Dari Abu Said yaitu Samurah bin jundub Radhiyallahu’anhu, katanya: “Sesungguhnya saya dahulu itu sebagai seorang anak-anak di zaman Rasulullah ﷺ, maka saya menghafal -berbagai ajaran- dari beliau. Juga beliau tidak pernah melarang saya berbicara, melainkan jika di situ ada orang yang lebih tua usianya dariku.” (Muttafaq ‘alaih)
Pada waktu itu, Samurah bin jundub Radhiyallahu’anhu masih kecil sekitar 13 atau 14 tahun. Dhohirnya pada waktu perang Hondak atau Uhud. Hadits ini mengajarkan hendaknya menghormati orang yang lebih tua, terpandang atau penguasa yang sering dijumpai dalam suatu majelis. Orang tua biasanya lebih suka untuk bercerita atau memberi nasihat yang panjang.
Terkadang orang yang baru belajar, dia tahu satu atau dua ilmu, saking semangatnya dia umbar kesana-sini tanpa tahu rambu dan sopan santun.
Apabila dia mengetahui seseorang yang lebih mampu menyampaikan, biarkan dia berbicara. Karena ilmu bukan untuk dibanggakan, atau untuk dikatakan menonjol. Ilmu disampaikan karena Allâh ﷻ dan Rasul-Nya, dan ditegakkan syari’at Allâh ﷻ karena ikhlas, bukan karena riya.
Dari Anas Radhiyallahu’anhu, katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang pemuda itu memuliakan seorang tua karena usianya, melainkan Allah akan ditakdirkan untuknya orang yang akan memuliakannya nanti, jika ia telah berusia tua -maksudnya setelah tuanya pasti akan dimuliakan anak-anak yang lebih muda daripadanya-.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa hadis ini adalah hadits gharib.
Kata pepatah Arab, al-jaza min jinsil-amal (balasan seusai dengan amal perbuatan). Allâh ﷻ tidak akan menyia-nyiakan perbuatan hamba-Nya. Meskipun hadits ini lemah, tetapi kadang disampaikan oleh para ulama dalam hal Fadhailil A’mal.