Assunnah Qatar

Kegiatan Kajian Melayu Assunnah Qatar

Pembahasan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla memiliki kedudukan yang agung dan tinggi dalam Islam, bahkan merupakan salah satu tonggak utama dan landasan iman kepada Allâh Azza wa Jalla . Dan seorang hamba tidak mungkin dapat menunaikan ibadah yang sempurna kepada Allâh Azza wa Jalla sampai dia benar-benar memahami pembahasan ini dengan baik.

Oleh karena itu, penyimpangan dalam memahami masalah ini, akibatnya sangatlah fatal, karena kerusakan pada landasan iman ini akan mengakibatkan rusaknya semua bangunan agama seorang hamba yang berdiri di atasnya.

Kajian ini membahas beberapa Bentuk Penyimpangan Dalam Tauhid Asma Dan Sifat, yaitu:

a) Meyakini Ada Yang Mengetahui Ilmu Ghaib.
b) Menafikan Sifat ‘Uluww Bagi Allâh ﷻ.
c) Memalingkan Ayat-Ayat Tentang Sifat.
d) Keyakinan Allah Tidak Berbicara, Allah Tidak Punya Bahasa, Keyakinan Al-Qur’an Makhluk Dan Terjemahan Nabi Muhammad ﷺ.
e) Mencela Allâh ﷻ Dengan Sifat-Sifat Yang Tidak Layak Bagi-Nya

Sangat perlu kiranya seorang muslim mempelajari, merenungi untung dan mengingat nasib diri, sebagai bentuk muhasabah yang benar sesuai yang di kehendaki oleh Allâh ﷻ. Dari mana kita mereka berasal, untuk apa hadir kedunia, dan kemana kita akan kembali. Dengan mengingat untung diri, maka akan lahirlah manusia yang benar-benar manusia, ia sadar akan diri mereka yang sesungguhnya. Allâh ﷻ berfirman:

“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka”. (QS. Al-Gasyiyah: 25-26)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyar: 18)

Ali bin Abi Thalib: Takwa adalah takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar Al Qur’an (At Tanjil), dan menerima (Qona’ah) terhadap yang sedikit dan bersiap-siap menghadapi hari akhir (hari perpindahan).

Berkata Sahabat ‘Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu:

“Hendaklah kalian menghitung nasib kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang amal perbuatan kalian sebelum kalian ditimbang. Dan bersiapsiaplah (dengan amal shaleh) untuk hari besar untuk ditampakkan seluruh amal perbuatan. “Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)”. (QS. Al-Haqqah: 18)”. (Mushannaf ibnu Abi Syaibah (no. 34459 ), Az-Zuhd 1/103 (no. 306), Abdullah bin Mubarakh).

Iman Al-Hasan Al-Basri Rahimahullah berkata:

“Tiada seorangpun dari penduduk langit dan bumi kecuali akan menyesali dirinya pada hari kiamat”. (Tafsir Ibnu Katsir 8/275).

Berkata Maimun bin Mihran:

“Tidaklah seorang hamba dikatakan bertakwa sampai dia menghitung nasib dirinya sebagaimana dia mengoreksi teman kerjanya dari mana makanan dan pakaiannya”. (Sunan At-Turmizi 4/219 (no. 2459).

Saudaraku, ketahuilah! Sungguh Rabb kita Allah tidak menciptakan kita untuk tujuan remeh dan untuk bermain-main, namun kita diciptakan untuk satu tujuan yang sangat agung lagi mulia. Yaitu untuk mengenal Allah dengan benar, menghambakan diri dengan tauhid beribadah hanya kepada-Nya, mengagungkan aturan syariat agar kita berjalan diatas perintah dan larangan-Nya. Allâh ﷻ berfirman:

اَفَحَسِبْتُمْ اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ

Al-Mukminun ayat 115. Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Ad-Dzariyat ayat 56. Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.

Tata cara Ibadah Haji dan Umrah

Kitab “Minhajul Muslim” ini merupakan panduan lengkap bagi setiap Muslim supaya dapat mengamalkan ajaran Islam secara kaffah. Terdiri dari lima bagian, yaitu akidah, adab, akhlak, ibadah dan muamalat sehingga menghimpun semua ushul (pokok) dan furu’ (cabang) syariat Islam. Setiap pokok pembahasan disertai dengan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga validitasnya tidak diragukan lagi.

Melalui pengetahuan yang benar tentang ajaran Islam maka akan tercipta generasi yang taat syariat dan pada gilirannya tercipta masyarakat yang religius dan mendapatkan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Melanjutkan pembahasan sebelumnya pada bab haji dan umrah. Materi Kesepuluh: Tata Cara Haji dan Umrah.

Orang yang hendak melakukan ibadah haji atau umrah pertama-tama memotong kukunya, mencukur kumis dan rambut kemaluannya, mencabuti rambut ketiaknya, mandi, kemudian mengenakan dua kain putih bersih yang disarungkan dan diselempangkan, serta menggunakan sendal.

Apabila telah sampai di tempat miqat shalat fardhu atau sunnah, kemudian berniat melakukan manasik dengan mengucapkan, “Labbayka Allahumma Labbayka Hajja.”

🏷️ Hal ini bukan dalil dilafazkan niat untuk ibadah lainnya. Ini istidlal yang keliru.
▪️Tujuan Talafuz bin niat dalam hal ini adalah untuk menentukan nusuk (tata cara haji)
▪️Jika keliru dalam ucapan, sehingga keliru memilih jenis haji maka tak masalah, karena yang dinilai hajinya.
▪️Dalam Talafuz bin niat, Rasulullah ﷺ hanya melakukannya pada jenis ibadah haji dan umrah saja.

✅ Lafazh “Labbayka Allahumma Labbayka Hajja.” dibaca apabila ingin melaksanakan haji ifrad.
✅ Apabila ingin menjalankan haji tamattu’ mengucapkan “Labbayka Allahumma Labbayka Umratan” (Ini tatacara yang paling utama)
✅ Apabila ingin menjalankan haji qiran maka mengucapkan ““Labbayka Allahumma Labbayka hajjan Wa Umratan”.

Orang yang menjadi wali anak kecil, harus memerintahkan anak tersebut untuk shalat jika ia sudah mencapai usia tujuh tahun. Meskipun shalat itu belum wajib baginya. Tujuannya agar anak tersebut memerhatikan shalat, dan berlatih melaksanakannya.

Rasulullah ﷺ bersabda: Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. (HR Bukhari Muslim).

Tidak ada jalan untuk diri kita dan keluarga kita kecuali taat kepada Allâh Ta’ala. Allâh ﷻ berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS At-Tahrim ayat 6).

Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

تَعَوَّدُوا الْخَيْرَ، فَإِنَّمَا الْخَيْرُ فِي الْعَادَةِ.

“Biasakanlah berbuat baik. Karena kebaikan akan terbentuk dengan kebiasaan.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (35713); sanadnya shahih].

Apabila ia shalat, maka dia dan walinya sama-sama akan memperoleh pahala, berdasarkan firman Allah:

“Dan barangsiapa melaksanakan kebaikan, maka ia akan memperoleh pahala sepuluh kali lipatnya…” (QS. Al-An’aam: 160)

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad ﷺ. Diturunkan oleh Allâh ﷻ yang Suci diturunkan oleh malaikat yang suci dan diterima oleh Nabi-Nya yang sudah disucikan hatinya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Waqiah:

اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ

77. dan (ini) sesungguhnya Al-Qur’an yang sangat mulia,

فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ

78. dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh),

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ

79. tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.

Orang kafir tidak bisa merintangi Al-Quran dengan menguranginya, menambahinya, dan mendustakannya dengan mendatangkan kitab lain, atau mencabut kitab lain yang digunakan untuk mencacatinya. Al-Quran itu diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana dalam segala tindakanNya, mengatur urusan-urusan ciptaan-Nya, dipuji dalam segala keadaan dan dipuji oleh seluruh makhluk-Nya atas kenikmatan melimpah yang diberikan kepada mereka.

Tentunya dalil kebenaran Al-Quran ini tidak hanya dari firman Allah. Tapi juga fakta-fakta didukung oleh beberapa bukti yang logis dan nyata. Inilah yang akan dikaji dalam materi ini.

Kajian Kitab: Al-Lu’lu’ wal Marjan | Larangan Kembali Kepada Kekafiran Sepeninggal Rasulullah ﷺ dengan Saling Membunuh

HADITS KE-44:

حَديثُ جَرِيرٍ أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَالَ له في حَجَّةِ الوَدَاعِ: اسْتَنْصِتِ النَّاسَ فَقَالَ: لا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.

Jarir menuturkan bahwa ‘Ketika haji Wada’, Nabi ﷺ bersabda kepadanya, “Perintahkan orang-orang untuk diam.” Kemudian beliau bersabda, “Kalian jangan kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian”. 

(Yakni janganlah kalian berbuat sebagaimana perbuatan orang-orang kafir (Syarah Shahih Muslim – An-Nawawi 2/55).

(HR. Bukhari, Kitab: “Ilmu” 3), Bab: Diam untuk mendengarkan ulama (43))

Haji Wada adalah haji terakhir Rasulullah ﷺ sebelum beliau meninggal. Ini menegaskan bahwa Siapapun yang bernyawa pasti akan mati.
Perintahkan manusia untuk diam: maka ketika mendengarkan nasehat atau ceramah hendaknya diam, dan Penceramah berhak memberi tahu untuk diam.

HADITS KE-45:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَيْلَكُمْ أَوْ وَيْحَكُمْ قَالَ شُعْبَةُ شَكَّ هُوَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

Ibnu Umar berkata, Nabi ﷺ bersabda: “Celaka kalian, janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian.”

(HR. Bukhari, Kitab: “Adab” (78), Bab: Tentang: ucapan seseorang “Celaka kamu!” (95))

Dari Abu Said yaitu Samurah bin jundub Radhiyallahu’anhu, katanya: “Sesungguhnya saya dahulu itu sebagai seorang anak-anak di zaman Rasulullah ﷺ, maka saya menghafal -berbagai ajaran- dari beliau. Juga beliau tidak pernah melarang saya berbicara, melainkan jika di situ ada orang yang lebih tua usianya dariku.” (Muttafaq ‘alaih)

Pada waktu itu, Samurah bin jundub Radhiyallahu’anhu masih kecil sekitar 13 atau 14 tahun. Dhohirnya pada waktu perang Hondak atau Uhud.  Hadits ini mengajarkan hendaknya menghormati orang yang lebih tua, terpandang atau penguasa yang sering dijumpai dalam suatu majelis. Orang tua biasanya lebih suka untuk bercerita atau memberi nasihat yang panjang.

Terkadang orang yang baru belajar, dia tahu satu atau dua ilmu, saking semangatnya dia umbar kesana-sini tanpa tahu rambu dan sopan santun.

Apabila dia mengetahui seseorang yang lebih mampu menyampaikan, biarkan dia berbicara. Karena ilmu bukan untuk dibanggakan, atau untuk dikatakan menonjol. Ilmu disampaikan karena Allâh ﷻ dan Rasul-Nya, dan ditegakkan syari’at Allâh ﷻ karena ikhlas, bukan karena riya.

Dari Anas Radhiyallahu’anhu, katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang pemuda itu memuliakan seorang tua karena usianya, melainkan Allah akan ditakdirkan untuknya orang yang akan memuliakannya nanti, jika ia telah berusia tua -maksudnya setelah tuanya pasti akan dimuliakan anak-anak yang lebih muda daripadanya-.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa hadis ini adalah hadits gharib.

Kata pepatah Arab, al-jaza min jinsil-amal (balasan seusai dengan amal perbuatan). Allâh ﷻ tidak akan menyia-nyiakan perbuatan hamba-Nya. Meskipun hadits ini lemah, tetapi kadang disampaikan oleh para ulama dalam hal Fadhailil A’mal.

Memohon perlindungan kepada Allah maknanya meminta penjagaan-Nya serta bersandar dan mempercayakan kepada-Nya. Allah memerintahkan agar kita memohon perlindungan kepada-Nya dari syetan saat membaca Al-Qur’an karena beberapa hal:

▪️ Pertama: Al-Qur’an adalah obat bagi apa yang ada di dalam dada. Ia menghilangkan apa yang dilemparkan syetan ke dalamnya, berupa bisikan, syahwat dan keinginan-keinginan yang rusak.
▪️ Kedua: Para malaikat dekat dengan para pembaca Al-Qur’an dan mendengarkan bacaan mereka.
▪️ Ketiga: Syetan memperdaya pembaca Al-Qur’an dengan berbagai tipu dayanya sehingga membuatnya lupa dari maksud Al-Qur’an, yakni merenungkan, memahami dan mengetahui apa yang dikehendaki oleh yang befirman, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
▪️ Keempat: Pembaca Al-Qur’an berdialog dengan Allah dengan firmanNya.
▪️ Kelima: Allah mengabarkan bahwasanya tidaklah Dia mengutus seorang rasul atau nabi pun kecuali jika ia mempunyai suatu keinginan, syetan memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan-keinginan itu.
▪️ Keenam: Syetan sangat bersungguh-sungguh sekali dalam menggoda manusia saat ia berkeinginan melakukan kebaikan, atau ketika berada di dalamnya, syetan berusaha keras agar hamba tersebut tidak melanjutkan perbuatan baiknya.
▪️ Ketujuh: Bahwa berlindung kepada Allah (isti’adzah) sebelum membaca adalah pertanda dan peringatan bahwa yang akan datang setelah itu adalah Al-Qur’an.

Allâh ﷻ berfirman:

وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ (١٦٨)

dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al-Baqarah ayat 168)

Karena sudah jelas setan adalah musuh yang nyata, maka sudah sewajibnya kita kaum muslimin menyiapkan senjata agar kita mampu bertahan dari gangguannya.

Maka, sesuai dengan namanya, kitab ini adalah kitab yang mengarahkan kaum muslimin untuk menyiapkan diri dari gangguan setan.

Ighotsah bermakna pertolongan kepada orang yang dilanda hal yang bersifat emergency. Seperti halnya istighosah sebagai Do’a Memohon pertolongan disaat-saat kritis. Al-Lahfan artinya orang yang sudah terjerumus kedalamnya. Min mashoyid As-Syaitan bermakna dari jerat godaan setan.

BAB KE-44: Menghormati Ulama, Orang yang Lebih Dewasa, dan Orang Terpandang, Mendahulukan Meraka, Menjunjung Tinggi Kedududukan dan Menonjolkan Martabat Meraka, Pembahasan Hadits Ke-9 dan 10.

📖 Hadits 9:

356. Dari Maimun bin Abu Syabib bahwasanya Aisyah radhiallahu ‘anha dilalui oleh seorang peminta-minta lalu olehnya diberi sepotong roti, juga dilalui oleh seorang lelaki yang mengenakan pakaian baik serta berkeadaan baik, lalu orang itu didudukkan kemudian ia makan. Kepada Aisyah ditanyakan, mengapa berbuat demikian -yakni tidak dipersamakan cara memberinya. Lalu ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Letakkanlah masing-masing manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, tetapi kata Imam Abu Dawud: “Maimun itu tidak pernah menemui Aisyah.” Hadist ini disebutkan oleh Imam Muslim dalam permulaan kitab shahihnya sebagai ta’liq, lalu katanya: “Dan disebutkan dari Aisyah, katanya: “Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kita supaya kita menempatkan para manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri -yakni yang sesuai dengan kedudukannya.” Imam Hakim Abu Abdillah menyebutkan ini dalam kitabnya Ma’rifatu ‘ulumil hadist dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadist shahih.