بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Sabtu – Barwa Village
Barwa Village, 6 Jumadil Akhir 1446 / 8 Desember 2024
Bersama Ustadz Syukron Khabiby, Lc M.Pd 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bertakwalah dalam hal Hak-hak Wanita
Hadits ke-7:
فَاتَّقُوْا اللهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُوْنَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوف
“Bertakwalah kepada Allah tentang (urusan) wanita, karena sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Kalian mempunyai hak yang menjadi kewajiban mereka, yaitu mereka tidak boleh memasukkan ke rumah kalian orang yang tidak kalian sukai. Jika mereka melakukannya, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Mereka pun memiliki hak yang menjadi kewajiban kalian, yaitu nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang makruf.” (HR. Muslim 1095).
Hadis ini diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, yaitu Muhammad bin Ali bin al-Husain, dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu’anhu Sabda Rasul ini merupakan penggalan dari khotbah panjang yang beliau sampaikan di Arafah pada saat Haji Wada’.
Secara khusus, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan para suami untuk berlaku baik kepada pasangan hidup mereka dan mempergauli mereka dengan cara-cara yang patut. Itu adalah salah satu hak istri yang menjadi kewajiban suami. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. [An-Nisâ`/4:19].
Nabi Muhammad Shallallahu aliahi wa sallam bersabda, “FattaqûLlâh fî an-nisâ’.” Jika kalimat diawali dengan Ittaqullah maka mempunyai makna yang dalam. Artinya merupakan dorongan untuk memperhatikan hak para wanita , menasihati mereka, dan memperlakukan mereka secara makruf.
Karena tujuan utama dari pernikahan dalam Islam adalah membangun keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan rahmat. Konsep ini dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu dari jenis kamu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu rasa cinta dan kasih sayang…” (QS. Ar-Rum: 21). Keluarga yang sakinah (tenang), mawadah (kasih sayang), dan rahmah (rahmat) adalah harapan dalam setiap pernikahan.
Dan laki-laki lah yang menjadi pemimpin, dalam mengendalikan kondisi rumah tangga agar perjalanan hidup menjadi lebih baik dan terkendali.
Isteri adalah amanah yang Allâh Ta’ala bebankan melalui orang tua wanita. Maka, sungguh dzalim laki-laki yang menyia-nyiakan amanah yang dia emban.
Apalagi di masa serba internet sekarang yang bisa menimbulkan banyak fitnah. Hindarilah curhat di medsos dan tutup masalah rumah tangga dan selesaikan di rumah masing-masing.
“Fa innakum akhadztumûhunna bi amâniLlâh—di dalam sebagian riwayat dengan lafaz “bi amânatiLlâh—maksudnya adalah “bi ‘ahdiLlâh (dengan janji Allah), yaitu janji untuk bersikap lembut dan bergaul dengan baik.”
“Wa istahlaltum furûjahunna bi kalimatiLlâh,” maksudnya adalah dengan syariat-Nya atau dengan perintah dan hukum-Nya, yaitu kebolehan dari Allah, dan kalimat firman Allah, “fankihû mâ thâba lakum min an-nisâ’ (nikahilah wanita yang kalian sukai)”. Juga dikatakan maknanya adalah dengan ijab dan kabul, yaitu dengan kalimat yang diperintahkan oleh Allah.
“Wa lakum ‘alayhinna an lâ yûthi’na furusyakum ahadan takrahûnahu.”
Imam an-Nawawi menyatakan, “Maknanya adalah hendaknya mereka (para istri) tidak mengizinkan siapa pun yang tidak kalian sukai untuk masuk ke rumah kalian dan duduk di dalamnya; baik yang diberi izin itu laki-laki asing, perempuan, atau di antara mahram istri. Sebab larangan tersebut mencakup semua.”
“Fa in fa’alna dzâlika fadhribûhunna dharban ghayr mubarrih.” Maknanya, jika mereka mengizinkan orang yang tidak kalian sukai masuk ke rumah kalian, pukullah mereka dengan pukulan yang ghayr mubarrih. Jadi dalam hal ini suami boleh memukul istrinya dalam bentuk pukulan ghayr mubarrih untuk mendidik istri. Hanya saja, di dalam QS An-Nisa’ [4]: 34, pukulan itu adalah langkah terakhir: setelah istri dinasihati; jika tidak mempan, lalu pisah ranjang; dan jika tidak mempan juga baru dengan pukulan tersebut.
“Wa lahunna ‘alaykum rizquhunna wa kiswatuhunna bi al-ma’rûf.” Jika suami memiliki hak yang menjadi kewajiban istri, maka harus diingat bahwa istri juga memiliki hak yang menjadi kewajiban suami; yaitu hak nafkah (pangan, sandang, papan, dsb.) secara makruf.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم