untuk bisa membaca dzikir sendirian.

Sedangkan orang yang membaca dzikir lebih utama daripada orang yang mendengarkannya. Maka yang aku nasehatkan kepada mereka adalah hendaknya masing-masing dari mereka membaca dzikir sendiri-sendiri.  Liqo Al Bab Al Maftuh: 37


Bacaan Dzikir setelah Shalat sesuai Sunnah

  •  Membaca Istighfar tiga kali

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan hadits dari Tsauban. Dari Tsauban radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، إذَا انْصَرَفَ مِن صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقالَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika selesai shalat, beliau beristighfar 3x, lalu membaca doa:

/Alloohumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikroom/

(Ya Allah Engkau-lah as salam, dan keselamatan hanya dari-Mu, Maha Suci Engkau wahai Dzat yang memiliki semua keagungan dan kemulian)” (HR. Muslim no. 591).

Dalam hadits At Timridzi, Abu Dawud, dan Al Hakim bahwa, barangsiapa membaca istighfar dibawah ini, maka akan diampunkan dosanya, meskipun ia telah lari dari medan jihad yang sedang berkecamuk (dimana dosanya sangat besar sekali):

أَسْتَغْفِرُ الله الَّذِي لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

/Astaghfirullahal-ladzi la ilaha illa Huwal-Hayyul-Qayyum, wa atubu ilaih/

(Aku memohon ampun kepada Allah, Yang tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus, dan aku bertobat kepada-Nya).

Sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, dalam riwayat Abu Daud, At Tirmidzi, dan Ahmad, sempat menghitung lafazh istighfar berikut ini dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. dalam satu majlis, sebanyak 100 x:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ”

/Rabbighfirli, wa tub ‘alayya, innaka Anta At-Tawwabur-Rahim/

(Wahai Tuhan-ku, ampunilah daku, dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau-lah Dzat Maha Penerima tobat, dan Maha Penyayang).

Yang paling afdhal adalah lafadz dzikir pada hadits pertama: أَسْتَغْفِرُ اللهَ astagfirullah  3X.

  • Membaca Do’a Keselamatan

Dari Tsauban Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau beristighfar tiga kali dan mengucap:

“اَللّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَـارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَام.”

Allahumma antassalam waminkassalam tabarakta ya dzaljalali wal ikram.

“Ya Allah, Engkaulah Pemberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan. Mahasuci Engkau, wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan.”

Al-Walid berkata, “Aku berkata pada al-Auza’i: “Bagaimana istighfar itu?” Dia berkata: “Ucapkanlah: “أَسْتَغْفِرُ اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ.”

Hukum tambahan وَتَعَالَيْت… Seperti kalimat:

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكت رَبنَا وَتَعَالَيْت يَا ذَا الْجلَال وَالْإِكْرَام

Tambahan ini tidak ada dalilnya. Demikian dijelaskan Abu Bakar Zaid 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.

  • Membaca Kalimat Tauhid

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ، اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.

Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.

“Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalihnya yang menyelamatkan dari siksaan). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan.” [HR. Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593 ]

Dari Abu az-Zubair, dia berkata, “Dulu, ketika Ibnu az-Zubair selesai salam pada akhir shalat, dia mengucap:

“لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ، وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ.”

Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.

Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Laa ilaha illallah wa laa na’budu illa iyyaah. Lahun ni’mah wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaaul hasan.

Laa ilaha illallah mukhlishiina lahud diin wa law karihal kaafiruun.

“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya seluruh kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan (pertolongan) Allah. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah. Kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah, dan pujian yang baik. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah, dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir benci.”

Dia berkata, “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertahlil dengan do’a tersebut pada akhir setiap shalat.” [Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1272)], Shahiih Muslim (I/415 no. 594), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/372 no. 1493), dan Sunan an-Nasa-i (III/70)]


Kajian Ahad – Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify, BA 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Doha, 12 Rabi’ul Awal 1446 / 15 September 2024

Dzikir-dzikir setelah Sholat – Lanjutan

  •  Sesudah shalat Shubuh dan shalat Maghrib juga mengucapkan: Rabbi ajirni minan naar (Rabb-ku, lindungilah diriku dari siksa Neraka).

Sebanyak tujuh kali, berdasarkan riwayat Ahmad, Abu Dawud, an-Nasaa’i, Ibnu Majah dan perawi lainnya.

Namun haditsnya diperselisihkan ulama, sehingga boleh membacanya asal tidak terus menerus.

  • Membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil

Mengenai bacaan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil setelah shalat ada 4 bentuk yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Yaitu:

1. Tasbih 33x, tahmid 33x, takbir 33x, tahlil 1x, total 100 dzikir

Sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ سَبَّحَ اللهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَحَمِدَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَكَبَّرَ اللهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ ، وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

“Barangsiapa yang berdzikir setelah selesai shalat dengan dzikir berikut:

/Subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar (33 x). Laa ilaha illallah wahda, laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir/

(“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar (33 x). Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tidak ada sekutu bagiNya. Semua kerajaan dan pujaan adalah milik Allah. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu)

Maka akan diampuni semua kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan” (HR. Muslim no. 597).

2. Tasbih 33x, tahmid 33x, takbir 34x, total 100 dzikir

Sebagaimana riwayat dari Ka’ab bin Ujrah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

مُعَقِّبَاتٌ لَا يَخِيبُ قَائِلُهُنَّ – أَوْ فَاعِلُهُنَّ – دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ ، ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَسْبِيحَةً ، وَثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَحْمِيدَةً ، وَأَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ تَكْبِيرَةً

“Dzikir-dzikir yang tidak akan merugi orang yang mengucapkannya setelah shalat wajib: yaitu 33x tasbih, 33x tahmid, 34 takbir” (HR. Muslim no. 596).

3. Tasbih 25x, tahmid 25x, takbir 25x, tahlil 25x, total 100 dzikir

Sebagaimana riwayat dari Zaid bin Tsabit radhiallahu’anhu, ia berkata:

أُمِرُوا أَنْ يُسَبِّحُوا دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَيَحْمَدُوا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَيُكَبِّرُوا أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ ، فَأُتِيَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي مَنَامِهِ ، فَقِيلَ لَهُ : أَمَرَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُسَبِّحُوا دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَتَحْمَدُوا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَتُكَبِّرُوا أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَاجْعَلُوهَا خَمْسًا وَعِشْرِينَ ، وَاجْعَلُوا فِيهَا التَّهْلِيلَ ، فَلَمَّا أَصْبَحَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ: ( اجْعَلُوهَا كَذَلِكَ )

“Mereka (para sahabat) diperintahkan untuk bertasbih selepas shalat sebanyak 33x, bertahmid 33x, bertakbir 34x. Lalu seorang lelaki dari Anshar bermimpi dan dikatakan kepadanya: Apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah memerintahkan kalian untuk bertasbih sebanyak 33x, bertahmid 33x, bertakbir 34x? Ia menjawab: benar. Orang yang ada di dalam mimpi mengatakan: jadikanlah semua itu 25x saja dan tambahkan tahlil. Ketika ia bangun di pagi hari, lelaki Anshar ini menemui Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan menceritakan mimpinya. Nabi bersabda: hendaknya kalian jadikan demikian!” (HR. An Nasa-i, no. 1350, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).

4. Tasbih 10x, tahmid 10x, takbir 10x, total 30 dzikir

Sebagaimana dalam riwayat dari Abdullah bin Amr radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خصلتان ، أو خلتان لا يحافظ عليهما عبد مسلم إلا دخل الجنة ، هما يسير ، ومن يعمل بهما قليل ، يسبح في دبر كل صلاة عشرا ، ويحمد عشرا ، ويكبر عشرا ، فذلك خمسون ومائة بًاللسان ، وألف وخمسمائة في الميزان ، ويكبر أربعا وثلاثين إذا أخذ مضجعه ، ويحمد ثلاثا وثلاثين ، ويسبح ثلاثا وثلاثين ، فذلك مائة بًاللسان ، وألف في الميزان

“Ada 2 perbuatan yang jika dijaga oleh seorang hamba Muslim maka pasti ia akan masuk surga. Keduanya mudah namun sedikit yang mengamalkan. Yaitu (pertama) bertasbih disetiap selepas shalat sebanyak 10x, bertahmid 10x, bertakbir 10x, maka itulah 150x dzikir di lisan (dalam 5 shalat waktu) namun 1500x di timbangan mizan. Dan (kedua) bertakbir 34x ketika hendak tidur, bertahmid 33x, dan bertasbih 33x, maka itulah 100x dzikir di lisan namun 1000x di timbangan mizan” (HR. Abu Daud no. 5065, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Hukum menambah bilangan dzikir setelah shalat

Terdapat dalam ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, vol Satu, (24/203).

“Adapun doa-doa dan zikir-zikir yang ada dari Nabi, asalnya adalah sudah baku dari sisi teks dan bilanganya. Maka seorang muslim hendaknya memperhatikan hal itu dan menjaganya, jangan menambah bilangan yang telah ditentukan, begitu juga teksnya dan juga jangan mengurangi dan merubahnya. Wabillahit taufiq.”

Demikian juga difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin sebagai bagian dari bid’ah.

Dzikir setelah shalat sunnah

Inilah dua bacaan dzikir setelah sholat Sunah :

[1] Astaghfirullah. 3 kali.
[2] Allaahumma antas salaam wa minkas salaam, tabaarakta ya dzal jalaali wal ikroom.

Dua bacaan ini dibaca secara urut dimulai setelah salam. Disunahkan dibaca usai sholat wajib maupun sholat sunah.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

التسبيحات المأثورة كلها بعد الفريضة، كان النبي يسمعه الصحابة ويعلمه الصحابة أما بعد النوافل ما في شيء … إلا الاستغفار، إذا سلم من النافلة يقول: أستغفر الله .. أستغفر الله .. أستغفر الله، اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام، أما الأذكار الأخرى كلها جاءت بعد الفريضة، أما هذا فهذا بعد الفرض والنفل، يقول ثوبان t«كان النبي ﷺ إذا انصرف من صلاته استغفر الله ثلاثًا وقال: اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام رواه مسلم وغيره، ولم يقل: المكتوبة؛ فدل على أنه من كل صلاة يستغفر في النافلة والفرض.

Bacaan tasbih yang dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi, disunahkan dibaca setelah sholat wajib. Dahulu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memperdengarkan dzikir beliau sesuai sholat kepada para sahabat serta mengajarkan kepada mereka.

Adapun setelah sholat Sunah, tidak dituntutkan bacaan dzikir seperti ini (pent, dzikir-dzikir setelah sholat wajib), kecuali bacaan istighfar, jika seorang selesai dari sholat Sunah hendaknya dia membaca: astaghfirullah… astaghfirullah…. astaghfirullah. Kemudian membaca : Allaahumma antas salaam wa minkas salaam, tabaarakta ya dzal jalaali wal ikroom.

Adapun dzikir-dzikir selain ini, hanya disunahkan dibaca setelah sholat wajib. Berbeda dua bacaan dzikir di atas, berlaku untuk sholat wajib dan sholat sunah. Sahabat Tsauban radhiyallahu’anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bila usai dari shalat wajib, beliau membaca istighfar (astaghfirullaahal ‘azhiim) sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membaca,

“allaahumma antas salaam wa minkas salaam, tabaarakta ya dzal jalaali wal ikroom.” (HR. Muslim)

Beliau tidak mengatakan dzikir ini hanya untuk sholat wajib saja. Menunjukkan bahwa bacaan ini juga disunahkan di semua sholat, wajib maupun sunah.”
(Dikutip dari: https://binbaz.org.sa)

  • Membaca ayat Kursi

Kemudian, usai mengucapkan dzikir sesuai urutan tersebut, kita membaca ayat al-Kursi, surat al-Ikhlas , al-Falaq dan an-Naas.

Sebagaimana hadits dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن قرأَ آيةَ الكرسيِّ دبُرَ كلِّ صلاةٍ مَكْتوبةٍ ، لم يمنَعهُ مِن دخولِ الجنَّةِ ، إلَّا الموتُ

“Barangsiapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat wajib, maka tidak ada yang bisa menghalanginya untuk masuk surga kecuali kematian” (HR. An Nasa-i no. 9928, Ath Thabrani no.7532, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.6464).

  • Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas

Sebagaimana hadits dari Uqbah bin ‘Amir radhiallahu’anhu, ia berkata:

أمرني رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ أن أقرأَ بالمُعوِّذاتِ دُبُرَ كلِّ صلاةٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku untuk membaca al mu’awwidzar (an naas, al falaq, al ikhlas) di penghujung setiap shalat” (HR. Abu Daud no. 1523, dishahikan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

  • Didoakan malaikat untuk yang berdzikir setelah shalat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَفِى سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا ، وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لاَ يُخْرِجُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ ، لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ ، وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ ، فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلِ الْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّى عَلَيْهِ مَا دَامَ فِى مُصَلاَّهُ (مَا لَمْ يُحْدِثْ)  تَقُوْلُ : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ . وَلاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلاَةَ

“Shalat seseorang dengan berjama’ah dilipatgandakan daripada shalatnya di rumah dan di pasarnya dua puluh lima kali lipat. Dan hal itu apabila ia berwudhu lalu memperbagus wudhunya kemudian keluar ke masjid dengan tujuan hanya untuk shalat. Tiap ia melangkah satu langkah maka diangkatkan baginya satu derajat dan dihapuskan satu dosanya. Lalu apabila ia shalat, para malaikat akan terus mendo’akannya selama ia berada di tempat shalatnya, selama ia tidak berhadats. Malaikat akan mendoakan, “Ya Allah, sejahterakanlah ia. Ya Allah, rahmatilah dia.” Dan ia dianggap terus menerus shalat selama ia menunggu shalat.” (HR. Bukhari, no. 647 dan Muslim, no. 649).

  • Mengurutkan bacaan Dzikir setelah Shalat

Dzikir yang memang disebutkan urutannya dalam nash, maka dibaca sesuai zhahir nash tersebut. Sedangkan dzikir yang tidak disebutkan urutannya maka tidak diwajibkan berurutan.

  • Mengeraskan Bacaan Zikir Setelah Shalat

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Menjaharkan zikir setelah shalat fardhu hukumnya sunnah. Dalilnya ialah hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma,

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ، بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ المَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.ٍ

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ

“Mengeraskan suara ketika berzikir setelah orang-orang selesai (salam) dari shalat fardhu ada pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”

Ibnu Abbas berkata, “Aku mengetahui mereka sudah selesai (salam) ketika aku mendengarnya.” (HR. al-Bukhari no. 841 & 842, Muslim no. 583, Ahmad [1/367], dan Abu Dawud no. 1003)

Dalam Shahih al-Bukhari (no. 6473) dan Shahih Muslim (no. 593), dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu anhu, beliau berkata,

إِنِّي سَمِعْتُهُ يَقُولُ عِنْدَ انْصِرَافِهِ مِنَ الصَّلاَةِ: «لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ …

“Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam selesai dari shalat, aku mendengar beliau membaca, Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lahu… dst.”

Tentunya, tidaklah akan terdengar olehnya jika yang membacanya tidak mengeraskannya. (Mengeraskan bacaan zikir) ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dan sejumlah ulama generasi salaf dan khalaf. Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Abbas dan al-Mughirah radhiallahu anhuma tersebut di atas.

Bacaan yang dikeraskan bersifat umum, mencakup semua zikir yang disyariatkan setelah shalat, baik itu tahlil (bacaan laa ilaaha illallah), tasbih (subhanallah), takbir, maupun tahmid (alhamdulillah). Hal ini berdasarkan keumuman hadits Ibnu Abbas di atas. Tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang membedakan antara tahlil dan zikir yang lainnya. Bahkan, hadits Ibnu Abbas menyebutkan bahwa mereka mengetahui selesainya shalat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan (mendengar) takbir. Dengan demikian, terbantahlah pendapat yang mengatakan bahwa bacaan tasbih, tahmid, dan takbir tidak dikeraskan.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13/247)

Di sisi lain, dalam masalah ini jumhur ulama berpendapat bahwa lebih utama tidak menjaharkan bacaan zikir. Mereka berdalil dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَٱذۡكُر رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةً وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam dirimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara.” (al-A’raf: 205)

  • Berdzikir dengan Jari-jari

Teknis dzikir yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menghitung dengan jari.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُهُنَّ بِيَدِهِ

“Saya melihat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung dzikir beliau dengan tangannya.” (HR. Ahmad 6498 dan dinilai hasan oleh Syuaib Al-Arnauth).

Ibnu Alan menjelaskan bahwa cara ‘al-aqd’ (menghitung dengan tangan) ada dua:
1. Al-Aqd bil mafashil (menghitung dengan ruas jari)
2. Al-Aqd bil ashabi’ (menghitung dengan jari)

Beliau mengatakan,

والعقد بالمفاصل أن يضع إبهامه في كل ذكر على مفصل، والعقد بالأصابع أن يعقدها ثم يفتحها

“Al-Aqd bil mafashil (menghitung dengan ruas jari), bentuknya adalah meletakkan ujung jempol para setiap ruas, setiap kali membaca dzikir. Sedangkan Al-Aqd bil ashabi’ (menghitung dengan jari), bentuknya adalah jari digenggamkan kemudian dibuka satu persatu.

  • Dzikir dengan tasbih

– Pendapat pertama, hukumnya bid’ah, karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat padahal mereka mampu melakukannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.
– Pendapat kedua, hukumnya boleh sekedar untuk sarana menghitung tanpa diyakini ada keutamaan khusus. Mereka mengqiyaskan hal ini dengan perbuatan sebagian salaf yang bertasbih dengan kerikil.
– Pendapat ketiga, hukumnya makruh. Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Beliau mengatakan:

التسبيح بالمسبحة تركه أولى وليس ببدعة لأن له أصلا وهو تسبيح بعض الصحابة بالحصى ، ولكن الرسول صلى الله عليه وسلم أرشد إلى أن التسبيح بالأصابع أفضل

“Bertasbih dengan biji tasbih, meninggalkannya lebih utama. Namun bukan bid’ah, karena ada landasannya yaitu sebagian sahabat bertasbih dengan kerikil. Namun Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing kita kepada yang lebih utama yaitu bertasbih dengan jari jemari” (Liqa Baabil Maftuh, 3/30).

  • Berdo’a setelah Dzikir

Usai membaca dzikir-dzikir tersebut, seseorang dibolehkan untuk berdo’a sesuai kehendaknya,tanpa suara yang terdengar.

Karena do’a selepas melakukan ibadah dan semua dzikir mulia tersebut, lebih layak untuk dikabulkan.

Dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يا رسولَ اللهِ أيُّ الدعاءِ أَسْمَعُ ؟ قال : جَوْفَ الليلِ الآخِرِ ، ودُبُرَ الصلواتِ المَكْتُوباتِ

“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Di akhir malam dan di akhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, no. 3499, dihasankan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Tidak perlu mengangkat tangan saat berdo’a usai shalat wajib, sebagaimana yang dilakukan sebagian kaum muslimin.

Karena itu adalah bid’ah. Itu hanya dilakukan sesekali, setelah shalat sunnah.

Do’a juga jangan diucapkan dengan suara terdengar, tapi dengan suara perlahan.

Karena cara itu lebih mendekatkan kepada keikhlasan dan kekhusyuan, juga menghindarkan seseorang dari riya. Sementara do’a berjama’ah yang biasa dilakukan sebagian kum muslimin di beberapa negara usai shalat dengan suara keras sambil mengangkat tangan, atau imam berdo’a lalu para makmum mengamininya dengan mengangkat tangan, itu jelas merupakan bid’ah munkarah (sangat tercela). Karena tidak ada riwayat dari Nabi ﷺ bahwasanya apabila usai shalat berjama’ah, beliau berdo’a dengan cara rersebut. Baik dalam shalat Shubuh, shalat ‘Ashar, atau shalat-shalat lainnya. Dan tidak seorang pun dari kalangan ulama yang menganjurkan hal itu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 menjelaskan, “Orang yang menukil riwayat dari Imam asy-Syafi’i, bahwa beliau menyunnahkan hal itu, dia telah melakukan kesalahan padanya.” (Majmu Fatawa (XXII:512).

Kita harus membatasi diri dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi ﷺ , baik dalam ibadah tersebut, atau dalam amalan yang lain.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 7:

وَمَاۤ اٰتٰٮكُمُ الرَّسُوۡلُ فَخُذُوْهُ وَ مَا نَهٰٮكُمۡ عَنۡهُ فَانْتَهُوۡا​ ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ​ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيۡدُ الۡعِقَابِ​ۘ‏

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.

Allah ﷻ berfirman :

لَقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِىۡ رَسُوۡلِ اللّٰهِ اُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنۡ كَانَ يَرۡجُوا اللّٰهَ وَالۡيَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيۡرًا ؕ‏ ٢١

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم