بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

𝔻𝕒𝕦𝕣𝕒𝕙 𝔹𝕦𝕝𝕒𝕟𝕒𝕟 𝕄𝕖𝕝𝕒𝕪𝕦 𝔸𝕤𝕤𝕦𝕟𝕟𝕒𝕙 ℚ𝕒𝕥𝕒𝕣
𝔼𝕕𝕚𝕤𝕚: 𝕊𝕙𝕒𝕗𝕒𝕣 𝟙𝟜𝟜𝟝 – 𝕊𝕖𝕡𝕥𝕖𝕞𝕓𝕖𝕣 𝟚𝟘𝟚𝟛
Bersama: Ustadz Abu Abdus Syahid Isnan Efendi, BA Hafidzahullah
Messaied, 22 Shafar 1445 / 7 September 2023



Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada kita berupa kesehatan dan kesempatan serta inayah Allâh ﷻ, sehingga kita digerakkan untuk menghadiri majelis ilmu, menjadi orang-orang yang terpilih.

Tanda-tanda akhir zaman sebagian telah kita rasakan dan itu akan terus bermunculan dan merupakan bagian dari fitnah. Sehingga, banyak ulama mengupas menjadi tulisan yang bertema fitnah (Kitabul Fitan).

Sehingga banyak tanda-tanda akhir zaman yang disebutkan dalam hadits, diantaranya:

Dari ‘Auf bin Malik -raḍiyallāhu ‘anhu- ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- pada waktu perang Tabuk saat beliau berada di dalam kubah kulit (kemah). Beliau bersabda, “Hitunglah enam perkara menjelang hari kiamat; yakni kematianku, pembebasan Bait al-Maqdis (masjidil Aqsa), kematian masal yang menimpa kalian seperti penyakit scrapie pada domba, melimpahnya harta hingga seseorang diberi 100 dinar namun masih murka, kemudian terjadinya fitnah yang tidak menyisakan satu rumah pun milik bangsa Arab kecuali dimasukinya, kemudian perjanjian damai antara kalian dan Bani Aṣfar (Romawi), lalu mereka mengkhianati kalian. Mereka datang membawa 80 panji, setiap panji membawahi 12000 tentara.” (Hadis sahih – Diriwayatkan oleh Bukhari)

Dalam hadits ini ada kalimat ‘terjadinya fitnah yang tidak menyisakan satu rumah pun milik bangsa Arab kecuali dimasukinya’, tentunya ini bukan dikhususkan untuk orang-orang Arab, tapi untuk seluruh umat di muka bumi ini.

Syaikh Sholih Al Fauzan Hafidzahullah menafsirkan dengan ‘fitnah internet’, bukan hanya masuk rumah, tetapi masuk dalam bilik rumahnya.

Makna Fitnah

Inti makna fitnah di dalam bahasa Arab terkumpul pada makna Cobaan dan ujian. Untuk mengetahui kejelasan sesuatu.

Dan asalnya diambil dari ucapan seseorang: “Saya menguji perak dan emas”

Maksudnya adalah saya melelehkan keduanya dengan api agar terpisahkan antara yang buruk dengan yang bagus.

Fitnah maknanya semua hal yang dirasakan seseorang yang menyebabkan jati dirinya nampak.

Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata manusia itu sama ketika dilanda fitnah, tetapi ketika turun ujian, maka terlihat kejelasannya.

Sehingga Allâh ﷻ menurunkan fitnah untuk menunjukkan jati diri seseorang apakah dia benar-benar jujur atau tidak, meskipun pada hakikatnya Allâh ﷻ maha mengetahui.

Allâh ﷻ berfirman:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan untuk mengatakan, ‘kami telah beriman’ TANPA diuji?! Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah benar-benar tahu orang-orang yang tulus dan orang-orang yang dusta“. (QS. Al-Ankabut: 2-3).

Jenis fitnah bermacam-macam, dari internal keluarga seperti pasangan dan anak-anak, harta, orang tua maupun external seperti pergaulan, komunitas, pemimpin, kejahilan, korupsi dan lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2)

Sedangkan kematian terus mengintai kita, sehingga kita diharapkan untuk tidak menjadi orang-orang yang lalai.

Allah Ta’ala berfirman,

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An Nur: 37)

Disinilah pentingnya filter bagi kehidupan kita sekarang, agar terjauh dari fitnah internet di rumah kita.

Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu’anhu ia berkata: “Rasulullah ﷺ pernah berdiri di hadapan kami (khutbah), tidak meninggalkan sesuatu pun yang akan terjadi sampai datangnya hari kiamat kecuali beliau jelaskan saat itu. Maka hafallah orang yang hafal dan lupalah orang yang lupa, dan para sahabatnya telah mengetahui hal itu. Sungguh, aku dapat mengingat apa yang disampaikan saat itu, sebagaimana seorang laki-laki yang mengingat wajah orang yang pergi kemudian bertemu lagi.” (HR. Abu Daud no. 3702)

Rasulullah ﷺ tatkala menjelaskan fitnah-fitnah, beliau juga sekaligus memberikan solusi. Seperti halnya dalam hadits:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“Bersegeralah melakukan amalan sholih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia” (HR. Muslim no. 118).

An-Nawawi rahimahullah dalam Syarah shahih Muslim berkata ketika menjelaskan hadits ini, “Makna hadits ini adalah motivasi untuk segera beramal shalih sebelum mustahil beramal atau kita disibukkan oleh perkara yang lain, berupa berbagai masalah yang menyibukkan, banyak, dan bertumpuk-tumpuk sebagaimana bertumpuk-tumpuknya kegelapan malam jika tanpa diterangi sinar rembulan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendeskripsikan dahsyatnya bahaya tersebut, sehingga seseorang yang sorenya masih beriman, namun esok paginya sudah kafir, atau sebaliknya (perawi ragu-ragu terhadap hal ini). Hal ini terjadi karena dahsyatnya bahaya yang ada, sehingga hati manusia bisa berubah dalam sehari saja.“

Hadits di atas juga merupakan Jawami’ al-Kalim yaitu kalimat ringkas yang padat makna. Menjelaskan suatu masalah to the point dengan jelas dan ringkas.

Dalam riwayat Abdullah bin Amir bin ‘Ash Radhiyallahu’anhu, dia berkata, “Saat kami berada di sisi Rasulullah ﷺ, beliau membahas soal fitnah. Beliau ﷺ bersabda, ‘Jika kalian melihat janji-janji manusia telah rusak, amanah yang mereka emban itu luntur, dan mereka begini (Nabi Muhammad ﷺ merenggangkan jari-jarinya).’

Lalu Abdullah bangkit ke arah Nabi Muhammad ﷺ kemudian bertanya, “Jadi apa yang harus aku lakukan?”

Nabi Muhammad ﷺ menjawab, “Tetaplah di rumah, kendalikanlah lisanmu, lakukan apa saja yang kau ketahui, tinggalkan hal-hal yang kamu tidak ketahui, fokus urusilah urusanmu sendiri, dan jauhilah urusan orang-orang.” (HR Abu Dawud)

Dalam hadits ini Rasulullah ﷺ memberikan solusi jika terjadi fitnah untuk tidak ikut campur urusan orang lain dan fokus urusan diri sendiri. Terutama dalam mengontrol alat komunikasi di zaman modern, terutama maraknya media sosial.

Ibadah di Zaman Fitnah

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam juga mengabarkan bahwa pada akhir zaman, akan muncul berbagai fitnah (berbagai hal yang dapat memalingkan manusia dari agama Allah) dan kekacauan. Seperti yang terdapat dalam hadis-hadis berikut,

عن أبي هريرةَ – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: يتقارب الزمان، ويُقْبَضُ العِلمُ، وتظهر الفتنُ، ويُلْقَى الشُّحُّ، ويَكثُرُ الهَرْجُ))، قالوا: وما الهَرْجُ؟ قال: القتل

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Waktu akan menjadi dekat, ilmu dicabut, aneka fitnah bermunculan, kekikiran merebak dan al harju kian banyak.” Mereka berkata, “Apa yang dimaksud dengan al harju?” beliau bersabda, “Pembunuhan.” (HR. Bukhari Muslim)

Itulah kabar dari seorang yang lisannya selamat dari hawa nafsu, yang benar dan dibenarkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita fenomena yang akan terjadi pada akhir zaman. Beragam fitnah akan muncul dan kekacauan akan timbul disebabkan perilaku manusia yang kian buruk, ilmu semakin sedikit dan yang merebak adalah kebodohan.

Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah memberi kabar gembira bahwa ibadah di zaman itu berpahala sangat besar dan bernilai amat tinggi.

عن مَعْقِل بن يَسَار – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: العبادة في الهَرْج كهجرة إليَّ

Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ibadah dalam zaman harju seperti hijrah kepadaku.” (HR Muslim dan Ibnu Majah)

Dalam riwayat lain disebutkan, “Beramal dalam masa harju seperti hijrah kepadaku.” (HR Ahmad dan Thabrani)

Dalam riwayat lain juga disebutkan, “Ibadah di zaman fitnah seperi hijrah kepadaku.” (HR Ahmad dan Thabrani)

Al Munawi dalam “Faidhul Qadir” (4/373) berkata, “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ibadah dalam al harju.” Maksudnya adalah waktu bermunculan fitnah dan kesamaran dalam berbagai urusan.”

“Seperti hijrah kepadaku.” Maksudnya dalam hal pahalanya yang banyak. Atau, orang yang berhijrah dahulu hanya sedikit, karena kebanyakan manusia tidak mampu melakukannya. Begitu pun orang yang beribadah dalam waktu al harju sedikit yang melakukannya.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ القَبْضِ عَلَى الجَمْرِ، لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِكُمْ

Sesungguhnya di belakang kalian (nanti) ada hari-hari, di mana bersabar pada waktu tersebut seperti halnya memegang bara api. Orang yang beramal di waktu tersebut seperti (mendapat) pahala 50 orang, yang beramal seperti amal kalian. (HR Tirmidzi).

Maksudnya sepadan dengan pahala 50 orang Sahabat. Akan tetapi, banyaknya pahala bukan berarti banyaknya keutamaan. Karena umat terbaik adalah para sahabat.

Imam Nawawi dalam “Syarh Muslim” (18/88) berkata, “Sabda beliau, “Ibadah di zaman harju seperti hijrah kepadaku.” Makna al harju adalah fitnah dan samarnya urusan-urusan manusia. Ibadah di zaman itu memiliki keutamaan yang banyak karena rata-rata manusia lalai dari urusan ibadah dan sibuk dengan urusan yang lain. Hanya sedikit saja yang benar-benar mengisi waktunya dengan ibadah.”

Al Hafidz Ibnu Rajab berkata, “Sebab dari semua itu adalah bahwa manusia di zaman fitnah lebih cenderung mengikuti hawa nafsunya dan tidak kembali kepada agama, maka keadaan mereka seperti keadaan orang-orang jahiliyyah. Jika diantara mereka ada orang yang berpegang teguh dengan agamanya, beribadah kepada Tuhannya, mengikuti perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang dimurkai-Nya, maka kedudukannya seperti orang yang berhijrah dari masyarakat jahiliyyah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya beriman, mengikuti perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya.”

Dalam kitab Tathriiz Riyaadh As Shahilihin (1/747), Al Qurthuby berkata, “Orang yang berpegang teguh di waktu itu, dan benar-benar menyibukkan diri dengan ibadah, menjauhi manusia, ganjarannya seperti ganjaran orang yang berhijrah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ia seperti orang yang berhijrah menyelamatkan agamanya dari orang-orang yang menghalanginya untuk bergabung bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula orang yang menyibukkan diri dengan ibadah, ia seperti orang yang lari dari manusia menyelamatkan agamanya untuk beribadah kepada Rabbnya. Pada hakikatnya, ia berarti telah berhijrah kepada Rabbnya dan lari dari seluruh makhluk-Nya.”

Cara Menyelamatkan Diri dari Fitnah

1. Wasilah untuk menambah keimanan dan keyakinan yang menjadi pendorong untuk beramal ibadah

2. Istiqamah dalam beribadah

Dari Abu ‘Amr, dan ada yang mengatakan dari Abu ‘Amrah Sufyân bin ‘Abdillâh ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu, yang berkata : “Aku berkata, ‘Ya Rasulullah! Katakanlah kepadaku dalam Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada orang selain engkau.’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla,’ kemudian istiqâmahlah.’” (HR Muslim no 38).

3. Berdo’a agar mendapatkan hidayah dan terhindar dari fitnah.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pernah berwasiat kepada salah seorang sahabatnya, Syaddad bin Aus bin Tsabit Anshari al-Najjari al-Madani Radhiyallahu Anhu (wafat 58 H / 678 M di Baitul Maqdis). Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Wahai Syaddad bin Aus, apabila kamu melihat orang menimbun emas dan perak, maka kamu timbunlah kalimat-kalimat ini :

اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ , وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ , وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ , وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا , وَلِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ

Wahai Allah! Aku meminta kepadamu: Keteguhan dalam segala perkara. Kesungguhan dalam petunjuk. Aku memohon kepada-Mu segala yang bisa mendatangkan rahmat-Mu, segala yang bisa mengundang ampunan-Mu! Aku memohon kepadamu rasa syukur atas nikmat-Mu dan ibadah yg bagus. Aku juga memohon hati yg selamat dan lisan yang jujur. Aku juga memohon kepada-Mu kebaikan yang Engkau ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang engkau ketahui. Aku meminta ampunan kepada-Mu atas dosa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau adalah maha mengetahui perkara perkara ghaib (HR. Imam At-Thabrani rahimahullah dalam kitab al-Mu’jamil Kabir)

4. Berpegang teguh pada sunnah

Beliau Nabi ﷺ lalu bersabda:

“Aku wasiatkan pada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (pada pemimpin) walaupun seorang budak Habasyah. Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian yang hidup sesudahku, dirinya akan menjumpai perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang dengan sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin yang mendapat pentunjuk. Berpegang teguhlah dengannya, gigitlah dengan gigi geraham. Hati-hati kalian dari perkara yang baru dalam agama, sesungguhnya setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat“. HR Abu Dawud no: 4607. at-Tirmidzi no: 2676. Beliau berkata hadits hasan shahih.

5. Melindungi diri untuk terjatuh kepada fitnah

Memahami dampak-dampak buruk fitnah itu sangatlah besar faedahnya bagi manusia, karena hal itu akan menghasilkan sikap berhati-hati dari terjatuh kepada fitnah sehingga iapun terjaga darinya, sebagaimana sebuah ungkapan Bahasa Arab,

السعيد من اتعظ بغيره

“Orang yang berbahagia adalah orang yang mampu mengambil pelajaran dari kejadian yang pernah terjadi pada orang lain”.

6. Menjaga persahabatan dengan teman yang baik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Semoga Allah Ta’ala menjaga kita dan keluarga kita serta kaum muslimin dari segala fitnah baik di dunia maupun di akhirat. Aamiin.