Manhaj

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Al-Bari Bi Sharh Sahih al-Bukhari yang mengatakan “ yang dimaksudkan dengan perkataan “Kisra” dan “ Kaisar” dalam hadith di atas ialah kisra adalah gelaran raja di Persia dan Kaisar adalah gelaran raja di Romawi ( Bukannya kisra atau kaisar yang hidup pada zaman nabi ). Sama halnya Najasi dari Habasyah.

Latar belakang hadith ini ialah disebabkan kebimbangan suku Quraish yang sejak dulu menjalin hubungan perdagangan dengan Syam dan Iraq. Mereka bimbang disebabkan mereka memeluk Islam hubungan perdagangan mereka terputus. Oleh itu, Nabi ﷺ menegaskan dan meyakinkan mereka serta memberi khabar gembira pada mereka melalui hadith ini bahwa kekuasaan Persia dan Romawi akan segera berakhir.

Unsur-unsur yang dapat memperbaiki nila ibadah:

1. Ikhlas karena Allah ﷻ

2. Perasaan Mahabah (cinta kepada Allah) Roja’ (harapan) dan hauf (takut)

3. Ittiba’ kepada Rasulullah ﷺ

4. Menuntut Ilmu Syar’i

Wajib bagi muslim dan muslimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913)

“Ilmu adalah mengetahui secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakikatnya.” (Syarah Utsul Tsalatsah – Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin)

Peranan Akidah bagi Kehidupan seorang Muslim

1. Mereka adalah para ahli tauhid yang murni yang Allah telah menjanjikan atas mereka keamanan.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ

“Orang-orang yang BERIMAN dan tidak mengotori imannya dengan kezaliman (kesyirikan), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan KEAMANAN..” [Al-An’am: 82].

2. Mendatangkan Keamanan bagi Negara

Ahli Tauhid akan menjadi sebab kemenangan negeri kaum muslimin. Imam Ad-Dhahni dalam kitab As-Siyam menukil pernyataan Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu: kita adalah kaum yang Allah ﷻ muliakan dengan Islam maka siapa saja yang mencari kemuliaan selain dari Islam, maka Allah ﷻ akan hinakan mereka.

Telah Datang Pertolongan Allah ﷻ? Mana buktinya?…

Tatkala datang pertolongan Allah ﷻ maka umat Islam akan berbahagia. Kita lihat sejarah, Fathu Mekah datang pada 20 Ramadhan. Disaat negeri Mekah menolak kedatangan Rasul, kemudian datang pertolonganNya. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat an-Nasr:

اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ ١

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan

وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ ٢

dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا ࣖ ٣

bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 214 Allah ﷻ berfirman :

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ ٱلْبَأْسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوا۟ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصْرُ ٱللَّهِ ۗ أَلَآ إِنَّ نَصْرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

Alhamdulillah atas nikmat yang Allah ﷻ berikan kepada kita semua hingga kita sampai pada sepertiga hari akhir di bulan Ramadhan.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 185:

Allah –Subhanahu wa Ta’ala– berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَ بَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَ الْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan yang di dalamnya –mulai- diturunkannya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan yang nyata yang menunjuk kepada kebenaran, yang membedakan antara yang haq dan yang bathil.” (QS Al-Baqarah: 185)

Al-Hafizh Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al-Bashrawi Ad-Dimasyqi (700-774) yang lebih terkenal dengan sapaan Ibnu Katsir –rahmatullah ‘alaih-, berkata mengenai ayat ini dalam Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim (I/460-461 –Darul Hadits), “Allah menyanjung bulan puasa dibanding bulan-bulan lain dengan dipilihnya sebagai waktu diturunkannya Al-Quran Al-‘Azhim. Karena hal ini pula Dia mengistimewakannya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kitab-kitab suci diturunkan kepada para nabi –‘alaihimussalam– di bulan ini.

Di antara hadits yang agung yang menunjukkan keutamaan bulan Ramadhan adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة وغلقت أبواب النار، وصفدت الشياطين” رواه البخاري ومسلم واللفظ له

“Jika telah datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu” [Muttafaqun ‘alaihi]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, dunia tidak akan lenyap hingga suatu masa mendatangi manusia dimana orang yang membunuh tidak mengerti karena alasan apa ia membunuh dan orang yang terbunuh juga tidak mengerti atas dasar apa ia dibunuh.” Dikatakan: Bagaimana itu terjadi? Beliau menjawab: “Pembunuhan, orang yang membunuh dan yang dibunuh ada dineraka.” Disebutkan dalam riwayat Ibnu Aban: Ia berkata: Ia adalah Yazid bin Kaisan dari Abu Isma’il, ia tidak menyebut: Al Aslami.

🏷️ Syarah Hadits:

Kedua hadits di atas menggambarkan banyaknya kedustaan dan pembunuhan (Al-harju). Hingga baik yang membunuh atau terbunuh tidak tahu penyebabnya karena alasan tidak jelas (ashobiyah).

Ibadah pada zaman ini, ibadah bernilai tinggi karena banyak kelalaian. Tetapi Rasulullah ﷺ menyebut kedua-duanya masuk neraka. Karena dilihat dari penyebabnya, dimana mereka berperang bukan karena niat yang benar.

Al-Qurthubi berkata: Hadits ini menerangkan saling bunuh membunuh apabila atas dasar kejahilan karena sebab mencari dunia atau mengikuti hawa nafsu, inilah yang menjadi dasar bahwa yang membunuh atau terbunuh keduanya masuk neraka.

Mengapa harus berilmu sebelum beramal? Pada bagian inilah yang akan melengkapi keterangan di atas, yang mengajak untuk senantiasa mendasari amal dengan ilmu. Inti dari penjelasan ini adalah kesimpulan bahwa ilmu adalah syarat sah amal.

Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari mengatakan:

بَابٌ العِلمُ قَبلَ القَولِ وَالعَمَلِ

“Bab: Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan” (Shahih al-Bukhari, kitab: al-Ilmu, bab al ilmu qabla al-qoul wa al amal)

Ucapan Imam Bukhari ini telah mendapatkan perhatian khusus dari para ulama. Karena itu, perkataan beliau ini banyak dikutip oleh para ulama setelahnya dalam buku-buku mereka. Imam Bukhari berdalil dengan firman Allah:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغفِرْ لِذَنبِكَ

“Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah

dan mintalah ampunan untuk dosamu” (QS. Muhammad: 19)

Di ayat ini, Allah memulai perintahnya dengan: “ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah”, yang ini merupakan perintah untuk mencari ilmu. Kemudian Allah sebutkan amal yang sangat penting yaitu istighfar, sebagaimana Allah sebutkan di lanjutan ayat, yang artinya: “….mintalah ampunan untuk dosamu.”.

Ketika menjelaskan hadis ini, al-Hafidz al-Aini dalam kitab syarh shahih Bukhari mengutip perkataan Ibnul Munayir berikut:

Yang beliau maksudkan bahwasanya ilmu adalah syarat sah ucapan dan perbuatan. Ucapan dan perbuatan tidak akan dinilai kecuali dengan ilmu. Oleh sebab itu, ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan. Karena ilmu yang akan men-sahkan niat, dan niat adalah yang men-sahkan amal.

(Umdatu al-Qori, Syarh Shahih Bukhari, al-Hafidz al-Aini, jilid 2, hal. 476).

Setiap hal ada pasangannya, ada kebenaran ada kebatilan, ada malam ada siang, demikian juga ada sunnah, ada lawannya yaitu bid’ah.

Untuk mengetahui tentang bid’ah, tentu harus mempelajarinya. Lihatlah seorang sahabat yang mulia yaitu Hudzaifah Ibnul Yaman, begitu semangat mengenali kejelekan, di samping ia juga paham amalan baik. Hudzaifah berkata, “Manusia dahulu biasa bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kebaikan. Aku sendiri sering bertanya mengenai kejelekan supaya aku tidak terjerumus di dalamnya.” ( HR. Bukhari no. 3411 dan Muslim no. 1847)

Bid’ah bertingkat-tingkat, dan Hukumannya juga bertingkat. Sebagainya masih disebut Ahlussunnah, meskipun terjerumus ke dlm perbuatan bid’ah.

Kata bid’ah salah satu istilah dalam syariat Islam. Kalimat ini tentunya tidak asing ditengah kaum muslimin secara umum, para penggiat dakwah yang memiliki perhatian lebih terhadap ilmu dan agama, para pencinta kebenaran yang masih memiliki ghirah kecemburuan untuk menjaga kemurnian Islam, juga tidak asing bagi kalangan yang sensitif terhadap dengan istilah ini, untuk membela ritual adat yang disematkan atas nama agama. Sejatinya Bid’ah adalah pandemi dan musuh kita bersama.

📖 Hadits Muslim Nomor 5146:

Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya At Tujibi telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengkhabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab bahwa Abu Idris Al Khaulani berkata: Hudzaifah bin Al Yaman berkata: Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling tahu tentang fitnah yang terjadi antara aku hingga kiamat. Itu karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam memberitahukan sesuatu tentang hal itu secara rahasia, beliau tidak menceritakannya pada selainku, tapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bercerita tentang fitnah kepada majlis dimana aku berada disana, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, beliau menghitung fitnah-fitnah, diantaranya ada tiga fitnah yang hampir tidak meninggalkan apa pun, ada fitnah-fitnah seperti angin musim panas, ada yang kecil dan ada yang besar. Hudzaifah berkata: Lalu mereka pergi semua kecuali aku.

Tentang Perawi: Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu’anhu.

Al-Yaman terbunuh dalam perang Uhud karena keliru dikira musuh. Sedangkan Hudzaifah Radhiyallahu’anhu (meninggal 36H) dijuluki Shahib As-Sir (Sahabat yang Menjaga Rahasia). Pemegang rahasia Nabi Muhammad Sholallahu alaihi wasallam. Bahkan beliau diberi daftar oleh Rosulallah Sholallahu alaihi wasallam tentang nama-nama orang munafiq.

Dalam hadist ini tidak dirinci selain fitnah angin musim panas. Namun diketahui di hadits yang lainnya.

📖 Hadits Muslim Nomor 5147:

Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim, berkata Utsman: Telah menceritakan kepada kami, sedangan Ishaq berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Jarir dari Al A’masy dari Syaqiq dari Hudzaifah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berdiri ditengan-tengah kami, beliau memberitahukan kepada kami apa saja yang terjadi hingga hari kiamat, yang menghafalnya hafal dan yang melupakannya lupa. Para sahabatku mengetahuinya dan ada sesuatu yang terlupakan olehku, aku memikirkannya kemudian aku ingat seperti seseorang teringat pada wajah orang lain bila pergi meninggalkannya, bila ia melihatnya, ia mengenalinya.” Telah menceritakannya kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Waki’ dari Sufyan dari Al A’masy dengan sanad ini sampai perkataannya: Dan yang melupakannya lupa. Ia tidak menyebut selanjutnya.

Menasehati Penguasa dengan Cara yang Baik

Tidak seorang pun yang terjaga dari kesalahan (ma’sum), selain para Nabi. Saling menasehati ke jalan Allah merupakan pokok kebaikan agama ini.

وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ

“Dan hendaklah saling menasehati dalam mentaati kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al-’Asr: 3)

Dari Tamim ad-Dari Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Islam seluruhnya nasehat untuk beriman kepada Allah, kitab-Nya, mengikuti RasulNya, menasehati pemimpin umat Islam dan seluruh kaum muslimin”. (Bukhari 1/21, Muslim (no. 55).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh Allah senantiasa ridho kepada kalian tiga perkara, “Kalian beribadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik dengan apapun, berpegang teguh dengan tali agama Allah, jangan bercerai berai, dan menasehati pemimpin yang Allah pilihkan untuk mengatur urusan kalian.” (HR. Muslim (no. 1715).

Salah satu pokok aqidah ahlu sunnah adalah menaati pemimpin dan tidak boleh mencela, mengangkat senjata, menggulingkan penguasa. Tidak ada yang menyelisihi aqidah ini kecuali ahlu bid’ah seperti khawarij, syi’ah, mu’tazilah dan yang sefaham dengan mereka.

Islam adalah agama nasehat, menuntun kita untuk saling menasehati diatas kebenaran. Termasuk menyampaikan kalimat yang haq dihadapan penguasa yang zalim dengan cara yang baik dan terhormat, merupakan jihad yang agung disisi Allah. Dari Abu Sa’id Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: 

“Jihad yang utama menyampaikan kebenaran dihadapan pemimpin yang zalim”. (Ahmad (no. 11143), Shahih Al-Jami; (no. 1100). 

Islam tidak memberi ruang untuk makar dan kudeta, bahkan sekedar mendoakan keburukan bagi penguasa. Diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, bahwa Imam Hasan AlBasri (21-110 H) pernah mendengar seseorang mendoakan keburukan untuk Hajjaj bin Yusuf At-Tsaqafi (40-95 H), maka Imam al-Hasan Rahimahullah berkata kepadanya:

“Jangan kau lakukan itu, karena kalian diberi pemimpin sesuai dengan perangai kalian. Aku khawatir jika Hajjaj lengser atau mati, maka yang akan memimpin kalian setelahnya adalah kera dan babi”.