Manhaj

Menasehati Penguasa dengan Cara yang Baik

Tidak seorang pun yang terjaga dari kesalahan (ma’sum), selain para Nabi. Saling menasehati ke jalan Allah merupakan pokok kebaikan agama ini.

وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ

“Dan hendaklah saling menasehati dalam mentaati kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al-’Asr: 3)

Dari Tamim ad-Dari Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Islam seluruhnya nasehat untuk beriman kepada Allah, kitab-Nya, mengikuti RasulNya, menasehati pemimpin umat Islam dan seluruh kaum muslimin”. (Bukhari 1/21, Muslim (no. 55).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh Allah senantiasa ridho kepada kalian tiga perkara, “Kalian beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik dengan apapun, berpegang teguh dengan tali agama Allah, jangan bercerai berai, dan menasehati pemimpin yang Allah pilihkan untuk mengatur urusan kalian.” (HR. Muslim (no. 1715).

Salah satu pokok aqidah ahlu sunnah adalah menaati pemimpin dan tidak boleh mencela, mengangkat senjata, menggulingkan penguasa. Tidak ada yang menyelisihi aqidah ini kecuali ahlu bid’ah seperti khawarij, syi’ah, mu’tazilah dan yang sefaham dengan mereka.

Islam adalah agama nasehat, menuntun kita untuk saling menasehati diatas kebenaran. Termasuk menyampaikan kalimat yang haq dihadapan penguasa yang zalim dengan cara yang baik dan terhormat, merupakan jihad yang agung disisi Allah. Dari Abu Sa’id Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: 

“Jihad yang utama menyampaikan kebenaran dihadapan pemimpin yang zalim”. (Ahmad (no. 11143), Shahih Al-Jami; (no. 1100). 

Islam tidak memberi ruang untuk makar dan kudeta, bahkan sekedar mendoakan keburukan bagi penguasa. Diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, bahwa Imam Hasan AlBasri (21-110 H) pernah mendengar seseorang mendoakan keburukan untuk Hajjaj bin Yusuf At-Tsaqafi (40-95 H), maka Imam al-Hasan Rahimahullah berkata kepadanya:

“Jangan kau lakukan itu, karena kalian diberi pemimpin sesuai dengan perangai kalian. Aku khawatir jika Hajjaj lengser atau mati, maka yang akan memimpin kalian setelahnya adalah kera dan babi”.

Setiap orang merindukan sosok pemimpin adil, penguasa yang ideal, perhatian pada kemaslahatan rakyat, mendahulukan kepentingan bangsa atas dirinya, tegas dalam menegakkan kebenaran dan berani mencegah kemungkaran. Jika pemimpin itu sesuai harapan maka rakyat akan memuji dan menyanjungnya. Jika pemimpin itu tidak sesuai harapan, apalagi terkenal dengan kezhaliman dan ketidak adilan, rakyat akan berbalik menghujat, mencaci, membuli, kecuali orang-orang yang di beri Taufiq oleh Allah Zat Yang Maha Terpuji.

Kebanyakan rakyat hanya bisa menuntut pemimpin untuk berlaku adil dan mengimpikan pemimpin ideal. Namun mereka lupa bagaimana cara mewujudkan harapan itu menjadi nyata. Justru impian itu mereka wujudkan dengan kudeta, menggulingkan pemimpin yang ada dan berangan-angan akan datang pemimpin yang lebih baik setelahnya. Padahal bersabar itu jauh lebih utama, menghadapi penguasa yang tidak sesuai selera.

Allâh ﷻ menyebutkan kesabaran Nabi Musa alaihissalam dan umatnya atas kezaliman Fir’aun:

وَقَالَ الْمَلَاُ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ اَتَذَرُ مُوْسٰى وَقَوْمَهٗ لِيُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ وَيَذَرَكَ وَاٰلِهَتَكَۗ قَالَ سَنُقَتِّلُ اَبْنَاۤءَهُمْ وَنَسْتَحْيٖ نِسَاۤءَهُمْۚ وَاِنَّا فَوْقَهُمْ قَاهِرُوْنَ

Dan para pemuka dari kaum Fir‘aun berkata, “Apakah engkau akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk berbuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkanmu dan tuhan-tuhanmu?” (Fir‘aun) menjawab, “Akan kita bunuh anak-anak laki-laki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka.” (QS Al-A’raf ayat 127).

Allah ta’ala telah menjelaskan gelaran, bagi siapa yang dicintai Allâh ﷻ sebagai Aulia (Wali-wali). Dalam al Qur’an surat Yunus ayat 62-63, Allah telah menjelaskan definisi wali Allah,

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

“Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati – jaminan masuk surga – (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”

Banyak yang salah paham mengartikan wali Allâh ﷻ. Di masyarakat banyak yang menafsirkan sebagai wali Allâh ﷻ sebagai sesuatu hal yang di luar nalar, bahkan orang gila pun dianggap sebagai wali Allâh ﷻ.

Berdasarkan kriteria yang disebutkan dalam ayat di atas, Imam Abu Ja’far At-Thahawi memberikan sebuah kaidah:

والمؤمنون كلهم أولياء الرحمن، وأكرمهم عند الله أطوعهم وأتبعهم للقرآن

“Setiap mukmin adalah wali Allah. Dan wali yang paling mulia di sisi Allah adalah wali yang paling taat dan paling mengikuti Al Qur’an. (Aqidah Thahawiyah).

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibn Katsir mengatakan:

يخبر تعالى أن أولياءه هم الذين آمنوا وكانوا يتقون، كما فسرهم ربهم، فكل من كان تقيا كان لله وليا

“Allah mengabarkan bahwa wali-wali-Nya adalah setiap orang yang beriman dan bertaqwa. Sebagaimana yang Allah jelaskan. Sehingga setiap orang yang bertaqwa maka dia adalah wali Allah.” (Tafsir Ibn Katsir, 4/278).

Hakikat Orang Yahudi: Paling Memusuhi Islam, Suka bertanya, Takut Mati dan Pembunuh Para Nabi

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 89:

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيْدًا عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِۗ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).

Dan Kami menurunkan al-Qur’an kepadamu sebagai penjelasan yang jelas atas segala sesuatu yang butuh penjelasan, sebagai hidayah dari kesesatan bagi hati, rahmat bagi orang-orang beriman, dan penyampai kabar gembira berupa surga bagi orang-orang yang memeluk Islam dan mendapat petunjuk.

▪️ Kaum Yahudi memiliki sikap paling keras permusuhannya terhadap umat Islam. (QS: al-Maidah [5]: 82).

Karena itu, kaum Muslimin hendaknya memahami sifat asli kaum Yahudi agar tidak mudah tertipu dengan tipu muslihatnya. Dan, hal ini telah diuraikan dalam Al-Quran.

۞ لَتَجِدَنَّ اَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ اَشْرَكُوْاۚ وَلَتَجِدَنَّ اَقْرَبَهُمْ مَّوَدَّةً لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّا نَصٰرٰىۗ ذٰلِكَ بِاَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيْسِيْنَ وَرُهْبَانًا وَّاَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ ۔

Pasti akan kamu dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan pasti akan kamu dapati orang yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya kami adalah orang Nasrani.” Yang demikian itu karena di antara mereka terdapat para pendeta dan para rahib, (juga) karena mereka tidak menyombongkan diri. (QS Al-Ma’idah ayat 82).

Hadits Muslim Nomor 5128

حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَيْقَظَ مِنْ نَوْمِهِ وَهُوَ يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ وَعَقَدَ سُفْيَانُ بِيَدِهِ عَشَرَةً قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَسَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَزَادُوا فِي الْإِسْنَادِ عَنْ سُفْيَانَ فَقَالُوا عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ حَبِيبَةَ عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ

Telah menceritakan kepada kami [Amru An Naqid] telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Az Zuhri] dari [Urwah] dari [Zainab binti Ummu Salamah] dari [Ummu Habibah] dari [Zainab binti Jahsy] nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bangun tidur dan beliau mengucapkan: “LAA ILAAHA ILLALLAAH, celakalah bangsa arab dari keburukan yang mendekat, saat ini penghalang Ya’juj dan Ma’juj telah terbuka seperti ini -Sufyan dan lainnya melekatkan kesepuluh jarinya- aku (Zainab) bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan sementara ditengah-tengah kami ada orang-orang shalih? Beliau menjawab: “Ya, bila kekejian banyak (menyebar).” Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah], [Sa’id bin Amru Al Asy’atsi], [Zuhair bin Harb] dan [Ibnu Abi Umar], mereka berkata: Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Az Zuhri] dengan sanad ini. Mereka menambahkan dalam sanad Sufyan, mereka berkata: Dari [Zainab binti Abu Salamah] dari [Habibah] dari [Ummu Habibah] dari [Zainab binti Jahsy].

Syarah Hadits:

💡 Judul Imam Qurthubi dalam bab ini: Datang dan turunnya fitnah-fitnah sebagaimana tetesan air hujan dan dari mana datangnya fitnah. Judul terjemahan di atas juga bukan dari Imam Muslim.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, hadits ini unik (Lathaif) karena satu-satunya hadits yang diriwayatkan oleh empat shahbiyah.

💡Definisi sahabat: Siapa saja dari kalangan kaum muslimin, yang pernah menyertai dan melihat Rasulullah, dan beriman kepadanya serta mati dalam keadaan beriman, meskipun pernah murtad.

Abu Sufyan saat ditanya Heraklius tentang sahabat yang murtad, beliau menjawab tidak ada. Yang murtad dan kembali setelah Rasulullah ﷺ itu ada.

Keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj pada akhir zaman adalah salah satu tanda dari tanda-tanda besar Kiamat. Kemunculan mereka telah ditunjuki oleh al-Kitab dan as-Sunnah.

Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu’anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: “Seseorang itu beserta orang yang dicintainya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam suatu riwayat lain disebutkan: Abu Musa Radhiyallahu’anhu berkata: “Nabi ﷺ ditanya: “Ada seorang mencintai sesuatu kaum, tetapi ia tidak pernah menemui mereka itu, bagaimanakah?” Beliau ﷺ lalu bersabda: “Seseorang itu beserta orang yang dicintainya.” (HR Bukhari Muslim)

وعن ابن مسعود – رضي الله عنه – قَالَ: جاء رجلٌ إلى رَسُولِ الله – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: يَا رَسُول الله، كَيْفَ تَقُولُ في رَجُلٍ أَحَبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ؟ فَقَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم: «المَرْءُ مَعَ مَنْ أحَبَّ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

11. Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu’anhu katanya: “Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ lalu berkata: “Ya Rasulullah, bagaimanakah pendapat Tuan mengenai seorang yang mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak pernah menemui kaum itu?” [1)] Rasulullah ﷺ bersabda: “Seorang itu beserta orang yang dicintainya.” (Muttafaq ‘alaih)

1) Dalam riwayat Imam Ibnu Hibban ada tambahannya sesudah kata-kata “Walam yalhaq bihim”, sedang tambahannya itu berbunyi: Artinya: “Dan orang itu tidak dapat mengamalkan sebagaimana yang diamalkan oleh kaum yang dicintainya itu.”

Hadits ini merupakan kabar gembira bagi hamba-Nya yang beriman yang bermakna agung. Seseorang terkadang tidak bisa beramal dengan amalan yang banyak dan Allâh ﷻ menyertakan bersama orang-orang yang baik tersebut.

Ada jiwa yang tidak mendorong ke suatu amalan yang baik, maka setidaknya dia mencintai orang yang baik dan mencintai majelis-majelis mereka, jangan sebaliknya. Karena seseorang akan bersama orang yang dicintainya. Minimal kita akan terpacu untuk mengikuti jejak mereka.

Kalau yang menjadi idolanya adalah para artis atau model, atau yang serupanya, maka mereka akan diikutsertakan dengan mereka meskipun tidak ikut dengan mereka karena sebab kecintaan kepada mereka.

Namun jika para Ummahat mencintai para Ummahatul Mukminun (karena tidak bisa dinikahi sahabat Nabi ﷺ yang lain) atau dari perempuan yang bertakwa, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka meskipun dia beramal tidak sampai sederajat dengan mereka.

Israel adalah Nabi Ya’kub Alaihissalam

Di dalam sebuah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu pernah berkisah, “Saya pernah hadir di kumpulan orang-orang Yahudi. Lalu Nabi bertanya kepada mereka,

هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ إِسَرَائِيلَ يَعْقُوب ؟

“Tahukah kalian bahwa Israel adalah nama Ya’qub?”

Mereka menjawab, “Iya benar..”

Kata Nabi shallallahualaihi wa sallam,

اللَّهُمَّ اشْهَدْ

“Ya Allah saksikanlah..”

(HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad. Imam Tirmidzi menilai hadis ini hasan)

Seluruh ahli tafsir sepakat, bahwa Israel adalah Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim ‘alaihissalam. Maknanya adalah hamba Allah, karena isra dalam bahasa mereka artinya adalah hamba, dan el artinya Allah.

Dari sini jelaslah, bahwa ternyata Israel adalah nama Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, yang maknanya adalah hamba Allah. Dalam bahasa umat Islam disebut Abdullah.

Kajian Kitab: Al-Lu’lu’ wal Marjan | Larangan Kembali Kepada Kekafiran Sepeninggal Rasulullah ﷺ dengan Saling Membunuh

HADITS KE-44:

حَديثُ جَرِيرٍ أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَالَ له في حَجَّةِ الوَدَاعِ: اسْتَنْصِتِ النَّاسَ فَقَالَ: لا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.

Jarir menuturkan bahwa ‘Ketika haji Wada’, Nabi ﷺ bersabda kepadanya, “Perintahkan orang-orang untuk diam.” Kemudian beliau bersabda, “Kalian jangan kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian”. 

(Yakni janganlah kalian berbuat sebagaimana perbuatan orang-orang kafir (Syarah Shahih Muslim – An-Nawawi 2/55).

(HR. Bukhari, Kitab: “Ilmu” 3), Bab: Diam untuk mendengarkan ulama (43))

Haji Wada adalah haji terakhir Rasulullah ﷺ sebelum beliau meninggal. Ini menegaskan bahwa Siapapun yang bernyawa pasti akan mati.
Perintahkan manusia untuk diam: maka ketika mendengarkan nasehat atau ceramah hendaknya diam, dan Penceramah berhak memberi tahu untuk diam.

HADITS KE-45:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَيْلَكُمْ أَوْ وَيْحَكُمْ قَالَ شُعْبَةُ شَكَّ هُوَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

Ibnu Umar berkata, Nabi ﷺ bersabda: “Celaka kalian, janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian.”

(HR. Bukhari, Kitab: “Adab” (78), Bab: Tentang: ucapan seseorang “Celaka kamu!” (95))

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah Adalah seperti yang disebutkan oleh penulis kitab Syarah Al Aqidah Al Waasithiyyah (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) dengan perkataan Beliau : وَفِي عَرَصَات الْقِيَامَةِ الْحَوْضُ الْمَوْرُودُ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم Dan dalam ‘Arshaatil qiyamah (padang mahsyar hari kiamat) terdapat Al Haudh (telaga) milik Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang […]

Bissmillahirrahmaanirrahiem… Adalah musibah besar ketika umat kehilangan ulama-ulama robbani-nya. Musibah ini mengakibatkan sejumlah mafsadat nyata. Yang paling besar di antaranya ialah: makin beraninya ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu dalam mendakwahkan bid’ah dan kesesatan mereka. Imam Al Aajurry mengatakan dalam kitab “Akhlaqul Ulama”: “ Para ulama ibarat pelita manusia, penerangan negara, dan tonggak kejayaan umat. […]