بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Online 16 – Daurah Ramadhan 1445H
Dukhan, 16 Ramadhan 1445 / 26 Maret 2024
Bersama Ustadz Masfur Abu Abdillah 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
🎞️ Lihat di video Facebook video Facebook
Bercanda Menurut Pandangan Islam
Karakter manusia berbeda-beda, ada yang terlalu serius dan ada yang suka riang dan bercanda. Jika terlalu kaku atau serius hendaknya membuka diri agar hidup lebih rileks dan segar. Ibarat garam dalam makanan, maka yang terlalu banyak bercanda, hendaknya dikurangi agar tidak berlebihan.
Tujuan-tujuan Bercanda
▪️ Menyegarkan suasana.
▪️Menimbulkan senyuman dan rasa bahagia.
▪️Mempermudah meluluhkan hati orang lain agar tunduk dan taat. Inilah yang dilakukan Rasulullah ﷺ kepada para sahabat.
▪️Mengobati hati yang lemah, terutama wanita dan anak-anak.
▪️Meningkatkan semangat beraktivitas dan meningkatkan kemampuan menanggung beban hidup.
Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidy berkata manusia akan merasa terkekang jika tidak saling bercanda. Imam Syafi’i pernah bercanda, ditanyakan kepadanya : Wahai Aba Amr (Syafi’i), apakah kamu juga bercanda?, beliau menjawab, kalo tidak bercanda engkau akan mati karena bersedih.
▪️Mendidik orang yang bercanda dan meluruskan perilakunya.
Seperti yang dilakukan Rasulullah ﷺ kepada Sahabat Abdullah ibn Busyr Al-Madiny, Ibuku memerintahkanku membawakan Rasulullah ﷺ setangkai buah anggur. Aku memakannya sebagian dan menyerahkan Rasulullah ﷺ. Dan beliau memegang kedua telingaku seraya berkata: Ya Budar (Orang yang tidak menunaikan amanah) maksudnya Nabi ﷺ bercanda untuk meluruskan perilakunya.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: Bercanda untuk merealisasikan kebaikan, untuk menghibur lawan atau mencairkan suasana, maka itu tidak terlarang. Bahkan termasuk sunnah yang disukai.
Rasulullah ﷺ juga Bercanda
Sebagai manusia biasa, kadang kala beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri, dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau, untuk mengambil hati, dan membuat mereka gembira. Namun canda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berlebih-lebihan, tetap ada batasannya. Bila tertawa, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula, meski dalam keadaan bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar.
Dituturkan ‘Aisyah Radhiyallahu anha.
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَجْمِعًا قَطُّ ضَاحِكًا حَتَّى تُرَى مِنْهُ لَهَوَاتُهُ, إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ
Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan lidahnya, namun beliau hanya tersenyum. [Tafsir Ibnu Katsir]
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
نَعَمْ ! غَيْرَ أَنِّي لاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا
Betul, hanya saja aku selalu berkata benar. [Bahjatun Nadzirin].
💡 Penjelasan Syaikh Al-Badr Perbedaan tersenyum, tertawa dan terbahak:
Tersenyum (تَبَسَّمُ) adalah permulaan dari tertawa, tidak didengar oleh sendiri apalagi orang lain. Dan ini adalah ibadah. Berdasarkan hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu“ [HR. Tirmidzi 1956].
Tertawa ada suara ringan (الضحك ), hukumnya tidak masalah. Tapi tidak menjadi kebiasaan.
Tertawa Terbahak-bahak (القهقهة), ini tidak pernah dilakukan Rasulullah ﷺ dan beliau melarangnya.
Canda-canda Rasulullah ﷺ
1. Humor cerdas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
عن أنس بن مالك أن رجلا استحمل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : إني حاملك على ولد ناقة، فقال : يا رسول الله! ما أصنع بولد النافة؟ فقال صلى الله عليه وسلم : وهل تلد الإبل إلا النوق
Dikisahkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu suatu ketika seorang sahabat meminta kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam untuk memberikannya seekor unta untuk ditungganginya, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjawab : “Sungguh aku akan memberimu tunggangan seekor anak unta.” (Sahabat tersebut memahami bahwa Rasulullah akan memberikannya seekor anak unta yang masih kecil yang tidak bisa ditunggangi). Sahabatpun berkata: “Wahai Rasulullah apa yang bisa aku perbuat dengan seekor anak unta?”
Rasulullah menjawab: “Bukankah semua unta (baik anak unta atau dewasa) itu terlahir dari seekor unta betina?” (maksud Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yaitu beliau akan memberikannya seekor unta dewasa yang siap untuk ditunggangi, tetapi Nabi ingin mencandainya dahulu dengan mengatakan unta tersebut adalah anak unta. Karena unta kecil atau dewasa adalah termasuk anak unta). (HR. Tirmidzi dalam Jami’nya no 1991)
2. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencandai Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah memanggil Anas bin Malik dengan panggilan “pemilik dua telinga”.
عن أنس بن مالك أن النبي صلى الله عليه وسلم قال له : يا ذا الأذنين قال محمود : قال أبو أسامة : يعني يمازحه
Dari Anas bin Malik sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepadanya : “Wahai pemilik dua telinga.”
Perawi yang meriwayatkan hadist ini yaitu Abu Usamah menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ingin mencandai Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu dengan panggilan tersebut. (HR Tirmidzi dalam Jami’nya no 1992)
Panggilan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ini tidak menutup kemungkinan adalah bagian dari pujian atau sanjungan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu. Karena Anas bin Malik memiliki dua telinga yang selalu mendengar, taat, dan mengingat apa yang dikatakan kepadanya.
Terkadang Rasulullah ﷺ memanggil sahabatnya dengan panggilan-panggilan khusus seperti Ali bin Abi Thalib 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 dipanggil dengan Abu Thurab (Bapak Debu) karena selendangnya yang jatuh terkena debu dan Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 yang terkenal dengan Abu Hurairah (Bapaknya Kucing).
3. Canda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam terhadap seorang nenek.
عن الحسن قال : أتت عجوز إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقالت : يا رسول الله ! ادع الله أن يدخلني الجنة، فقال : يا أم فلان ! إن الجنة لا تدخلها عجوز، قال : فوليت تبكي، فقال : أخبروها أنها لا تدخلها وهي عجوز، إن الله تعالى يقول : تَعَالَى يَقُوْل : إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا عُرُبًا أَتْرَابًا
Dari Al Hasan, beliau menceritakan : Seorang nenek tua pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Nenek tua itu pun berkata : “Wahai Rasulullah, berdo’alah pada Allah agar Dia memasukkanku dalam surga.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Wahai Ummu Fulan, Surga tak mungkin dimasuki oleh nenek tua.” Nenek tua itu pun pergi sambil menangis. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata : “Kabarilah dia bahwa surga tidaklah dimasuki dia sedangkan dia dalam keadaan tua. Karena Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqi’ah: 35-37). (HR. Tirmidzi dalam Asy Syamail Muhammadiyah no. 205)
Perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
إن الجنة لا تدخلها عجوز
Surga tidak dimasuki oleh nenek tua.
Maksudnya yaitu wanita akan dihidupkan kembali di hari kiamat kelak dalam keadaan berumur tiga puluh tiga tahun, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يدخل أهل الجنة الجنة جردا مردا مكحلين بني ثلاثين أو ثلاث و ثلاثين
“Akan masuk penghuni surga dalam keadaan tanpa berpakaian, belum berjenggot, serta bercelak mata. Umur mereka antara tiga puluh tahun atau tiga puluh tahun.” (HR Ahmad dalam musnad no 22106)
4. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bercerita, ada seorang pria dusun bernama Zahir bin Haram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukainya. Hanya saja tampang pria ini jelek.
Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya ketika ia sedang menjual barang dagangan. Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeluknya dari belakang, sehingga ia tidak dapat melihat beliau. Zahir bin Harampun berseru: “Lepaskan aku! Siapakah ini?”
Setelah menoleh iapun mengetahui, ternyata yang memeluknya ialah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka iapun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk merapatkan punggungnya ke dada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata: “Siapakah yang sudi membeli hamba sahaya ini?”
Dia menyahut,”Demi Allah, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika demikian aku tidak akan laku dijual!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas: “Justru di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala engkau sangat mahal harganya!” [HR. Abu Dawud]
5. Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan, “Pernah aku datang membawa kuah daging yang telah kumasak untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka aku katakan kepada Saudah radhiyallahu ‘anha, sedang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala itu berada di tengah-tengah kami, ‘Makanlah!.’ Lantas dia menolak, ‘Kamu makan, atau kalau tidak aku oleskan kuah ini ke wajahmu!’ Maka dia tetap menolak, sehingga kucelupkan tanganku ke dalam kuah dan kuoleskan kuah tadi ke wajahnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, ‘Ayo olesi dia juga!.’ Dan beliau pun tertawa.’”
(HR. an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra, 5/291).
6. Ada seorang perempuan mendatangi Nabi ﷺ dan ia mengadukan perilaku suaminya yang keras dan tidak logis. Ia meminta solusi kepada Rasulullah ﷺ atas masalah yang dihadapinya ini.
Nabi ﷺ mendengarkan ucapan perempuan itu dengan seksama dan kemudia berkata, “Suamimu adalah orang yang kedua matanya ada putihnya?”
Perempuan itu tiba-tiba tertegung dan dengan penuh takjub berkata, “Tidak! Matanya tidak putih.”
Tapi setelah itu ia berpikir sendiri dan tanpa berbicara lagi, seakan-akan ia lupa tujuannya menemui Rasulullah ﷺ dan kemudian kembali ke rumahnya. Ia kemudian menceritakan apa yang terjadi kepada suaminya.
Suaminya berkata, “Apakah engkau tidak melihat putihnya mataku lebih besar dari hitamnya?”
Perempuan itu baru sadar bahwa Nabi ﷺ bercanda kepadanya dan dengan cara ini beliau ingin agar ia dan suaminya bisa rukun kembali.
7. Kisah yang diriwayatkan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
ليخالطنا حتى يقول لأخ لي صغير : با أبا عمير ! ما فعل النغير ؟
Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sering berkumpul dengan kami sehingga mengatakan kepada adik kecil saya: “Wahai Abu Umair, apakah gerangan yang sedang dikerjakan oleh burung kecil itu?” (HR Tirmidzi dalam Jami’nya no 1989 dan Muslim no 2150)
Dahulu Abu Umair memiliki seekor burung kecil dan suka bermain dengannya. Suatu ketika burung tersebut mati, maka Abu Umair pun sedih karena kehilangan burungnya. Melihat keadaan tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ingin menghiburnya dan menghilangkan kesedihannya dengan mencandai dan menggodanya dengan berkata kepadanya : “Wahai Abu Umair, apakah gerangan yang sedang dikerjakan oleh burung kecil itu?”
Lihatlah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak canggung mencandai seorang anak kecil. Padahal beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang pimpinan negara yang sibuk dalam segala hal. Tetapi beliau masih bisa menyempatkan diri untuk memberikan kebahagiaan kepada seorang anak kecil yang sedang bersedih.
Fawaid Hadits:
Imam Syafi’i ketika bermalam di tempat Imam Ahmad bin Hanbal tidak tidur semalaman karena merenungkan sebuah hadits dan mendapatkan 120 faedah hadits.
Dalam kisah-kisah di atas faedahnya antara lain:
▪️ Sikap tawadhu Rasulullah ﷺ, memberi salam dan senyum meskipun kepada anak kecil.
▪️Tawadhu Nabi ﷺ dalam membantu pekerjaan di rumah.
▪️ Tawadhu Nabi ﷺ memberikan pahanya untuknya Sofiyah ke atas unta.
▪️Sunnahnya berjabat tangan (Dalam hadits disebutkan menggugurkan dosa-dosa).
▪️Haramnya berjabat tangan wanita (Ancamannya ditusuk kepala dengan besi, lebih baik dari pada berjabat tangan dengan wanita)
Imam Syafi’i berkata orang yang paling mulia adalah orang yang tidak memandang dirinya mulia.
▪️Sunnah memanggil dengan nama kunyah. Meskipun belum menikah.
Dilarang menambahkan nama suami dibelakang nama isteri.
▪️Dibolehkan memanggil nama lain selain nama asli selama tidak menyakitinya.
▪️Bolehnya memberikan mainan yang tidak dilarang dalam Islam. Seperti dari makanan yang menjadi terbuang (Fatwa Lajnah Daimah).
Canda Sahabat Nabi ﷺ, Tabi’in hingga Ulama:
1. Diceritakan Tabi’in Bakar bin Abdillah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 bahwasanya sahabat Nabi ﷺ melempar kulit semangka, tetapi di dalam perkara serius, mereka adalah laki-laki sejati. (Dicantumkan Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad 266).
2. Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu berkata ada lelaki zaman Nabi ﷺ bernama Abdullah tetapi dijuluki khimar hingga Nabi ﷺ tertawa.
3. Disebutkan oleh Ghalib Al-Khattan, suatu hari saya mendatangi Ibnu sirin menanyakan keberadaan Hisyam. Ibnu Sirin menjawab Sudah Meninggal tadi malam! Apakah kamu tidak merasakan? Maka Ghalib membaca istirja. Dan Ibnu sirin tertawa. Imam Al-Baghawi berkata bahwa maksudnya meninggal tadi malam adalah tidur (mati kecil).
4. Syaikh bin Baz rahimahullahu pernah didatangi orang yang ingin menanyakan masalah talak. Kemudian ditanya siapa namamu? Dia menjawab Dziibun (serigala jantan) dan istrimu? Dziibatun (Serigala betina) . Akhirnya Syaikh bercanda, bagaimana anak-anakmu tinggal bersama serigala?
5. Diceritakan oleh Ihsan bin Muhammad Al-Utaybi:
Setelah selesai shalat di Masjidil Haram al-Makki, Syaikh meninggalkan Al-Haram untuk pergi ke suatu tempat dgn mobil, maka beliau menghentikan sebuah taksi dan menaikinya.
Dalam perjalanan, sang supir ingin berkenalan dengan penumpangnya, maka dia menanyakan: ”(nama) Anda siapa wahai Syaikh?”
Syaikh menjawab: ”Muhammad bin Utsaimin.”
Dengan terkejut sang supir bertanya: ”Syaikh Ibn Utsaimin?” Karena mengira Syaikh berbohong kepadanya, sebab dia tidak menyangka seorang seperti Syaikh Ibn Utsaimin akan menjadi penumpang taksinya.
Maka Syaikh menjawab: ”Ya, Asy-Syaikh.”
Sopir taksi memutar kepalanya untuk melihat wajah Asy-Syaikh Al-Utsaimin Syaikh pun bertanya: ”Siapakah (nama) kamu wahai saudaraku?”
Supir itu menjawab: ”Saya Asy Syaikh Abdul`Aziz bin Baz!” (Mufti Kerajaan Saudi).
Etika Bercanda
1. Tidak berdusta saat bercanda
Hindari perkataan dusta ketika bercanda, karena orang yang berkata dusta hanya untuk membuat orang lain tertawa mendapat ancaman yang sangat berat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Jurang dalam neraka bagi orang yang membuat lelucon kemudian berdusta hanya agar manusia bisa tertawa. Jurang dalam neraka, benar-benar jurang dalam neraka diperuntukan untuknya.” (HR. Abu Dawud, no. 4992).
Kebohongan diperbolehkan dalam tiga hal, laki-laki yang berbohong dalam peperangan, mendamaikan di antara yang bertikai, dan laki-laki yang berbohong kepada istrinya untuk membuatnya ridho.
2. Jangan melewati batas(Berlebihan)
Sebagian orang sering kebablasan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Dia mempunyai maksud buruk dalam bercanda, sehingga bisa menjatuhkan wibawa dan martabatnya di hadapan manusia. Orang-orang akan memandangnya rendah, karena ia telah menjatuhkan martabatnya sendiri dan tidak menjaga wibawanya. Terlalu banyak bercanda akan men
3. Hindari bercanda dengan aksi dan kata-kata yang buruk.
Banyak orang yang tidak menyukai bercanda seperti ini. Dan seringkali berkembang menjadi pertengkaran dan perkelahian. Sering kita dengar kasus perkelahian yang terjadi berawal dari canda.
4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius.
Ada beberapa kondisi yang tidak sepatutnya bagi kita untuk bercanda. Misalnya dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim, ketika memberikan persaksian, dan lain sebagainya.
5. Tidak merendahkan orang lain
Tidak boleh bercanda dengan merendahkan orang lain, apalagi pasangan kita sendiri, karena selain hal tersebut diharamkan juga memicu keretakkan hubungan rumah tangga.
6. Bercanda di waktu yang tepat
Hindari bercanda diwaktu yang tidak tepat, karena bercanda di waktu yang tidak tepat akan menyulut pertikaian, atau menghilangkan kewibawaan. Imam adz-Dzhabi rahimahullah menjelaskan tentang sebab yang dapat menyulut amarah seorang muslim, di antaranya beliau menyebutkan, “….bercanda tidak pada waktunya.” (Syarh Kitab Huquq al-Jar, adz-Dzahabi, hal. 70).
7. Tidak bercanda dalam hal Talak
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ
“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: (1) nikah, (2) talak, dan (3) rujuk”.[HR. Abu Daud no. 2194, At Tirmidzi no. 1184 dan Ibnu Majah no. 2039].
Bahkan para ulama sepakat akan sahnya talak dari orang yang bercanda, bergurau atau sekedar main-main, asalkan ia memaksudkan tegas dengan lafazh talak. [Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait, 29: 16].
8. Tidak bercanda dengan agama
Tidak menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an, nabi, sahabat, atau simbol-simbol agama sebagai bahan candaan, karena hal tersebut termasuk mengolok-olok agama yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66) سورة التوبة
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) niscaya mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok?. Tidak usah kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman…” (QS. at-Taubah: 65-66).
9. Tidak untuk hal yang berbahaya atau menakut-nakuti orang lain.
Tidak menakut-nakuti orang lain dalam bercanda, karena hal tersebut dapat membahayakan keduanya. Karena boleh jadi seorang yang ditakut-takuti memiliki penyakit jantung, atau dalam keadaan serius sehingga ia marah dan menaruh dendam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ يُرَوِّعُ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim lainnya.” (HR. Abu Dawud, no. 5006).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيْهِ بِالسِّلاَحِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
“Janganlah seseorang diantara kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka.” (HR. Bukhari, no. 7072; Muslim, no. 2617)
10. Tidak melakukan ghibah
Ghibah meskipun dilakukan dalam keadaan bercanda tetap diharamkan, karena esensi dari ghibah adalah menggunjing orang lain tanpa sepengetahuannya.
Salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, cukup sudah, Shafiyyah itu seperti ini dan itu….” Maka beliau menimpali, “Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah kalimat, yang andaikata dicampur dengan air laut maka akan membuatnya keruh.” (HR. Abu Dawud, no. 4877).
11. Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain.
Kadang kala ini juga terjadi, terlebih bila canda itu sudah lepas kontrol. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu ia mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan keji. Seperti ia mengatakan kepada temannya, ‘hai anak hantu,’ dan kata-kata sejenisnya untuk membuat orang tertawa. Sangat disayangkan, hal seperti ini nyata terjadi di tengah orang-orang kebanyakan dan jahil. Oleh karena itu, hendaklah kita jangan keterlaluan dalam bercanda, sehingga melampui batas.
12. Tidak banyak tertawa.
Banyak orang yang tertawa berlebih-lebihan sampai terpingkal-pingkal ketika bercanda. Ini bertentangan dengan sunnah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, beliau bersabda:
لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
“Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.”
Seperti yang telah dijelaskan di atas dari ‘Aisyah radhiyallahu anha. Banyak tertawa dapat mengeraskan hati dan mematikannya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم