Assunnah Qatar

Kegiatan Kajian Melayu Assunnah Qatar

Allâh ﷻ adalah Zat Yang Maha Ghaib, manusia tidak akan mampu melihatNya karena keagungan dan kebeasaran-Nya. Maka untuk mengenalkan tentang ZatNya, apa yang diinginkan Allâh ﷻ dan apa yang dibenci-Nya, maka Allâh ﷻ mengutus para nabi dan rasul sebagai penyampai dan penjelas risalah kepada para hamba-Nya. Allâh ﷻ berfirman:

اَللّٰهُ يَصْطَفِيْ مِنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًا وَّمِنَ النَّاسِۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ ۚ

Al-Hajj ayat 75: Allah memilih para utusan(-Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

Salah satu rukun iman yang wajib bagi setiap muslim adalah beriman bahwa Allâh ﷻ telah mengutus para nabi dan rasul untuk manusia, ada yang Nama dan kabarnya dikisahkan kepada kita ada yang tidak diceritakan.

Iman kepada Para Nabi dan Rasul meliputi beberapa perkara pokok:

Pertama: Iman keberadaan dan nama-nama Para Nabi dan Rasul yang dikabarkan Al-Quran dan As-Sunnah.

Nama-nama Para Nabi dan Rasul dalam Al-Qur’an berjumlah 25. Jumlah Para Nabi dan Rasul sangat banyak, dalam satu riwayat disebutkan jumlah mereka 124.000 Nabi dan Rasul. Jumlah Rasul 315. Yang disebutkan dalam Al-Quran 25 Nabi dan Rasul. 5 Rasul Ulul ‘Azmi.

▪️ Secara urutan zaman nama-nama Nabi dan Rasul sebagai berikut: Adam, Idris, Nuh, Hud, Sholeh, Syu’aib, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Yunus, Ayyub, Zulkifli, Harun, Musa, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Zakariyya, Yahya, ‘Isa bin Maryam, Muhammad ﷺ.

▪️ Ulul ‘Azmi dari mereka hanya 5 Rasul, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad ﷺ.

▪️Khalilan (dua kekasih Allah k)) adalah Ibrahim dan Muhammad ﷺ.

▪️ Nama-nama Nabi yang disebutkan dalam sebagian atsar diantaranya adalah Nabi Syist, Yusya bin Nun, Nabi Daniyal, Samu’il, Thalut.

📖 Surat Al-Baqarah Ayat 154:

Allâh ﷻ berfirman :

وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَن يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتٌۢ ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS Al-Baqarah ayat 154).

Ayat ini menjelaskan tentang orang yang mati syahid dunia dan akhirat, dan diperlakukan bukan seperti orang yang mati biasa. Dan di akhirat mendapatkan keutamaan yang dijanjikan Allâh ﷻ di akhirat.

Berdasarkan hadits al-Miqdam bin Ma’dikarib al-Kindiy radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda,

«إِنَّ لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللهِ ﷻ قَالَ الْحَكَمُ: سِتَّ خِصَالٍ – أَنْ يُغْفَرَ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيَرَى – قَالَ الْحَكَمُ: وَيُرَى – مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَيُحَلَّى حُلَّةَ الْإِيمَانِ، وَيُزَوَّجَ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُجَارَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنَ مِنَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ – قَالَ الْحَكَمُ: يَوْمَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ – وَيُوضَعَ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، وَيُزَوَّجَ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، وَيُشَفَّعَ فِي سَبْعِينَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ»

“Sesungguhnya bagi orang yang mati syahid di sisi Allah –al-Hakam berkata, ‘Ada enam perkara-; akan diampuni untuknya di awal cipratan darah yang pertama; dan dia akan melihat –al-Hakam berkata, ‘Dan diperlihatkan’ tempat duduknya di sorga; dia akan diberikan perhiasan iman; dinikahkan dengan para bidadari, dibebaskan dari adzab kubur, aman dari keterkejutan yang terbesar –al-Hakam berkata, ‘Pada hari keterkejutan yang terbesar’-; dipasangkan pada kepala mereka mahkota ketenangan, yang yaqut darinya lebih baik dari dunia dan apapun yang ada di dalamnya; dia akan dinikahkan dengan tujuh puluh dua istri dari kalangan bidadari; dan dia diberikan idzin untuk memberikan syafaat kepada tujuh puluh manusia dari kerabat-kerabatnya.”

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Allah mengampuni segala bentuk dosa. Jika taubat mampu menghapuskan seluruh dosa, sampai-sampai perbuatan menyekutukan Allah, membunuh para Nabi serta para wali-Nya, melakukan sihir, berbuat kekufuran, dan sebagainya, maka taubat juga mampu menghapuskan dosa zina tersebut.

Jadi, telah tetap hikmah Allah baginya, sebagai bentuk keadilan dan karunia-Nya, yaitu bahwasanya “Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang sama sekali tidak mempunyai dosa.” (Hadits ini hasan dengan adanya sejumlah penguat).

Allah memberikan jaminan kepada orang yang bertaubat dari Perbuatan syirik, pembunuhan, dan perzinaan berupa penggantian keburukan mereka dengan berbagai macam kebaikan. Inilah hukum umum yang berlaku bagi semua orang yang bertaubat dari dosa-dosanya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar ayat 53:

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Tidak ada satu dosa pun yang keluar dari keumuman ayat di atas. Akan tetapi, hal ini khusus bagi orang-orang yang bertaubat.

Hidup yang Berkah

Kadang kita salah paham. Yang kita harap-harap adalah kebaikan dari orang lain, sampai-sampai hati pun bergantung padanya. Mestinya kita tahu bahwa seluruh kebaikan dan keberkahan asalnya dari Allâh ﷻ. Hingga Allâh ﷻ menyebut Tabarok… Untuk dirinya sendiri. Sedangkan makhluk-Nya statusnya diberkahi (Mubarak).

Berkah secara bahasa dari kata al-buruk [البروك] yang artinya menetap. Sumur bahasa arabnya birkah [بِركَة], karena ada air menetap di dalamnya. Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut sesuatu yang memiliki banyak kebaikan.

▪️ Kitab yang berkah

Allah menyebut al-Quran sebagai kitab yang diberkahi,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad: 29).

▪️ Nabi Isa Alaihissalam (Manusia yang berkah).

Sifat-sifat manusia yang diberkahi oleh Allah dalam kehidupan, sebagaiman Allâh ﷻ menceritakan tentang ‘Isa bin Maryam. Dalam al-Quran, Allah menyebut Nabi Isa sebagai manusia yang diberkahi. Allah berfirman menceritakan perkataan Nabi Isa sewaktu masih bayi,

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ

“Dan Allah menjadikanku banyak keberkahan di manapun aku berada.” (QS. Maryam: 31).

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… (QS. Surat At-Tahrim:6)

Yang dimaksud menjaga diri adalah menjaga diri kita dan keturunan kita, dan menjaga keluarga kita maksudnya isteri kita. Maka kita disuruh menjaga diri kita, anak keturunan kita dan isteri kita dari api neraka.

1. Mengajarkan Adab-Adab dan Ilmu

Untuk mewujudkan itu, Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Ajarkanlah agama kepada keluarga kalian, dan ajarkan pula adab-adab Islam.”

Karena tatkala mereka memiliki adab dan ilmu yang benar maka mereka akan bisa menghindarkan dirinya dari apa yang dilarang Allâh ﷻ.

2. Memastikan Harta halal untuk Nafkah Keluarga.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

كل لحم نبت من سحت فالنار أولى به

“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.” (HR. Thabrani).

Dulu para wanita, melepas kepergian suaminya yang hendak berangkat mencari nafkah dengan nasehat yang indah. Kalimat menyejukkan yang memberikan semangat luar biasa bagi sang suami untuk mencari nafkah dengan cara yang tidak melanggar syariat. Ketika sang suami hendak berangkat, mereka berpesan,

Wahai fulan (suamiku), berilah makanan yang halal bagi kami. Kami sanggup untuk menahan diri dengan bersabar dalam kondisi lapar. Namun kami tidak sanggup untuk bersabar dari neraka dan murka al-Jabbar (Dzat Yang Maha Mutlak Ketetapan-Nya).

Sikap semacam inilah yang selayaknya Anda tiru… mereka wanita-wanita sholihah, calon-calon bidadari surga. Menghiasai kecantikan dirinya denagn kecantikan akhlaknya.

Syarat Kedua: MENUTUP AURAT

Di antara syarat sahnya shalat adalah menutup aurat. Yakni menutupi aurat yang wajib ditutupi, yang apabila terlihat akan menjadi aib dan membuat orang malu.

Allâh ﷻ berfirman,

۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Hai anak, Adam, pakailah pahaianmu yang indab di setiap (memasuki) measjid…” (QS. Al-A’raaf: 3 1)

Yakni setiap waktu shalat. Nabi ﷺ, bersabda: “Allah tidak akan menerima shalat seorang wanita yang sudah haidh (baligh), kecuali bila ia menggunakan kerudung.” (Hadits shahih. Diriwayatkan dari ‘Aisyah oleh Ahmad (no.25823) [II:248], Abu Dawud (64I) (I:298)

💡 Apabila rambut perempuan tersingkap sedikit:
1. Sholatnya batal: pendapat Imam Syafi’i Rahimahullah yang dinukil Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni.
2. Sholatnya tidak batal: pendapat Imam Ahmad dan Abu Hanifah.

Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa 2/123: sholatnya sah (tidak mengulang). Ini pendapat mayoritas ulama.

💡 Apabila rambut perempuan tersingkap banyak:
1. Apabila tidak mengetahui kecuali setelah sholat, maka sholatnya tidak batal.
2. Tahu rambutnya tersingkap saat sholat dan langsung menutupnya, maka sholatnya tetap sah. Demikian disampaikan oleh Ulama syafiiyah.
3. Tahu rambutnya tersingkap saat sholat, tapi dibiarkan. Maka sholatnya tidak sah (batal) dan wajib mengulangi.

Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa: Jika rambut tersingkap banyak, maka harus mengulangi dan ini pendapat mayoritas ulama.

Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan, “Para ulama ber-ijma’ tentang batalnya shalat orang yang tidak berpakaian, sementara ia masih mampu menutupi tubuhnya dengan pakaian, namun ia shalat dengan telanjang.”

Ustadz mengawali nasehat dengan istiqomah dengan mengambil salah satu kajian yang tetap. Raihlah keutamaan seperti yang Rasulullah ﷺ sampaikan terkait amalan ketika terhalangi udzur:

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila seorang hamba sakit atau bepergian (safar), dicatat (amalannya) seperti apa yang dikerjakannya ketika dia bermukim dan sehat’” (HR Bukhari).

Penentu baik dan buruknya amal seorang hamba, ditentukan oleh ujungnya. Dalam Bukhari disebutkan,

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607)

Amalan yang dimaksud di sini adalah amalan shalih, bisa juga amalan jelek. Yang dimaksud ‘bil khawatim’ adalah amalan yang dilakukan di akhir umurnya atau akhir hayatnya.

Sebagian orang sholeh berdo’a dengan Do’a sederhana yang sudah sepatutnya kita hafal dan amalkan karena begitu ringkas namun kandungannya amat mendalam. Inilah do’a agar baik dalam amalan akhir.

Do’a tersebut adalah:

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

Allahumma ahsin ‘aqibatanaa fil umuuri kullihaa, wa ajirnaa min khizyid dunyaa wa ‘adzabil akhiroh. (Ya Allah, baguskanlah setiap akhir urusan kami, dan selamatkanlah dari kebinasaan di dunia dan dari siksa akhirat). [HR. Ahmad 4: 181]

Memahami prinsip muamalah kesadaran yang kita bangun adalah semua akan dihisab disisi Allâh ﷻ. Dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dengan modal inilah, seseorang akan berhati-hati jika bermuamalah dengan harta, jangan sampai ini menjadi musibah di sisi Allâh ﷻ.

Hal inilah yang diperhatikan sahabat Nabi ﷺ. Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu berkata, kami dahulu meninggalkan sembilan dari sepuluh peluang bisnis yang halal karena takut terjerumus kepada sesuatu yang haram.

Maka, jangan mencari yang khilaf dan abu-abu… Karena khilaf bukan dalil tetapi butuh dalil. Maka jangan mencari syubhat.

Rasulullah Muhammad Shallallahu alahi wasallam pernah berpesan tentang akan datang zaman ketika manusia tak peduli halal atau haram.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ bersabda : Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang apa yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram. (H. R. Bukhari no . 2059)

Sungguh telah banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan. Dan semua kelak akan ditanya, benarkah kita telah memanfaatkan nikmat tersebut dengan benar.

Induk dari semua keyakinan adalah rukun iman, maka yang lainnya adalah turunannya. Berikut beberapa catatan tentang Takdir:

1. Pertama, Iman kepada Takdir mendapatkan perhatian khusus dalam syariat sebagaimana diisyaratkan dalam hadis Jibril, dimana ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ditanya tentang rukun iman beliau memisahkan iman kepada Taqdir dari 5 rukun iman sebelumnya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, Engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasulNya, dan hari akhir. Serta engkau beriman kepada taqdir, yang baik maupun yang buruk. (HR. Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memisahkan iman kepada taqdir sebagai bentuk penekanan. Karena potensi penyimpangan terkait iman dalam masalah taqdir sangat besar.

2. Kedua, Kelompok sesat di tengah umat islam Secara umum, kelompok sesat di tengah kaum muslimin ada 2 latar belakang.

[a] Karena latar belakang politik: seperti khawarij (Sudah ada sejak zaman Utsman, Ali – krn mengkafirkan kaum muslimin. Muawiyah & Aisyah tidak disebut khawarij). Bahkan bibitnya sudah ada di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu Dzul Huwaishirah yang menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak adil dengan perkataanya :

فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ

“Wahai Rasulullah berlaku adillah”

Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan tentang Dzul Huwaishirah, Akan muncul dari keturunan orang ini sekelompok manusia yang yang membaca al-Quran namun tidak melewati ujung lehernya. Mereka melesat dari agama, sebagaimana anak panah melesat dari sasarannya. Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala. (HR. Bukhari)

[b] Karena latar belakang pemikiran Seperti Qadariyah, Jabariyah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Maturidiyah, Kullabiyah, Karramiyah, dan yang lainnya.

Rasulullah ﷺ mengingatkan kita: “Ketahuilah bahwa di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati”.

Ungkapan Rasulullah ﷺ di atas menunjukkan bahwa ‘hati’ merupakan asas yang sangat penting dan tersembunyi dalam diri setiap manusia. la memiliki peran yang vital dalam keseharian manusia. Kebaikan atau pun keburukan manusia bersumber dari hati. Hati merupakan pengarah bagi semua komponen indrawi yang ada pada diri manusia. Andai hatinya buruk dan busuk, maka segala perbuatannya akan jahat dan keji, senantiasa cenderung ke arah maksiat mengikut kehendak hati dan hawa nafsu, dan mengabaikan akal sehatnya.

Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا

“Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 2577)

Dalam hadits ini Allâh ﷻ menyebut taqwa ada di dalam hati. Hati ibarat seorang raja bagi seluruh rakyatnya. Tidak ada yang bisa menolak perintah raja. Jika hatinya baik maka akan memerintahkan kebaikan, begitu pula sebaliknya.

Dan Allah sendiri menegaskan yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. Ayat yang patut jadi renungan ini adalah firman Allah Ta’ala,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13)

Di zaman sekarang, mungkin ada seseorang yang ibadahnya lebih banyak kuantitasnya daripada ibadah para sahabat,akan tetapi dari sisi hati, tidak ada yang mampu menandingi.