Muamalah

Allah memerintahkan kita agar memanfaatkan nikmat dunia yang Allah berikan, untuk meraih kemuliaan akherat. Renungkanlah firman-Nya:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

“Carilah negeri AKHERAT pada nikmat yang diberikan Allah kepadamu, tapi jangan kamu lupakan bagianmu dari dunia“. (QS. Al-Qosos: 77).

Dalam bab ini terdapat delapan pembahasan materi

– Secara bahasa, Jual beli atau Al-bai’ (البيع) bermakna mengambil barang atau sesuatu dan memberikan barang yang lain.

– Secara syariat: saling tukar barang yaitu dengan tujuan memiliki.

Jual beli disyariatkan menurut Al-Qur`an, sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah ﷻ:

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟…

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)

Jual beli juga disyariatkan menurut As-Sunnah, baik dalam bentuk sabda maupun perbuatan Rasulullah. Nabi pernah melakukan transaksi jual beli. Beliau juga bersabda, “Seorang yang bermukim dilarang melakukan jual beli dengan seorang musafir.” (HR. Abu Dawud, 3440, At-Tirmidzi, 1222, 1223, Ibnu Majah, 2175, 2176)

Islam telah mengajarkan aturan dari hal-hal terkecil seperti istinja atau bersuci. Demikian halnya dengan masalah yang berkaitan dengan rumah tangga. Baik urusan hak dan kewajiban maupun kezaliman dalam Rumah tangga.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpinnya…

Sedangkan kezaliman telah diharamkan oleh Allah ﷻ. Allah mengharamkan pada diri-Nya berbuat zalim, manusia pun tidak boleh berbuat zalim.

Allah ﷻ Mengharamkan Kezaliman atas DiriNya

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah mengharamkan kezhaliman terhadap sesama hamba. Allâh Azza wa Jalla berfirman di dalam hadits qudsi:

يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا

Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman terhadap diri-Ku dan Aku menjadikannya (perkara) yang diharamkan di antara kamu, maka janganlah kamu saling menzhalimi”. [HR. Muslim, no. 2577; At-Tirmidzi, no. 2495; Ibnu Mâjah, no. 4257, dll]

Beliau Rasulullah ﷺ bersabda:

اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ

“jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

Maka semakin besar kezaliman, maka semakin gelap keadaan seseorang di hari kiamat.

Pembahasan Bab ini menunjukkan lengkapnya Islam dimana seluruh lini kehidupan telah dibahas dan disampaikan Rasulullah ﷺ.

Perlombaan di sini adalah perlombaan memanah, olah raga, dan cerdas cermat. Pemhahasan bab ini dibagi menjadi lima materi, yaitu:

Materi Pertama: Tujuan Olah Raga

Ada banyak cabang olahraga di dunia. Ternyata, ada tiga olahraga yang disunnahkan atau dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ. Tiga olahraga sunnah Rasul tersebut adalah memanah, berkuda dan berenang.

”Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah,” (HR Bukhari, Muslim).

Tujuan semua olah raga, yang dikenal pada masa awal kelahiran Islam dengan nama furusiyah (ketangkasan berkuda) adalah untuk memelihara kebenaran, mempertahankannya, dan membelanya. Tujuannya sama sekali bukan untuk memperoleh harta dan mengumpulkannya, bukan pula untuk popularitas dan kesukaan pada ketenaran, bukan pula untuk kemegahan di dunia beserta segala kerusakan yang mengiringinya, seperti yang terjadi pada olahragawan zaman sekarang.

Tujuan dari semua jenis olah raga adalah untuk menguatkan tubuh dan meningkatkan kemampuan jihad di jalan Allah ﷻ. Berdasarkan hal ini, olah raga dalam Islam harus dipahami dalam pengertian tersebut. Jika ada orang yang memahami olah raga secara berbeda, berarti ia mengeluarkan olah raga dari tujuannya yang baik ke tujuan yang buruk, yaitu permainan yang batil dan perjudian yang dilarang.

Dasar hukum disyariatkan dan dianjurkannya olah raga adalah firman Allah ﷻ dalam surat Al-A’raf ayat 60:

وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ…

Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki…

Dari Abu Hurairah, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ…

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah….” (HR Muslim).

Hadits 11:

وعن أنس – رضي الله عنه: أنَّ رَجُلًا كَانَ عِنْدَ النَّبيِّ، – صلى الله عليه وسلم – فَمَرَّ رَجُلٌ بِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُول الله، أنِّي لأُحِبُّ هَذَا، فَقَالَ لَهُ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم: «أأعْلَمْتَهُ؟» قَالَ: لاَ. قَالَ: «أَعْلِمْهُ»، فَلَحِقَهُ، فَقَالَ: إنِّي أُحِبُّكَ في الله، فَقَالَ: أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ. رواه أَبُو داود بإسناد صحيح

385. Dari Anas 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 bahwasanya ada seorang lelaki yang berada di sisi Nabi ﷺ, lalu ada seorang lelaki lain berjalan melaluinya, lalu orang yang di dekat beliau berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mencintai orang ini.” Nabi ﷺ bertanya: “Adakah engkau sudah memberitahukan padanya tentang itu?” Ia menjawab: “Tidak -belum saya beritahukan.” Nabi ﷺ bersabda: “Beritahukanlah padanya.” Orang yang bersama beliau lalu menyusul orang yang melaluinya tadi, lalu berkata: “Sesungguhnya saya mencintaimu.” Orang itu lalu menjawab: “Engkau juga dicintai oleh Allah yang karena Allah itulah engkau mencintai aku.”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

Hadits ini mengandung perintah agar memberitahukan bahwa seseorang mencintainya karena Allah ﷻ.

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Tiga macam orang yang tidak akan dilihat oleh Allah dengan pandangan rahmat- Nya pada hari kiamat, tidak akan dimaafkan, dan bagi mereka siksa yang pedih:’

1) Seorang yang memiliki kelebihan air di tengah perjalanan lalu menolak (memberikan kepada) musafir yang membutuhkannya,
2) Seorang yang berbai’at pada imam (pimpinan) semata-mata untuk dunia, jika ia diberi (imbalan duniawi) maka dia ridha, bila tidak diberi ia marah,
3) Seorang menjual barangnya sesudah waktu ‘ashar, lalu ia bersumpah: Demi Allah aku telah membayar sekian pada penjualnya, lalu dipercaya oleh pembelinya, padahal ia berdusta.’

Kemudian Nabi ﷺ membacakan ayat

اِنَّ الَّذِيْنَ يَشْتَرُوْنَ بِعَهْدِ اللّٰهِ وَاَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيْلًا اُولٰۤىِٕكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللّٰهُ وَلَا يَنْظُرُ اِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيْهِمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Sesungguhnya mereka yang menukar janji Allah dan sumpah mereka dengan harga (harta dunia) yang sedikit, mereka tidak mendapat bagian di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dan tidak akan melihat mereka pada hari kiamat, bahkan tidak akan memasukan mereka, dan bagi mereka tetap mendapat siksa yang sangat pedih.” (QS. Ali Imran: 77)”

(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-42, Kitab Masaqah dan bab ke-5, bab dosa bagi orang yang tidak memberi air bagi orang yang sedang dalam perjalanan)

Memahami prinsip muamalah kesadaran yang kita bangun adalah semua akan dihisab disisi Allâh ﷻ. Dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dengan modal inilah, seseorang akan berhati-hati jika bermuamalah dengan harta, jangan sampai ini menjadi musibah di sisi Allâh ﷻ.

Hal inilah yang diperhatikan sahabat Nabi ﷺ. Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu berkata, kami dahulu meninggalkan sembilan dari sepuluh peluang bisnis yang halal karena takut terjerumus kepada sesuatu yang haram.

Maka, jangan mencari yang khilaf dan abu-abu… Karena khilaf bukan dalil tetapi butuh dalil. Maka jangan mencari syubhat.

Rasulullah Muhammad Shallallahu alahi wasallam pernah berpesan tentang akan datang zaman ketika manusia tak peduli halal atau haram.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ bersabda : Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang apa yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram. (H. R. Bukhari no . 2059)

Sungguh telah banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan. Dan semua kelak akan ditanya, benarkah kita telah memanfaatkan nikmat tersebut dengan benar.

Sedekah semuanya baik, namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung niat, kondisi orang yang bersedekah dan kepentingan proyek atau sasaran sedekah. Di antara sedekah yang utama menurut Islam adalah sbb: 1.  Sedekah Sirriyyah Sedekah sirriyyah adalah sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sedekah ini sangat utama karena lebih mendekati ikhlas dan selamat dari sifat riya’. Allah Subhanahu wa […]

Gharib Jamal, salah satu peletak batu pertama bank Islam dalam makalahnya Al-Masharif wa Buyut At-Tamwil (hal. 45) menerangkan bahwa bank Islam adalah setiap lembaga yang bergerak di bidang perbankan yang berkomitmen menjauhi sistem pembungaan ribawi. Dr. Abdullah As-Sa’idi menyebutkan definisi yang lebih detail: “Lembaga perbankan berorientasi bisnis yang dibangun di atas syariat Islam.” (Ar-Riba, 2/1021) […]

Berikut hal-hal yang berkaitan dengan muamalah terhadap orang kafir yang diperbolehkan menurut syariat: 1. Jual-Beli Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Secara hukum asal tidak diharamkan bagi manusia untuk melakukan semua muamalah yang dibutuhkannya, kecuali jika ada keterangan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mengharamkannya. Seperti halnya ibadah, tidak disyariatkan bagi siapa pun untuk melakukannya dalam […]

  • 1
  • 2