Ustadz Hari Susanto

Kaya dan miskin adalah bagian dari takdir Allah ﷻ. Tidak semuanya kaya dan tidak semuanya miskin. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 30:

اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗاِنَّهٗ كَانَ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا ࣖ

Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.

Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-Ikhlas,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾

1. Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Kami yakin tidak ada di antara kita yang tidak mengetahui, minimal sudah mendengar surat tersebut. Karena memang surat yang tergolong ke dalam kelompok surat makkiyyah ini telah menjadi surat favorit, karena saking pendeknya surat yang terdiri dari 4 ayat ini, sehingga mudah untuk dihafalkan.

Namun, walaupun pendek, surat ini memiliki keutamaan yang sangat agung. Dalam hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata:

أنَّ رَجُلًا سَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هو اللَّهُ أحَدٌ يُرَدِّدُهَا، فَلَمَّا أصْبَحَ جَاءَ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَذَكَرَ له ذلكَ، وكَأنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: والذي نَفْسِي بيَدِهِ، إنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ

“Ada seorang sahabat Nabi yang mendengar sahabat Nabi yang lain senantiasa mengulang-ulang bacaan qul huwallahu ahad (surat Al-Ikhlas). Esok harinya, disampaikan perihal tersebut kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Dan ada orang yang seolah-olah menganggap remeh perbuatan sahabat tersebut. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat Al-Ikhlas itu setara dengan sepertiga Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhari no.7374, Muslim no.812).

Para ulama menjelaskan maksud dari hadits surat al-ikhlas setara dengan 1/3 alquran adalah bahwasanya alquran terdiri dari 3 pembahasan : tauhid, hukum–hukum dan kisah. Dan surat ini secara khusus membahas tauhid.

📖 Hadis ke-43: Cobaan bagi Orang yang Beriman merupakan Bukti Allâh ﷻ Menghendaki Kebaikan.

43- وعن أنس رضي الله عنه قال‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏:‏‏”‏إذا أراد الله بعبده خيراً عجل له العقوبة في الدنيا، وإذا أراد الله بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافي به يوم القيامة‏”‏‏.‏

وقال النبي صلى الله عليه وسلم ‏:‏ ‏”‏إن عظم الجزاء مع عظم البلاء، وإن الله تعالى إذا أحب قوماً ابتلاهم، فمن رضي فله الرضى، ومن سخط فله السخط‏”‏ ‏(‏‏(‏رواه الترمذي وقال ‏:‏ حديث حسن‏)‏‏)‏‏.‏

43. Dari Anas Radhiyallahu’anhu, berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Jikalau Allah menghendaki kebaikan pada seseorang hambaNya, maka ia mempercepatkan suatu siksaan – penderitaan – sewaktu dunia, tetapi jikalau Allah menghendaki keburukan pada seseorang hambaNya, maka orang itu dibiarkan sajalah dengan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan balasan – siksaannya – hari kiamat.”

Dan Nabi ﷺ bersabda – juga riwayat Anas Radhiyallahu’anhu: “Sesungguhnya besarnya balasan – pahala – itu sesuai besarnya bala’ yang menimpa dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang rela – menerima bala’ tadi, ia akan memperolehi keredhaan dari Allah dan barangsiapa yang marah-marah maka ia memperolehi kemurkaan Allah pula.”

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini Hadis hasan.

Dari hadits di atas, diambil benang merah, jika seorang hamba penuh dengan kemaksiatan tetapi hidupnya selalu enak dan tidak ada cobaan, maka itu adalah istidraj. Allâh ﷻ ulur waktunya untuk melakukan dosa-dosa dan menunda siksanya nanti di akhirat. Allâh ﷻ menginginkan keburukan pada orang tersebut. Sungguh, cobaan di dunia jauh lebih ringan daripada kelak di akhirat.

Inti ibadah dibangun atas rasa cinta kepada Allâh ﷻ, dari rasa cinta melahirkan ketaatan, tunduk kepada Allâh ﷻ. Sama halnya seseorang yang cinta mati kepada orang lain, akan tunduk dan mengikuti apa yang diinginkan oleh orang yang dicintainya.

Pokok kajian ini adalah tadabbur ayat yang Allâh ﷻ turunkan dalam Al-Qur’an. Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 59:

وَمَا مَنَعَنَآ أَن نُّرْسِلَ بِٱلْءَايَٰتِ إِلَّآ أَن كَذَّبَ بِهَا ٱلْأَوَّلُونَ ۚ وَءَاتَيْنَا ثَمُودَ ٱلنَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا۟ بِهَا ۚ وَمَا نُرْسِلُ بِٱلْءَايَٰتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.

🏷️ Tafsir Ibnu Katsir dalam ayat ini:

Sunaid telah meriwayatkan dari Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa orang-orang musyrik pernah berkata kepada Nabi ﷺ., “Hai Muhammad, sesungguhnya kamu men­duga bahwa sebelum kamu terdapat nabi-nabi. Di antara mereka ada yang angin ditundukkan baginya, ada yang dapat menghidupkan orang-orang mati. Maka jika kamu menginginkan agar kami beriman kepadamu dan membenarkanmu, maka doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia menja­dikan Bukit Safa ini emas buat kami.”

Maka Allâh ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya, “Sesungguhnya Aku telah mendengar apa yang dikatakan oleh mereka. Untuk itu jika kamu menghendaki agar Kami melakukannya, tentulah Kami akan memenuhi permintaan mereka. Tetapi jika sesudah itu mereka tidak beriman, maka azab Kami akan turun (menimpa mereka). Karena sesungguhnya tidak ada tawar-menawar lagi sesudah turunnya tanda-tanda kekuasaan Kami (mukjizat). Dan jika kamu menginginkan Kami menangguhkan kaummu, tentulah Kami akan memberikan masa tangguh kepada mereka.” Maka Nabi ﷺ. berdoa memohon kepada Tuhannya:

“يَا رَبِّ، اسْتَأْنِ بِهِمْ”

Ya Tuhanku, tangguhkanlah mereka.

Riyadhus Shalihin Bab Sabar memuat beberapa hadits lanjutan:

32. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: “Tidak ada balasan bagi seorang hambaKu yang mu’min di sisiKu, di waktu Aku mengambil -mematikan- kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia mengharapkan keridhaan Allah, melainkan orang itu akan mendapatkan syurga.” (Riwayat Bukhari)

33. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam perihal penyakit taun, lalu beliau memberitahukannya bahwa sesungguhnya taun itu adalah sebagai siksaan yang dikirimkan oleh Allah Ta’ala kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya, tetapi juga sebagai kerahmatan yang dijadikan oleh Allah Ta’ala kepada kaum mu’minin. Maka tidak seorang hambapun yang tertimpa oleh taun, kemudian menetap di negerinya sambil bersabar dan mengharapkan keridhaan Allah serta mengetahui pula bahwa taun itu tidak akan mengenainya kecuali karena telah ditetapkan oleh Allah untuknya, kecuali ia akan memperoleh seperti pahala orang yang mati syahid.” (Riwayat Bukhari)

34. Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Saya mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘Azzawajalla berfirman: “Jikalau Aku memberi cobaan kepada hambaKu dengan melenyapkan kedua matanya -yakni menjadi buta, kemudian ia bersabar, maka untuknya akan Kuberi ganti syurga karena kehilangan keduanya yakni kedua matanya itu.” (Riwayat Bukhari)

35. Dari ‘Atha’ bin Abu Rabah, katanya: “Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan padaku: “Apakah engkau suka saya tunjukkan seorang wanita yang tergolong ahli syurga?” Saya berkata: “Baiklah.” Ia berkata lagi: “Wanita hitam itu pernah datang kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu berkata: “Sesungguhnya saya ini terserang oleh penyakit ayan dan oleh sebab itu lalu saya membuka aurat tubuhku. Oleh karenanya haraplah Tuan mendoakan untuk saya kepada Allah -agar saya sembuh.” Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Jikalau engkau suka hendaklah bersabar saja dan untukmu adalah syurga, tetapi jikalau engkau suka maka saya akan mendoakan untukmu kepada Allah Ta’ala agar penyakitmu itu disembuhkan olehNya.” Wanita itu lalu berkata: “Saya bersabar,” lalu katanya pula: “Sesungguhnya karena penyakit itu, saya membuka aurat tubuh saya. Kalau begitu sudilah Tuan mendoakan saja untuk saya kepada Allah agar saya tidak sampai membuka aurat tubuh itu.” Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu mendoakan untuknya -sebagaimana yang dikehendakinya itu.” (Muttafaq ‘alaih)

Tafakur termasuk ibadah yang agung. Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Adzariyat ayat 21:

وَفِيْٓ اَنْفُسِكُمْ ۗ اَفَلَا تُبْصِرُوْنَ

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

Siapakah kita? Tentu sebagian besar kita akan menjawab Hamba Allah. Dan ini tidak salah…

Perkataan khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah sangatlah relevan dalam hal ini, yaitu:

رَحِمَ اللهُ امرءاً عَرَفَ قَدْرَ نَفْسِهِ

“Semoga Allah Merahmati seseorang yang mengetahui kapasitas dirinya”

Seseorang yang mengetahui kadar dirinya, tidak akan bersikap sombong, menyayangi orang lain dan menghormati mereka. Dia akan sadar, ada yang lebih besar dan tinggi darinya.

Kalau dia tahu statusnya sebagai hamba, maka ia akan tahu tanggung jawabnya terhadap Tuhanya. Kalau dia sebagai kepala keluarga, dia akan sadar akan tanggung jawab terhadap keluarganya, kalo dia sebagai pekerja, dia akan paham akan tanggung jawabnya, dan seterusnya…

Hadits dhaif dengan makna yang benar:

“Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi, berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah.”

Rasulullah ﷺ menghendaki kita, kaum muslimin, untuk punya budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala.