DATA BUKU:
Judul Asli: At-Ta’liqat al-Mukhtasharah Ala Matni al- Aqidah ath-Thahawiyah.
Penulis Matan: Imam Abu Ja’far ath-Thahawi.
Penulis Syarah : Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan.
Judul terjemah: Penjelasan Ringkas Matan al-Aqidah ath-Thahawiyah, Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Penerjemah: Abdurrahman Nuryaman
Penerbit: Pustaka Sahifa, Jakarta.
Tebal buku: 386 halaman.
Ukuran buku: 16 X 24.
Lurusnya akidah adalah jaminan yang paling besar bagi keselamatan seorang muslim. Sebesar apa penyimpangan dalam akidahnya, sebesar itu pulalah kadar potensi penyimpangannya dari jalan yang lurus. Apabila akidah seorang muslim bagus dan lurus, insya` Allah sisi-sisi pada dirinya akan ikut tersempurnakan. Dan salah satu cara yang efektif yang dapat dilakukan seorang muslim untuk berusaha meluruskan akidahnya adalah mengkaji buku akidah yang telah diakui dan dirokemendasikan oleh para ulama. Dan salah satunya adalah Matan al-Aqidah ath-Thahawiyah, dan akan menjadi semakin sempurna karena disyarah secara simpel oleh salah seorang di antara Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang ahli aqidah di abad ini, Syaikh al-Fauzan.
TENTANG PENULIS MATAN:
Matan Al-Aqidah ath-Thahawiyah ditulis oleh Imam Abu Ja’far ath-Thahawiyah rahimahullah, yang lahir th. 239 H dan wafat th. 321 H, seorang ulama Islam yang teguh di atas Manhaj Ahlus Sunnah, as-Salaf ash-Shalih. Beliau dikenal sebagai salah seorang yang bermadzhab Hanafi dalam fikih, tapi tetapi salah seorang di antara guru beliau yang paling berpengaruh pada diri beliau adalah Imam al-Muzani yang bermadzhab Syafi’i bahkan murid besar dari Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Ini menunjukkan bahwa Imam ath-Thahawi adalah seorang ulama yang merdeka dari belenggu panatisme madzhab yang tercela. Ini dari satu sisi, dan sisi yang lain, ini menunjukkan bahwa sekalipun dalam satuan-satuan masalah fikih di antara para ulama terjadi beda pendapat, tetapi dalam pokok-pokok Agama, Ushuluddin, Akidah, mereka adalah satu.
Salah satu bukti paling autentik dari dalamnya ilmu seorang ulama adalah karya tulisnya, tak terkecuali Imam ath-Thahawi, di mana beliau telah membuktikannya dengan meninggalkan banyak karya tulis. Sebagian di antaranya bahkan termasuk rujukan wajib bagi para akademisi dan peneliti, seperti: Syarh Ma’ani al-Atsar, Syarh Musykil al-Atsar, dan matan buku kita ini.
TENTANG PENULIS SYARAH:
Syaikh al-Allamah Dr. Shalih al-Fauzan lebih terkenal untuk diperkenalkan. Beliau adalah salah seorang anggota dewan ulama besar Saudi Arabia dan rujukan para penuntut ilmu di seluruh dunia, khsusunya dalam disiplin ilmu Akidah. Dan beliau adalah satu di antara barisan ulama yang tidak banyak, yang tegak menyerukan Akidah dan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
TENTANG BUKU DAN ISINYA SECARA UMUM:
Banyak ulama yang telah mensyarah matan Aqidah Thahawiyah, dan tentu saja masing-masing memiliki keutamaan dan kelebihan dibanding lainnya. Akan tetapi kelebihan buku syarah ini adalah penyajiannnya yang ringkas, padat dan mudah dipahami. Jika selama ini kita merasa gampang jenuh membaca syarah thahawiyah, maka cobalah membaca syarah Thahawiyah yang satu ini, insya` Allah dapat melapangkan kesempitan dan kesulitan memahami Aqidah ath-Thahawiyah secara khusus dan poin-poin Akidah Islam secara umum.
Buku kita ini secara ringkas memuat 228 poin Akidah Islam yang tentu saja wajib diketahui oleh setiap muslim. Ke 228 poin inilah yang dijelaskan dan dijabarkan oleh Syaikh al-Fauzan, satu demi satu.
Sebagai contoh untuk mnggambarkan praktisnya isi dan metodologi buku:
Matan Aqidah Thahawiyah poin no. 35, berbunyi:
وَمَشِيئَتُهُ تَنْفُذُ، لَا مَشِيئَةَ لِلْعِبَادِ، إِلَّا مَا شَاءَ لَهُمْ، فَمَا شَاءَ لَهُمْ كَانَ، وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ.
(Kehendaknya pasti terlaksana, tidak ada kehendak bagi hamba-hamba kecuali yang dikehendaki oleh Allah bagi mereka. Maka apa yang dikehendaki bagi mereka, pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendakiNya bagi mereka pasti tidak akan terjadi).
————————————————————————
Syaikh al-Fauzan menjelaskannya dengan mengatakan, “Allah memiliki Kehendak dan hamba-hamba juga memiliki kehendak, akan tetapi kehendak hamba-hamba bergantung kepada Kehendak Allah, dan tidak berdiri sendiri. Itulah sebabnya Allah Ta’ala berfirman,
{وَمَا تَشَاءُوْنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا}.
“Dan kamu tidak berkehendak (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Insan: 30).
Dan Allah juga berfirman,
{وَمَا تَشَاءُوْنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ}.
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (At-Takwir: 29).
Allah menjadikan sifat berkehendak (al-Masyi`ah) sebagai salah satu dari sifat-sifat bagi DiriNya, dan juga menjadikankan sebagai salah satu dari sifat bagi hamba-hambaNya, kemudian mengikat kehendak mereka dengan KehendakNya.
Di sini terdapat bantahan terhadap terhadap kelompok Qadariyah dan Jabariyah. Kelompok Qadariyah menafikan (meniadakan) Kehendak Allah terhadap perbuatan hamba-hamba dan menjadikan kehendak bagi hamba-hamba secara mutlak, dan bahwasanya seorang hamba berdiri sendiri dengan segala perbuatannya, kemauan dan kehendaknya. Ini adalah pandangan kelompok Qadariyah baik dari golongan Mu’tazilah dan lainnya.
Sedangkan kelompok Jabariyah berpandangan (sebaliknya), bahwa hamba tidak memiliki kehendak, akan tetapi kehendak hanyalah milik Allah semata, dan seorang hamba bergerak (dan berbuat) tanpa ada ikhtiar dan tanpa ada kemauan, persis seperti bergerak (dan bekerjanya) alat dan mesin.
Maka satu kelompok berlaku ghuluw (ekstrim) dalam menetapkan kehendak Allah Allah, sedangkan kelompok kedua bersikap ghuluw dalam menetapkan kehendak hamba.
Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah menetapkan kedua kehendak tersebut dan menetapkan bahwa kehendak hamba terikat dengan Kehendak Allah. Ini berdalil dengan dua ayat di atas. Maka Firman Allah,
وَمَا تَشَاءُوْنَ
“Dan kamu tidak berkehendak”, adalah penetapan adanya kehendak hamba-hamba, dan FirmanNya,
إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
“Kecuali bila dikehendaki llah”, adalah penetapan bagi Kehendak Allah. Dan dalam hal ini (terdapat indikasi jelas) bahwasanya kehendak seorang hamba tidak berdiri sendiri, akan tetapi teriat dengan Kehendak Allah; karena seorang hamba adalah salah satu dari makhluk ciptaa Allah. Allah mnciptakannya dan mnciptakan kehendak serta kemauannya. Itulah sebabnya ketika sejumlah orang berkata kepada Nabi SHALLAAHU ‘ALAIHI WA SALLAM, “Apa yang Allah dan Anda kehandaki”, maka Nabi SHALLAAHU ‘ALAIHI WA SALLAM bersabda,
أَجَعَلْتَنِيْ لِلّهِ نِدًّا؟
“Apakah engkau menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah?”
Sehingga Nabi SHALLAAHU ‘ALAIHI WA SALLAM kemudian bersabda,
قُلْ مَا شَاءَ اللّهُ وَحْدَهُ.
“Katakanlah, ‘Apa yang dikehendaki Allah semata’.”
Begitu pula ketika sampai kepada Nabi SHALLAAHU ‘ALAIHI WA SALLAM suatu aum yang mengatakan, “Apa yang dikehendaki Alah dan apa yang dikhendaki Muhammad, maka beliau mengingkari itu dan bersabda,
قُوْلُوْا مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ مُحَمَّدٌ.
“Katakanlah, ‘Apa yang dikehendaki Allah, kemudian ikehendaki Muhammad’.”
Jelas bahwa Nabi SHALLAAHU ‘ALAIHI WA SALLAM menjadikan kehendak beliau sebagai konsekwensi dari Kehendak Allah dengan kata ثُمَّ (kemudian) yang memberikan faidah makna urtan (at-Tartib) dan memiliki jarak (at-Tarakhi), dan tidak dengan وَ (dan), karena memiliki indikasi mempersekutukan (menandingkan).” (Demikian Syarah Syaikh al-Fauzan).
Poin yang satu ini sengaja kami angkat demi menggambar mudah dan simpelnya syarah atau penjelasan matan Aqidah Thahawiyah ini.
Matan Aqidah Thahawiyah, sebagaimana yang dikenal luas, memuat pokok-pokok akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan pokok-pokok akidah inilah yang diurai dan dijabarkan oleh Syaikh al-Fauzan, mulai dari Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah, dan Tauhid Asma` wash-Shifat, hidayah Allah, dimana Allah berada?, makna berserah diri dan tunduk, Syafa’at Nabi SHALLAAHU ‘ALAIHI WA SALLAM, rincian tentang Arasy Allah, al-Qur`an, hakikat takut kepada Allah, kewajiban menaati pemerintah, Hari Kiamat dengan segala huru-hara di sana kelak, karamah para wali, rincian masalah sihir, dan lain sebagainya.
Penting untuk dicermati:
1. Beberapa poin dari matan Aqidah Thahawiyah tidak sejalan dengan apa yang disepakati oleh Ahlus Sunnah, sekalipun hanya sedikit sekali. Akan tetapi semua itu dikoreksi dan diluruskan oleh Syaikh al-Fauzan.
2. Di sela-sela Syaikh al-Fauzan menguraikan akidah Ahlus Sunnah dalam setiap poin, beliau juga kemudian mengulas pandangan dan doktrin kelompok-kelompok menyimpang yang menyelisihi Ahlus Sunnah berkaitan dengan poin bersangkutan. Sisi ini sangatlah penting, karena sebagaimana yang pernah dikatakan oleh sahabat Hudzaifah rhu, dalam sebuah hadits shahih, “Orang-orang dulu biasa bertanya tentang kebaikan kepada Rasulullah SHALLAAHU ‘ALAIHI WA SALLAM, tetapi aku justru bertanya kepada beliau tentang keburukan; karena aku takut bertemu dengannya dan aku terjatuh kepadanya.” Mempelajari tauhid adalah wajib tetapi mengetahui syirik juga penting, tidak untuk melakukannya tetapi akan kita terlindung darinya. Menegakkan Sunnah adalah wajib, dan meningalkan bid’ah juga wajib. Tetapi bagaimana kita meninggalkannya kalau kita tahu, justru ketidak tahuan kita tentangnya dapat menjerumuskan secara tidak disadari dan tanpa sengaja. Begitu pula penyimpangan dan kesesatan dalam akidah perlu kita cermati, agar kita semakin awas dan memiliki bashirah dalam beragama, terlebih di zaman ini, dimana kebenaran dianggap sebagai suatu yang asing, tegak di atas Sunnah dipandang sebagai suatu yang menyalahi masyarakat, dan justru kebatilan menjadi suatu yang begitu lumrah. Kebatilan dalam akidah bahkan dianut oleh mereka yang menyandang gelar ilmiah akademis maupun gelar ilmiah sosial. Maka mudah-mudahan dibahasny sisi merupakah sumbangsih penting dari buku ini untuk memenuhi kebutuhan kita kaum muslimin dalam mengenal berbagai aliran sesat yang bertentangan dengan Ahlus Sunnah.
KEISTIMEWAAN TERBITAN
- Disyarah oleh seorang ulama yang sangat inten dan kokoh dalam membela dan menyerukan Akidah Ahlus Sunnah di abad ini: Syaikh al-Allamah Shalih al-Fauzan.
- Syarah yang beliau lakukan adalah secara ringkas dan padat sehingga mudah diambil faidah dan kesimpulannya.
- Syarah ini juga disertakan dengan matan akidah Thahawiyah secara lengkap di bagian awal secara utuh dan lengkap dengan harakat, sehingga memudahkan bagi semua pihak yang ingin mengkaji matan secara tersendiri.
- Sejumlah poin matan yang bermasalah karena tidak sejalan dengan ijma’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dikoreksi dan diluruskan oleh Syaikh al-Fauzan, penulis Syarah.
- Semua hadits yang dijadikan landasan ditakhrij berdasarkan metodologi Ahlul Hadits, sehingga memudahkan semua Anda untuk merujuk kepada sumber yang diisyaratkan oleh Syaikh penulis.
- Penerbit juga melengkapinya dengan biografi Imam ath-Thahawi, penulis Aqidah Thahawiyah, agar dapat dijadikan tauladan bagi kita semua para pecinta ilmu.
Mudah-mudahan ini dapat menjelaskan pentingnya buku ini bagi kita semua, dan kami berdoa kepada Allah agar menjadikannya sebagai amal kebajikan bagi kita semua, di hari pengadilan Allah, di hari akhir nanti, serta menjadikan buku ini bermanfaat bagi kaum muslimin Indonsia. Semoga bermanfaat.