Ighotsatul Lahfan

Jika Anda merenungkan syariat, maka Anda akan dapati bahwa ia menutup segala sarana ke arah yang diharamkan, dan itu merupakan lawan dari siasat yang justru untuk mencapainya. Siasat adalah berbagai sarana dan pintu menuju keharaman, sedang saddudh dhara’i’ merupakan lawan daripadanya.

Jadi dua masalah tersebut adalah dua hal yang sangat bertentangan. Pembuat Syariat mengharamkan berbagai sarana (yang bisa menghantarkan pada keburukan), meskipun dengannya itu ia tidak memaksudkan hal yang haram, sebab ia bisa mengakibatkan kepada hal tersebut, apatah lagi jika dia memaksudkan terhadap sesuatu yang diharamkan itu sendiri.

Pengubahan bentuk dan nama berbagai hal yang diharamkan.

Sungguh tidaklah Allah mengharamkan berbagai muharramat tersebut juga lainnya, kecuali karena hal-hal itu mengandung bahaya dan kerusakan agama dan duniawi. Dan Allah tidak mengharamkannya karena nama dan bentuknya. Di samping itu, semua mengetahui bahwa berbagai kerusakan itu tergantung pada hakikatnya, ia tidak hilang hanya karena diubahnya nama serta bentuknya. Seandainya berbagai kerusakan itu bisa hilang dengan berubahnya bentuk dan namanya, niscaya Allah tidak melaknat orang-orang Yahudi yang mengubah bentuk lemak dan namanya dengan mencairkannya sampai menjadi minyak lalu mereka makan dari harganya, dan mereka berkata, “Kami tidak makan lemak.” Demikian pula dengan pengubahan bentuk penangkapan ikan pada hari Sabtu dengan mengambil tangkapan pada hari Ahad.

Semua mengetahui bahwa riba tidak diharamkan karena bentuk dan lafazh (nama)-nya saja, tetapi ia diharamkan karena hakikat, makna dan maksudnya. Dan hakikat, makna serta maksud tersebut ada dalam siasat ribawi sebagaimana adanya dalam bentuknya yang nyata. Dan dua orang yang melakukan transaksi, mengetahui hal tersebut dalam hati mereka masing-masing, demikian pula orang yang menjadi saksi mereka mengetahuinya, dan Allah mengetahui bahwa maksud keduanya adalah riba, tetapi keduanya mencari sarana yang bentuknya tampak bukan riba, dan mereka menamakannya dengan nama yang bukan namanya (riba).

Padahal semua itu tidak bisa menolak pengharaman riba, juga tidak bisa menghilangkan kerusakan yang karenanya riba diharamkan, bahkan ia semakin menambah dan memberatkan kerusakan tersebut dari berbagai segi.

Diantara tipu daya setan adalah siasat, makar danpenipuan yang mengandung penghalalan apa yang diharamkan Allah dan membebaskan diri dari kewajiban serta menentang apa yang diperintah dan dilarangNya.

Siasat Hilah

Hilah (Berkilah atau merekayasa hukum) atau akal-akalan terhadap hukum yang telah Allâh Ta’ala tetapkan. Padahal Allah ﷻ mengetahui segala sesuatu.

Beberapa bentuk akal-akalan yang dimaksud antara lain:

Termasuk tipu daya dan senjata syetan yang dengannya ia sampai pada maksud yang diinginkannya adalah tipu dayanya dalam hal at-tahlil yang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melaknat pelakunya, bahkan beliau menyamakannya dengan at-taisul musta’ar (pejantan), dan karenanya ia menanggung aib yang sangat besar, bahkan hingga orang-orang kafir mengolok-olok umat Islam karenanya, dan terjadilah berbagai kerusakan karenanya, yang tidak dapat menghitung seberapa besar kerusakan itu kecuali Tuhan segenap hamba. Para pejantan itu terpedaya dan lengah, sedang orang-orang yang memiliki jiwa yang bersih merasa sempit dan sesak karena perbuatan mereka, jiwa-jiwa itu merasa jijik kepada perbuatan mereka, bahkan lebih jijik daripada kepada perbuatan zina, seraya berkata, “Seandainya ia adalah nikah yang benar, tentu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak akan melaknatnya. Sebab nikah adalah Sunnahnya, sedang orang yang melakukan Sunnah berarti dia orang yang ber-taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dan ia tidak akan dilaknat. Sedangkan muhallil, di samping ia dilaknat ia juga disebut sebagai at-taisul musta’ar (pejantan) oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sedangkan para salaf menamai mereka dengan mismarun nar (pakunya neraka).”

Pengharaman Alat-alat Musik

Pembahasan ini akan menjelaskan tentang pengharaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap alat-alat musik dengan berdasarkan pada hadits-hadits tentang hal tersebut.

Dari Abdurrahman bin Ghanm, ia berkata, Abu Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari Radhiyallahu Anhuma bercerita bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

“Sungguh akan ada sekelompok umatku yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik.” [HR. Bukhari secara mu’allaq dengan shighot jazm (ungkapan tegas) no. 5590].

Banyaknya nama menunjukkan dua kemungkinan:
– Jika nama itu baik, ini menunjukkan ketinggian sifatnya. Seperti Nabi ﷺ memiliki banyak nama dan gelaran, bahkan Allah ﷻ memiliki Dzat dan nama yang tidak terbatas, ini menunjukkan ketinggian Dzat dan sifat-sifat Allah ﷻ.
– Jika nama itu buruk, ini menunjukkan rendahnya nama yang disebut. Seperti musik ini memiliki beberapa nama dan semua mengarah ke makna negatif.

Nyanyian yang diperdengarkan oleh syetan yang bertentangan dengan bacaan dari Ar-Rahman ini, menurut syariat memiliki lebih dari sepuluh nama, di antaranya: Al-lahwu, al-laghwu, al-bathil, az-zuur, almuka’, at-tashdiyah, ruqyatuz zina, munbitun nifaqfil qalbi, ash-shautul ahmaq, ash-shautul fajir, shautush syaithan, mazmurusy syaithan dan assumud.

Dan seperti dikatakan penyair, “Nama-namanya menunjukkan pada sifat-sifatnya, maka sungguh celaka orang yang memiliki nama-nama dan sifat-sifat ini.”

Selanjutnya kita akan sebutkan kekejian masing-masing nama ini, juga cercaan kalam Allah dan Rasul-Nya, serta para sahabat beliau terhadapnya, agar para pelakunya mengetahui apa yang mereka dapatkan, dan kerugian macam apa dari keuntungan perdagangan yang mereka harapkan, “Tinggalkanlah pemain seruling, rebana dan nyanyian, ia tidak memilihnya sebagai jalan ketaatan kepada Allah, maka tinggalkanlah ia hidup dalam kekeliruan dan kesesatannya.”

Termasuk tipu daya dan perangkap musuh Allah, yang dengannya terperdaya orang yang sedikit ilmu dan agamanya, serta terjaring dengannya hati orang-orang bodoh dan batil adalah mendengarkan siulan, tepuk tangan dan nyanyian dengan alat-alat yang diharamkan, yang menghalangi hati dari Al-Qur’an dan menjadikannya menikmati kefasikan dan kemaksiatan.

Ia adalah qur’annya syetan, dinding pembatas yang tebal dari Ar-Rahman. Ia adalah mantera homosexual dan zina. Dengannya, orang fasik yang dimabuk cinta mendapatkan puncak harapan dari orang yang dicintainya. Dengan nyanyian ini, syetan memperdaya jiwa-jiwa yang batil, ia menjadikan jiwa-jiwa itu -melalui tipu daya dan makarnya- menganggap baik terhadap nyanyian. Lalu, ia juga meniupkan syubhat-syubhat (argumen-argumen) batil sehingga ia tetap menganggapnya baik dan menerima bisikannya, dan karenanya ia menjauhi Al-Qur’an.

Adapun maksud ziarah kubur ahli tauhid adalah tiga hal:

– Pertama, untuk mengingat mati, mengambil i’tibar dan pelajaran. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisyaratkan hal tersebut dalam sabdanya:

زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ

“Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976, Ibnu Majah no. 1569, dan Ahmad 1: 145).

Jika ditanyakan, apa yang menjerumuskan para penyembah kuburan kepada fitnah kuburan, padahal mereka mengetahui orang-orang yang ada di dalamnya telah mati, tidak bisa memberikan madharat atau manfaat sama sekali kepada mereka, juga tidak kematian, kehidupan dan kebangkitan?

Maka jawabnya adalah, sebab-sebab yang menjerumuskan mereka kepada hal tersebut adalah:

1. Kebodohan terhadap hakikat apa yang dengannya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diutus oleh Allah, juga segenap rasul, dari realiasi tauhid dan memangkas sebab-sebab syirik. Karena itu, bagian mereka dalam hal tersebut sangat sedikit. Lalu syetan menyeru mereka kepada fitnah pada saat mereka tidak memiliki ilmu yang bisa membatalkan ajakannya, sehingga ia memenuhi ajakan syetan tersebut sebesar kebodohan yang ada pada dirinya, dan mereka dijaga daripadanya sesuai dengan ilmu yang mereka miliki.