Ilmu Syar’i adalah cahaya penerang bagi kehidupan seorang hamba di dunia menuju ke alam akhirat. Maka, barangsiapa menuntut ilmu syar’i dengan niat ikhlas karena Allah dan dengan tujuan agar meraih keridhoan-Nya semata, niscaya ia tidak akan berhenti dan bosan dari menuntut ilmu syar’i sebelum kematian menjemputnya.
» Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ اليَقِي
Artinya: “Beribadahlah engkau kepada Allah hingga datang kepadamu kematian.” (QS. Al-Hijr).
Oleh karenanya, Nabi shallallahu alaihi wasallam senantiasa mengambil ilmu dan menerima wahyu dari Allah semenjak diangkat oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul-Nya hingga Beliau wafat.
» Hal ini sebagaimana hadits yg diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata; “Sesungguhnya Allah Ta’ala menurunkan wahyu-Nya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam secara berturut-turut hingga Beliau wafat. Dan kebanyakan wahyu itu diturunkan Allah pada hari Beliau wafat.” (HR. imam Al-Bukhari Dan Muslim).
» Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah selalu membawa Pena Dan tinta (untuk mencatat hadits dan faedah ilmiyah, pent) meskipun Beliau telah lanjut usia. Maka Ada seseorang yg bertanya kepadanya: “sampai kapankah engkau berbuat demikian?” Beliau jawab: “Hingga aku masuk ke liang kubur.”. (Lihat Manaaqibu Ahmad karya Ibnul Jauzi hal.31, dan Talbiisu Ibliis, karya Ibnul Jauzi hal.400).
» Beliau jg pernah berkata: “Aku Akan terus-menerus menuntut ilmu agama sampai aku masuk ke liang kubur.”. (Lihat Syarofu Ashhaabi Al-Hadiits, karya Al-Khothib Al-Baghdadi hal.136).
» Abu Ja’far Ath-Thobari rahimahullah menjelang wafatnya berkata: “Sepantasnya bagi seorang hamba agar tidak meninggalkan (kewajiban) menuntut ilmu sampai ia mati.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir di dlm Tarikh Dimasyqo juz.52 hal.199. Lihat pula Al-Jaliisu Ash-Shoolih karya Al-Mu’afi bin Zakariya III/222).
» Ada seseorang bertanya kepada Abdullah bin Al-Mubarok (ulama tabi’in) rahimahullah: “Sampai kapan engkau menulis (mempelajari) hadits?” Beliau jawab: “Selagi masih ada kalimat bermanfaat yg belum aku catat.” (Lihat Al-Jaami’ Li Akhlaaqi Ar-Roowi, karya Al-Khothib Al-Baghdadi IV/419).
» Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah pernah ditanya: “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah beramal?”. Beliau menjawab: “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan dalih untuk beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan dalih untuk menuntut ilmu.” (Lihat Tsamratu al-’Ilmi al-’Amal, hal. 44-45).
» Qotadah bin Da’amah As-sadusi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya setan tidak membiarkan lolos seorang pun di antara kalian. Bahkan ia datang melalui pintu ilmu. Setan membisikkan, “Untuk apa kamu terus menuntut ilmu? Seandainya kamu mengamalkan apa yang telah kamu dengar, niscaya itu cukup bagimu.” Qotadah berkata: Seandainya ada orang yang boleh merasa cukup dengan ilmunya, niscaya Musa ‘alaihis salam adalah orang yang paling layak merasa cukup dengan ilmunya. Akan tetapi Musa berkata kepada Khidr (yang artinya), “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau bisa mengajarkan kepadaku kebenaran yang diajarkan Allah kepadamu.” (QS. al-Kahfi: 66).” (Lihat Syarhu Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal [1/136]).
Demikianlah tekad kuat dan semangat tinggi para ulama salafus sholih tanpa mengalami futur (kemalasan) dalam menuntut ilmu syar’i. Dan ini tidaklah terwujud pada diri seorang hamba kecuali dengan niat yang ikhlas karena Allah ta’ala saja.
(*) Beberapa Contoh Para Ulama Hadits yg Bersemangat Tinggi Dalam Menuntut Ilmu Syar’i:
1. Inilah imam Al-Bukhari rahimahullah, imam para ulama hadits, beliau tidak patah semangat dalam mempelajari hadits dan ilmu-ilmu syar’i lainnya meskipun bekal (harta) beliau sangat sedikit, sampai-sampai beliau pernah makan rerumputan. (Lihat Siyar A’laam An-Nubala’, karya imam Adz-Dzahabi XII/217).
2. Umar bin Abdul Karim Ar-Rowasi rahimahullah pernah patah beberapa jari jemari tangannya dalam perjalanannya menuntut ilmu syar’i dikarenakan cuaca yang sangat dingin. (Lihat Siyar A’laam An-Nubala’, karya imam Adz-Dzahabi XIX/318).
3. Imam Malik rahimahullah pernah membongkar atap rumahnya, lalu ia menjual kayunya (sebagai bekal) untuk menuntut ilmu. (Diriwayatkan oleh Al-Khothib Al-Baghdadi di dalam Tarikh Baghdad II/13).
Demikian Faedah dan Mau’izhoh Hasanah yang dapat kami sampaikan pada hari ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Allah memberikan taufiq dan pertolongan-Nya kepada kita untuk selalu istiqomah dan semangat dalam mempelajari dan memahami ilmu syar’i hingga akhir hayat.
(*) SUmber: abufawaz.wordpress.com