Tafsir

Allâh Azza wa Jalla telah menurunkan Kitab-Nya yang mulia kepada hamba-Nya sebagai petunjuk, rahmat, penerang, pembawa kabar gembira serta peringatan bagi siapa saja yang mau mengambil peringatan. Allâh Azza wa Jalla juga mengajak mereka untuk membaca dan mentadaburinya (merenunginya).

Kalau kita menjaga Al-Qur’an, maka Allah ﷻ akan menjaga kita, karena Al-Qur’an adalah kalamullah. Al-Qur’an itu bersih atau suci, maka hanya akan berada di hati orang-orang yang bersih.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu.” (HR. Tirmidzi – Shahih). Maksudnya, barangsiapa menjaga perintah-perintah Allah ﷻ dan melaksanakan kewajibannya serta menahan diri dari apa yang dilarang darinya, niscaya Allah ﷻ akan menjaga agama, keluarga, harta, dan dirinya karena Allah Azza wa Jalla akan membalas orang-orang yang berbuat baik dengan kebaikan-Nya.

Jadikan kita dan keturunan kita sebagai Generasi Qurani, merupakan generani yang meyakini kebenaran isi Al-Qur’an, membaca, menghafal, serta memahami dengan baik dan benar.

Kata tadabbur digunakan untuk setiap bentuk merenungkan sesuatu, bagian-bagiannya, perkara yang mendahuluinya, perkara yang mengikutinya, atau akibat suatu perkara. Oleh karena itu Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah mendefinisikan tadabbur sebagai berikut ini.

التأمل في الألفاظ للوصول إلى معانيها

“Merenungkan lafal-lafal untuk sampai kepada kandungan-kandungan maknanya”

Kata tadabbur berasal dari wazan At-Tafa’ul (التفعل) yang berfungsi menunjukkan kepada makna membebani perbuatan dan meraih sesuatu setelah mengerahkan usaha yang sungguh-sungguh.

Dengan demikian, orang yang bertadabur adalah orang yang memperhatikan suatu perkara secara berulang-ulang atau dari berbagai sisi.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 174:

اِنَّ الَّذِيۡنَ يَكۡتُمُوۡنَ مَآ اَنۡزَلَ اللّٰهُ مِنَ الۡکِتٰبِ وَ يَشۡتَرُوۡنَ بِهٖ ثَمَنًا قَلِيۡلًا ۙ اُولٰٓٮِٕكَ مَا يَاۡكُلُوۡنَ فِىۡ بُطُوۡنِهِمۡ اِلَّا النَّارَ وَلَا يُکَلِّمُهُمُ اللّٰهُ يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ وَلَا يُزَکِّيۡهِمۡ ۖۚ وَلَهُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ‏ ١٧٤

Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya, dan Allah tidak akan menyapa mereka pada hari Kiamat dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.

أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشْتَرَوُا۟ ٱلضَّلَٰلَةَ بِٱلْهُدَىٰ وَٱلْعَذَابَ بِٱلْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَآ أَصْبَرَهُمْ عَلَى ٱلنَّارِ

Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!

ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ نَزَّلَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ ۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخْتَلَفُوا۟ فِى ٱلْكِتَٰبِ لَفِى شِقَاقٍۭ بَعِيدٍ

Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran).

Setelah Allah memerintahkan nabi Adam untuk menyebutkan nama-nama benda (kosakata) dan ternyata malaikat tidak bisa menirunya, saat itulah para malaikat sujud di hadapan Nabi Adam. Sesuai dengan yang tertera pada surat Al-Baqarah ayat 33 dan 34.

قَالَ يٰٓـاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡهُمۡ بِاَسۡمَآٮِٕهِمۡۚ فَلَمَّآ اَنۡۢبَاَهُمۡ بِاَسۡمَآٮِٕهِمۡۙ قَالَ اَلَمۡ اَقُل لَّـكُمۡ اِنِّىۡٓ اَعۡلَمُ غَيۡبَ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِۙ وَاَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَمَا كُنۡتُمۡ تَكۡتُمُوۡنَ‏ ٣٣ وَاِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓٮِٕكَةِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡٓا اِلَّاۤ اِبۡلِيۡسَؕ اَبٰى وَاسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ الۡكٰفِرِيۡنَ‏ ٣٤

Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepada kalian, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan?. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kalian kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.”

Dalam Surah Shad ayat 75, Allah Ta’ala berfirman:

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ

“Allah berfirman: ‘Wahai iblis, apa yang menghalangi kamu sujud kepada yang Adam yang telah Aku ciptakan dengan kedua tanganKu. Apakah engkau menyombongkan diri ataukah kamu termasuk orang-orang yang merasa tinggi?’” (QS. Shad[38]: 75)

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ

“Iblis menjawab: ‘Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau telah ciptakan aku dari api, sedangkan Engkau ciptakan dia dari tanah.’” (QS. Shad[38]: 76)

Jadi, Iblis tidak mau sujud kepada Nabi Adam, yang ini merupakan perintah Allah, karena Iblis memiliki sifat sombong. Iblis menolak perintah Allah karena kekafiran, kesombongan, hasad, dan membangkang. Karena itulah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengusir Iblis dari surga, menjauhkannya dari rahmat Allah, dan melaknatnya sampai hari kiamat.

Dari Abu Umamah Al Bahiliy, (beliau berkata), “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ

“Bacalah Al Qur’an karena Al Qur’an akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafi’ (pemberi syafa’at) bagi yang membacanya. Bacalah Az Zahrowain (dua surat cahaya) yaitu surat Al Baqarah dan Ali Imran karena keduanya datang pada hari kiamat nanti seperti dua awan atau seperti dua cahaya sinar matahari atau seperti dua ekor burung yang membentangkan sayapnya (bersambung satu dengan yang lainnya), keduanya akan menjadi pembela bagi yang rajin membaca dua surat tersebut. Bacalah pula surat Al Baqarah. Mengambil surat tersebut adalah suatu keberkahan dan meninggalkannya akan mendapat penyesalan. Para tukang sihir tidak mungkin menghafalnya.”

(HR. Muslim no. 1910).

Allah ta’aala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 174:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَشْتَرُونَ بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ إِلَّا ٱلنَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ ٱللَّهُ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.

Allah ta’aala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 175:

أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشْتَرَوُا۟ ٱلضَّلَٰلَةَ بِٱلْهُدَىٰ وَٱلْعَذَابَ بِٱلْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَآ أَصْبَرَهُمْ عَلَى ٱلنَّارِ

Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!

📚 Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H

174-175. Ini merupakan ancaman keras terhadap orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada rasul rasulNya dari ilmu yang telah diambil ikatan janji oleh Allah atas para ulama agar menjelaskan ilmu itu kepada manusia dan tidak menyembunyikannya. Maka barangsiapa yang menggantikannya dengan tujuan-tujuan duniawi lalu mencampakan perintah Allah, maka orang-orang itu “sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api,” karena harga yang mereka dapatkan itu mereka peroleh dengan jalan pencaharian yang paling jelek dan paling diharamkan, maka balasan mereka adalah sejenis dengan perbuatan mereka, “dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat,” bahkan Allah murka kepada mereka dan berpaling dari mereka dan ini lebih besar bagi mereka daripada siksa neraka, “dan tidak menyucikan mereka,” maksudnya, tidak menyucikan mereka dari akhlak akhlak yang hina, mereka tidak memiliki perbuatan-perbuatan yang pantas untuk dipuji, diridhai dan diberi pahala, mereka tidak disucikan karena mereka melakukan perbuatan yang menjadi sebab tidak adanya penyucian, yang mana penyebab-penyebabnya paling besarnya adalah mengamalkan kitabullah, mengambil petunjuk darinya dan berdakwah kepadanya, namun mereka malah mencampakan kitabullah, berpaling darinya, dan mereka lebih memilih kesesatan daripada petunjuk dan lebih memilih adab daripada ampunan. Maka tidaklah patut bagi mereka kecuali neraka, lalu bagaimana mereka dapat bersabar padanya? dan bagaimana ketegaran mereka didalamnya?

Allah ta’aala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 170:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُوا۟ بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۗ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْـًٔا وَلَا يَهْتَدُونَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.

📚 Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H

170. “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” Mereka merasa cukup hanya mengikuti nenek moyang mereka, dan mereka tidak membutuhkan untuk beriman kepada para nabi, padahal nenek moyang mereka itu adalah orang-orang yang paling bodoh dan paling sesat. Syubhat ini sangatlah lemah untuk menolak kebenaran. Ini semua adalah tanda tentang berpalingnya mereka dari kebenaran dan kebencian mereka terhadapnya, serta tidak adanya sikap adil pada mereka, sekiranya mereka diberikan hidayah dan kehendak yang tulus, pasti kebenaran itulah yang menjadi target, karena barangsiapa yang menjadikan kebenaran itu sebagai targetnya lalu menimbang-nimbang kebenaran itu dengan yang lainnya, maka jelaslah baginya kebenaran itu secara pasti, lalu ia akan mengikutinya bila ia bersikap adil.

Allah ta’aala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 171:

وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ كَمَثَلِ ٱلَّذِى يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَآءً وَنِدَآءً ۚ صُمٌّۢ بُكْمٌ عُمْىٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.

Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-Ikhlas,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾

1. Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Kami yakin tidak ada di antara kita yang tidak mengetahui, minimal sudah mendengar surat tersebut. Karena memang surat yang tergolong ke dalam kelompok surat makkiyyah ini telah menjadi surat favorit, karena saking pendeknya surat yang terdiri dari 4 ayat ini, sehingga mudah untuk dihafalkan.

Namun, walaupun pendek, surat ini memiliki keutamaan yang sangat agung. Dalam hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata:

أنَّ رَجُلًا سَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هو اللَّهُ أحَدٌ يُرَدِّدُهَا، فَلَمَّا أصْبَحَ جَاءَ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَذَكَرَ له ذلكَ، وكَأنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: والذي نَفْسِي بيَدِهِ، إنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ

“Ada seorang sahabat Nabi yang mendengar sahabat Nabi yang lain senantiasa mengulang-ulang bacaan qul huwallahu ahad (surat Al-Ikhlas). Esok harinya, disampaikan perihal tersebut kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Dan ada orang yang seolah-olah menganggap remeh perbuatan sahabat tersebut. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat Al-Ikhlas itu setara dengan sepertiga Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhari no.7374, Muslim no.812).

Para ulama menjelaskan maksud dari hadits surat al-ikhlas setara dengan 1/3 alquran adalah bahwasanya alquran terdiri dari 3 pembahasan : tauhid, hukum–hukum dan kisah. Dan surat ini secara khusus membahas tauhid.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 167:

وَقَالَ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوا۟ لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا۟ مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ ٱللَّهُ أَعْمَٰلَهُمْ حَسَرَٰتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُم بِخَٰرِجِينَ مِنَ ٱلنَّارِ

Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ وَٱلْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

Allâh ﷻ berfirman:

وَلَا تَسْتَوِى ٱلْحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُ ۚ ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌ

34. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

📝 Tafsir Ayat:

Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya yang berisi keutamaan orang yang mengajak ke jalan Allâh ﷻ: Nabi Muhammad ﷺ, para ulama dan muadzin yang menyeru sholat.

Ayat ini memberikan kaidah: tidak sama kebaikan dengan keburukan, walaupun keburukan itu diminati banyak manusia. Yaitu tidak sama antara keimanan dengan kekufuran, tauhid dengan syirik, sunnah dengan bid’ah, lamaran dengan pacaran dan seterusnya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 165:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَابِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

📝 Tafsir Ayat:

Telah dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya tentang kaitan orang-orang beriman yang bersandarkan kepada Tauhid Uluhiyah, Rububiyah dan Asma’ wa Shifat.

Ayat ini dilanjutkan dengan orang-orang yang berbuat syirik, yaitu tandingan-tandingan Allâh ﷻ dengan berbagai macam bentuknya.

Sudah banyak bukti-bukti yang pasti ini, sebagian dari manusia masih mengambil selain Allah sebagai berhala-berhala dan patung-patung serta penolong-penolong yang mereka jadikan sebagai tandingan-tandingan bagi Allah, mereka  memberikan kepada tandingan-tandingan itu rasa cinta, pengagungan dan ketaatan Yang Tidak sepantasnya diberikan kecuali bagi Allah Semata.

Syirik Mahabbah (Cinta)

Amaliyah syirik bukan hanya masalah lahir akan tetapi juga bisa dalam masalah bathin, seperti cinta.

Sebagian manusia ada yang menjadikan tandingan untuk Allah dalam masalah cinta. Dimana mereka mencintai tandingan itu seperti mencintai Allah. Berarti -dalam masalah cinta- kalau cinta kita kepada sesuatu seperti cinta kepada Allah, berarti kita sudah mempersekutukan Allah dalam mahabbah. Didalam takut juga ada, sama. Apabila kita takut kepada sesuatu seperti takutnya kita kepada Allah, maka kita jatuh kepada syirik besar.

Cinta bisa berbentuk thabi’i (manusiawi) seperti mencintai anak, mencintai hal-hal yang indah. Bisa juga cinta ibadah seperti mencintai Allâh ﷻ dan Rasul-Nya. Konsekuensinya kita menjalankan perintahNya dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ. Dan cinta syirik inilah yang dilarang, yaitu mencintai makhluk lebih besar daripada cinta kepada Allâh ﷻ. Seperti patung, berhala, jin dan lainnya.