Tazkiyatun Nufus

Termasuk dalam hal ini bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu memerintahkan menebang pohon yang di bawahnya pernah dilakukan bai’at oleh nabi, ia juga memerintahkan agar kuburan Danial (Nabi di zaman Bani Israil) disembunyikan, untuk menutup berbagai sarana menuju syirik dan fitnah. Beliau Radhiyallahu Anhu juga melarang sengaja shalat di tempat-tempat yang dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam beristirahat dalam perjalanannya, seraya berkata, “Apakah kalian ingin menjadikan bekas-bekas jejak nabi-nabi kalian sebagai tempat ibadah? (Akan tetapi) siapa yang mendapati waktu shalat di sana, hendaknya ia shalat, jika tidak maka jangan lakukan.”

Obat penyakit yang fatal ini dimulai dari kesadaran penderita bahwa cobaan yang menimpanya merupakan lawan dari tauhid. Hal ini terjadi karena kebodohan dan kelalaian hatinya kepada Allah. Oleh sebab itu, wajib baginya mengetahui tauhid kepada Allah, sunnah-sunnahNya, dan ayat-ayatNya.

– Syarah: Syeikh Dr. Abdurrazzaq Al-Badr Hafidzahullah

Pengobatan dimulai dari asalnya dulu, tujuan dari Allah ﷻ menciptakan dia. Yaitu menegakkan tauhid di muka bumi. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Golongan kedua yang Allah ﷻ ceritakan berkaitan dengan kasmaran adalah pelaku homoseks.

Allah ﷻ berfirman: “Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata: “Sesungguhnya mereka adalah tamuku, maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.’ Mereka berkata: Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia? Luth berkata: Inilah puteri-puteriku (negeri)ku (menikahlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal). (Allah berfirman): “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan).” (OS. Al-Hijr: 67-72)

Beginilah kondisi ummat yang menderita penyakit kasmaran atau sedang dimabuk asmara.

Jika Anda merenungkan syariat, maka Anda akan dapati bahwa ia menutup segala sarana ke arah yang diharamkan, dan itu merupakan lawan dari siasat yang justru untuk mencapainya. Siasat adalah berbagai sarana dan pintu menuju keharaman, sedang saddudh dhara’i’ merupakan lawan daripadanya.

Jadi dua masalah tersebut adalah dua hal yang sangat bertentangan. Pembuat Syariat mengharamkan berbagai sarana (yang bisa menghantarkan pada keburukan), meskipun dengannya itu ia tidak memaksudkan hal yang haram, sebab ia bisa mengakibatkan kepada hal tersebut, apatah lagi jika dia memaksudkan terhadap sesuatu yang diharamkan itu sendiri.

Pengubahan bentuk dan nama berbagai hal yang diharamkan.

Sungguh tidaklah Allah mengharamkan berbagai muharramat tersebut juga lainnya, kecuali karena hal-hal itu mengandung bahaya dan kerusakan agama dan duniawi. Dan Allah tidak mengharamkannya karena nama dan bentuknya. Di samping itu, semua mengetahui bahwa berbagai kerusakan itu tergantung pada hakikatnya, ia tidak hilang hanya karena diubahnya nama serta bentuknya. Seandainya berbagai kerusakan itu bisa hilang dengan berubahnya bentuk dan namanya, niscaya Allah tidak melaknat orang-orang Yahudi yang mengubah bentuk lemak dan namanya dengan mencairkannya sampai menjadi minyak lalu mereka makan dari harganya, dan mereka berkata, “Kami tidak makan lemak.” Demikian pula dengan pengubahan bentuk penangkapan ikan pada hari Sabtu dengan mengambil tangkapan pada hari Ahad.

Semua mengetahui bahwa riba tidak diharamkan karena bentuk dan lafazh (nama)-nya saja, tetapi ia diharamkan karena hakikat, makna dan maksudnya. Dan hakikat, makna serta maksud tersebut ada dalam siasat ribawi sebagaimana adanya dalam bentuknya yang nyata. Dan dua orang yang melakukan transaksi, mengetahui hal tersebut dalam hati mereka masing-masing, demikian pula orang yang menjadi saksi mereka mengetahuinya, dan Allah mengetahui bahwa maksud keduanya adalah riba, tetapi keduanya mencari sarana yang bentuknya tampak bukan riba, dan mereka menamakannya dengan nama yang bukan namanya (riba).

Padahal semua itu tidak bisa menolak pengharaman riba, juga tidak bisa menghilangkan kerusakan yang karenanya riba diharamkan, bahkan ia semakin menambah dan memberatkan kerusakan tersebut dari berbagai segi.

Kami akan mengakhiri penjelasan ini dengan bab yang berkaitan dengan cinta terhadap idola, berikut kerusakan jangka pendek maupun jangka panjang yang terkandung di dalamnya, meskipun kenyataannya berkali-kali lipat jauh lebih besar daripada yang dibayangkan. Sebab, cinta terhadap idola benar-benar merusak hati. Jika hati sudah rusak, niscaya rusaklah kehendak, ucapan, dan amal perbuatan. Selain itu, rusak pula pos tauhid, sebagaimana yang sudah kami terangkan sebelumnya dan akan kami tegaskan kembali, insya Allah.

Diantara tipu daya setan adalah siasat, makar danpenipuan yang mengandung penghalalan apa yang diharamkan Allah dan membebaskan diri dari kewajiban serta menentang apa yang diperintah dan dilarangNya.

Siasat Hilah

Hilah (Berkilah atau merekayasa hukum) atau akal-akalan terhadap hukum yang telah Allâh Ta’ala tetapkan. Padahal Allah ﷻ mengetahui segala sesuatu.

Beberapa bentuk akal-akalan yang dimaksud antara lain:

Iman yang berkurang, populer dengan sebutan futur. Futur dipahami dengan arti kemalasan, suka menunda, tidak bergairah, dan tidak bersemangat untuk melakukan berbagai kebaikan atau ibadah.

Futur merupakan hal biasa dialami oleh siapa pun. Tidak memandang profesi atau orang yang berbeda. Termasuk para sahabat. Karena tidak ada sesuatu yang tetap, tidak ada sesuatu yang terus menerus seperti sebelumnya, pasti akan berubah. Dan mendawamkan sesuatu hal adalah sesuatu yang mustahil.

Tetapi, bayangkan jika kita terus menerus dalam keadaan futur. Adakah jaminan, jika tanpa segera memperbaharui iman (dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah), kita kemudian tidak terjerumus dalam level futur paling rendah, bahkan jatuh kepada kekufuran? Wal’iyadzubillah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, katanya: “Rasulullah ﷺ membaca -yang artinya-: “Pada hari itu -yakni hari kiamat- bumi akan memberitahukan kabar-kabarnya,” kemudian beliau ﷺ bersabda : “Adakah engkau semua mengetahui, apakah kabar-kabarnya itu?” Para sahabat berkata: “Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui.” Beliau ﷺ lalu bersabda: “Sesungguhnya kabar-kabar yang akan diberitahukan itu ialah bahwa bumi itu akan menyaksikan pada setiap hamba, lelaki atau perempuan, perihal apa yang dilakukan di atas bumi itu. Bumi akan mengucapkan: “Orang ini akan melakukan begini dan begitu pada hari ini dan itu. Inilah kabar-kabarnya.”

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan.