Ustadz Syukron Khabiby

Kumpulan Kajian Rutin bersama Ustadz Syukron Khabiby, Lc, M.Pd Hafidzahullah

Kita mungkin tak asing lagi dengan petikan ayat, “Kalian adalah umat terbaik,” yang diungkap dalam Surat Ali ‘Imran ayat 110.

Secara umum, ayat itu jelas ditujukan kepada umat Rasulullah ﷺ . Ayat di atas dikuatkan dengan sabda Rasulullah ﷺ : “Umatku dijadikan sebagai umat terbaik… (HR Ahmad).

Pertanyaannya kemudian, menyadarikah kita sebagai umat terbaik? Lantas di manakah sisi “terbaik” dan keistimewaannya?

Jika menilik lanjutan ayat di atas, maka kriteria umat terbaik, selain beriman kepada Allah, adalah memiliki kewajiban amar ma’ruf-nahi mungkar, alias memerintah kebaikan dan melarang kemungkaran, yang dilekatkan kepada mereka. Andai umat terdahulu beriman, dan amar ma‘ruf-nahi mungkar, niscaya mereka pun lebih baik dari umat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam…

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad ﷺ. Diturunkan oleh Allâh ﷻ yang Suci diturunkan oleh malaikat yang suci dan diterima oleh Nabi-Nya yang sudah disucikan hatinya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Waqiah:

اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ

77. dan (ini) sesungguhnya Al-Qur’an yang sangat mulia,

فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ

78. dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh),

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ

79. tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.

Orang kafir tidak bisa merintangi Al-Quran dengan menguranginya, menambahinya, dan mendustakannya dengan mendatangkan kitab lain, atau mencabut kitab lain yang digunakan untuk mencacatinya. Al-Quran itu diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana dalam segala tindakanNya, mengatur urusan-urusan ciptaan-Nya, dipuji dalam segala keadaan dan dipuji oleh seluruh makhluk-Nya atas kenikmatan melimpah yang diberikan kepada mereka.

Tentunya dalil kebenaran Al-Quran ini tidak hanya dari firman Allah. Tapi juga fakta-fakta didukung oleh beberapa bukti yang logis dan nyata. Inilah yang akan dikaji dalam materi ini.

Kajian Kitab: Al-Lu’lu’ wal Marjan | Larangan Kembali Kepada Kekafiran Sepeninggal Rasulullah ﷺ dengan Saling Membunuh

HADITS KE-44:

حَديثُ جَرِيرٍ أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَالَ له في حَجَّةِ الوَدَاعِ: اسْتَنْصِتِ النَّاسَ فَقَالَ: لا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.

Jarir menuturkan bahwa ‘Ketika haji Wada’, Nabi ﷺ bersabda kepadanya, “Perintahkan orang-orang untuk diam.” Kemudian beliau bersabda, “Kalian jangan kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian”. 

(Yakni janganlah kalian berbuat sebagaimana perbuatan orang-orang kafir (Syarah Shahih Muslim – An-Nawawi 2/55).

(HR. Bukhari, Kitab: “Ilmu” 3), Bab: Diam untuk mendengarkan ulama (43))

Haji Wada adalah haji terakhir Rasulullah ﷺ sebelum beliau meninggal. Ini menegaskan bahwa Siapapun yang bernyawa pasti akan mati.
Perintahkan manusia untuk diam: maka ketika mendengarkan nasehat atau ceramah hendaknya diam, dan Penceramah berhak memberi tahu untuk diam.

HADITS KE-45:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَيْلَكُمْ أَوْ وَيْحَكُمْ قَالَ شُعْبَةُ شَكَّ هُوَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

Ibnu Umar berkata, Nabi ﷺ bersabda: “Celaka kalian, janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian.”

(HR. Bukhari, Kitab: “Adab” (78), Bab: Tentang: ucapan seseorang “Celaka kamu!” (95))

Orang yang mentauhidkan Allâh ﷻ akan senang dan bahagia bersama orang-orang yang dicintai Allâh ﷻ.

Allah berfirman, “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya,” maksudnya tidaklah menyatu antara orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya dengan orang yang menentang Allah dan RasulNya.

Tidaklah seorang hamba beriman kepada Allah dan Hari Akhir dengan sebenarnya melainkan pasti melaksanakan tuntutan dan keharusan iman yaitu mencintai dan loyal terhadap orang yang beriman dan membenci orang yang tidak beriman dan yang memusuhinya meski terhadap orang yang dekat sekalipun. Inilah iman yang sebenarnya yang bermanfaat dan yang dimaksudkan.

Orang yang memiliki sifat tersebut adalah “orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka.” Artinya, keimanan telah ditetapkan, dikokohkan, dan ditanamkan dalam diri mereka secara kuat, yang tidak bisa tergoncang dan terpengaruh oleh berbagai syubhat dan keraguan.

Islam adalah agama rahmat. Makna “Islam Rahmatan lil ‘Alamin” adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta.

Rahmatan lil’alamin adalah istilah qurani dan istilah itu sudah terdapat dalam Alquran, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al- Anbiya’ ayat 107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ ﴿١٠٧

“Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Ayat tersebut menegaskan bahwa ajaran Islam yang dipahami secara benar akan mendatangkan rahmat untuk semua orang, baik Islam maupun non muslim, bahkan untuk seluruh alam. Islam tidak membenarkan ada diskriminasi karena perbedaan agama, suku, ras, dan bangsa. Itu tidak boleh dijadikan alasan untuk saling berpecah belah. Seorang muslim mempercayai, bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam. Dan Adam diciptakan dari tanah. Perbedaan suku, bangsa, dan warna kulit, adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan dan kebijaksanaan Allah, dalam menciptakan dan mengatur makhluk-Nya.

Nifak atau pelakunya disebut munafik merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya. Jika tidak ditangani sesegera mungkin akan mengakibatkan penderitanya binasa. Penyakit ini adalah penyakit yang amat menjijikkan dan mengakibatkan penyimpangan yang amat buruk. Seorang mulim sejati tentu sangat mewaspadai penyakit akut ini, hanya saja terkadang ia tidak menyadari bahwa ternyata ia telah terjangkit penyakit ini, terutama nifak yang bersifat lahiriah.

Kajian ini merupakan kajian rutin Messaied setiap Kamis malam. Bersama Ustadz Syukron Khabiby Hafidzahullah.

Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjauhkan kita semua dari sifat kemunafikan ini dan segala sifat buruk yang melemahkan iman dan agar kita diwafatkan di atas cahaya keimanan.

Melanjutkan pembahasan Tafsir Surat An-Nur, ayat 37-38 menyebutkan ciri-ciri lelaki sejati:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38) }

Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.

Tafsir Surat An-Nur: ayat 37

Kata رِجَالٌ bermakna laki-laki. Jamak dari رجل (Seorang lelaki). Seorang laki-laki yang istimewa dan lelaki sejati disebut dengan رِجَالٌ meskipun hanya seorang saja. Dan di Al-Qur’an, kata rijal dipakai untuk menyebut lelaki yang baik dan pemberani (istimewa).

Ada banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan ciri-ciri laki-laki sejati, yang dirangkum dalam kajian singkat kali ini.

Pemimpin dalam rumah tangga ini adalah laki-laki (suami). Dan yang mengangkat laki-laki sebagi pemimpin adalah Allah Ta’ala sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ [4]: 34)

Tafsir Surat An-Nur, ayat 36-38 menyebutkan ciri-ciri lelaki sejati:

{فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ (36) رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38) }

Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.

Beberapa kewajiban yang wajib disampaikan kepada para remaja antara lain:

1. Menyampaikan Hak-hak Allâh ﷻ

Yaitu mentauhidkan Allâh ﷻ dan tidak menyekutukannya. Demikian juga tauhid rububiyah, Dzat yang memberi rezeki. Serta sifat-sifat Allâh ﷻ yang mulia.

Sampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan berkesinambungan.

2. Menyampaikan hak-hak Rasulullah ﷺ

Yaitu dengan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ, mendengar nama Nabi ﷺ dengan bershalawat, tidak mengolok-olok syariat Nabi ﷺ. Karena apa yang disampaikan adalah wahyu.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. al-Bukhari)

3. Mengenalkan kepada mereka mahramnya

Yaitu nasab, karena nasab adalah bagian dari agama. Menjelaskan bahayanya memutus silaturahim.

Terutama bagi WNI diaspora yang hidup di negara lain. Tentunya perlu mengenalkan kerabat-kerabatnya.

Poin ke tiga Pendidikan Dasar untuk Para Pemuda adalah: Memerintahkan untuk Melakukan apa saja yang Diwajibkan, seperti Shalat, puasa dan zakat dan kewajiban lainnya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Lukman ayat 17: Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!  (Hadits ini hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 495; Ahmad, II/180, 187; Al-Hakim, I/197).

Ibrahim alaihissalam selalu berdo’a agar keturunannya menjadi orang yang melakukan shalat: Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (QS Ibrahim ayat 40).

Kedudukan sholat lima waktu dalam agama ini adalah ibarat tiang penopang dari suatu kubah (dalam hal ini yang dimaksud dengan kubah adalah Islam) . Tiang penopang yang di maksud di sini adalah tiang utama. Artinya jika tiang utama ini roboh, maka tentu suatu kubah atau kemah akan roboh.

“Shalat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama; dan barangsiapa meninggalkannya, maka sungguh ia telah merubuhkan agama” (HR. Baihaqi).