بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

𝕂𝕒𝕛𝕚𝕒𝕟 ℝ𝕒𝕓𝕦 𝕄𝕒𝕝𝕒𝕞
Penceramah: Abu Abdillah Nefri bin ‘Ali bin Muhammad Sa’id, Lc. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Edisi: Rabu, 24 Rabi’ul Akhir 1445 / 8 November 2023



IMAN KEPADA PARA NABI DAN RASUL

5. Bentuk Penyimpangan Keimanan Kepada Para Nabi dan Rasul

  • Pertama : Tidak beriman kepada salah satu Nabi Allâh ﷻ, tidak membenarkan risalahnya, maka dia kafir keluar dari Islam.

Mendustai satu orang rasul, sama dengan mendustai seluruh Rasul. Seperti orang Yahudi dan Nasrani. Allâh ﷻ berfirman:

كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوْحِ ِۨالْمُرْسَلِيْنَ ۚ

Kaum Nuh telah mendustakan para rasul”. (QS. As-Syu’ara: 105)

Kata الْمُرْسَلِيْنَ sebagai maf’ulun bih (objek) yang merupakan jamak dari Rasul. Allâh ﷻ mengatakan bahwa umat Nabi Nuh alaihissalam telah mendustakan para Rasul, padahal Rasul yang didustakan hanya Nabi Nuh saja. Kata para ulama, ini dalil yang menunjukkan bahwa mendustai seorang nabi atau rasul, seakan mendustai semua para Rasul. Umat Islam satu-satunya umat yang beriman kepada para nabi dan rasul. Umat Islam beriman kepada Nabi Isa bin Maryam alaihissalam. Karena sebagian umat Nasrani meyakini bahwa kita umat Islam tidak beriman kepada Nabi Isa alaihissalam. Kita katakan, bahwa keimanan seorang muslim tidak sempurna sampai ia beriman kepada Nabi Isa bin Maryam alaihissalam.

  • Kedua: Mengolok, menyakiti dan memberi nama, sifat yang tidak baik terhadap para nabi Allâh ﷻ.

Seperti orang Yahudi dan Nasrani, mereka menuduh para nabi berbuat Zina, minum khamar dan lainnya. Dengan tujuan untuk memuluskan perbuatan dosa dan syahwat mereka, dalihnya kalau para nabi saja mabuk dan berzina, apalagi umatnya. Demikian juga memberi nama atau gelar kepada salah seorang nabi dengan konotasi negative seperti “Preman”. Sungguh menyakiti utusan sama dengan menyakiti Zat Yang Mengutus. Allâh ﷻ berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ وَاَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِيْنًا

Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka. (QS Al-Ahzab : 57).

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اٰذَوْا مُوْسٰى فَبَرَّاَهُ اللّٰهُ مِمَّا قَالُوْا ۗوَكَانَ عِنْدَ اللّٰهِ وَجِيْهًا ۗ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (QS Al-Ahzab : 69).

  • Ketiga: Mendahulukan perkataan, pendapat manusia, adat budaya nenek moyang dalam beragama diatas ketetapan sunnah Rasulullah ﷺ.

Islam mengajarkan adab seorang muslim terhadap Rasulullah ﷺ dengan cara memuliakan beliau dan mengikuti ajarannya dalam aturan kehidupan. Tidak mendahulukan perkataan orang lain diatas perkataan Nabi ﷺ.

Sebagian saudara kita umat Islam, mereka menjadikan adat istiadat dan pendapat seseorang sebagai rujukan kebenaran dalam beragama. Bahkan ada yang menolak Hadits dan sunnah Nabi ﷺ karena ucapan seseorang. Mendahulukan perasaan dan akal ketimbang wejangan Nabi ﷺ. Dan ini bentuk maksiat serta menyelisihi Rasulullah ﷺ yang tergolong dosa besar bisa menyebabkan kekufuran dalam Islam jika dilakukan dengan dasar sengaja dan kesombongan. Bahkan menjadi sebab terhapusnya amal seorang hamba.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari. (QS Al-Hujurat ayat 2).

Seharusnya seorang muslim menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai tauladan dalam urusan agama, baik Aqidah dan keyakinan, aturan ibadah, muamalah, dan dalam aturan adat budaya. Jika keyakinan dan ibadah tidak dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ, maka jangan dilakukan. Budaya dan adat istiadat hukum asalnya boleh selama tidak bertentangan dengan Sunnah Rasulullah ﷺ. Allâh ﷻ berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS An-Nur ayat 63).

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَجِيْبُوْا لِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ اِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْۚ

Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu. (QS Al-Anfal ayat 24).

  • Keempat: Sikap berlebihan-lebihan (Ghuluw) terhadap Nabi dan Rasul.

Sungguh umat Nasrani telah dikafirkan Allâh ﷻ karena mengangkat posisi Nabi Isa alaihissalam dari posisi seorang hamba yang taat menjadi Tuhan. Demikian juga agama-agama lain, mereka menuhankan orang-orang tauladan dan tokoh mereka, seperti agama Budha menuhankan Sidharta, dan seterusnya. Allâh ﷻ berfirman:

يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ وَلَا تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ اِلَّا الْحَقَّۗ

Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. (QS An-Nisa ayat 171).

وَلَا تَتَّبِعُوْٓا اَهْوَاۤءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَاَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاۤءِ السَّبِيْلِ

Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus. (QS Al-Ma’idah ayat 77).

Sebagian umat Islam, juga terjangkit penyelewengan yang sama, sampai-sampai mereka memposisikan Nabi Muhammad ﷺ berlebihan, ada yang memuji berlebihan, sehingga majlisnya berisi shalawatan bikinan (Barzanji) dan pujian-pujian yang beragam diiringi suara musik dan dangdutan, bahkan sampai mensifati Nabi ﷺ dengan nilai-nilai ketuhanan. Padahal Rasulullah ﷺ diutus untuk mentauhidkan dan mengagungkan Allah, bukan mengajak berlebihan pada diri beliau.

Dari sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai sekalian manusia! Jauhilah sikap berlebihan dalam agama. Sungguh sifat berlebihan (ghuluw) dalam agama itu telah menjadi sebab kehancuran umat-umat sebelum kalian”. (HR. Ahmad (no. 3248) Ibnu Majah (no. 3029).

Dari sahabat Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah kalian berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana umat Nasrani telah berlebih-lebihan terhadap nabi Isa bin Maryam. Karena sesungguhnya aku adalah seorang hamba Allah. Maka ucapkanlah hamba Allah dan Rasul-Nya”. HR. Bukhari (no. 3445).

Sahabat Anas bin Malik menceritakan bahwa ada seorang lelaki berkata Nabi Muhammad ﷺ; “Wahai Muhammad, wahai sayyid (penguasa) kami, anak sayyid kami, dan engkau adalah orang terbaik, anak orang terbaik diantara kami.

Maka Rasulullah ﷺ menjawab: “Wahai manusia! Hendaklah kalian bertakwa dan hati-hati! Jangan kalian tertipu oleh syaithan. Saya adalah Muhammad, anak dari Abdullah dan Rasul-Nya. Demi Allah! Aku tidak suka kalian menyanjung dan melebihkan ku melebihi posisi yang telah Allah berikan kepadaku”. (HR. Ahmad (no. 12551).

Bentuk praktek ghuluw kepada Rasulullah ﷺ adalah dengan menyanjung beliau berlebihan, meyakini kuburan beliau bisa sebab barokah, membuat ritual-ritual peringatan Maulid Nabi dengan meyakini ruh beliau hadir di majlis maulid. Ini adalah tradisi ghuluw dan keyakinan rusak yang dilarang dalam agama Islam. Setiap jiwa yang telah meninggal, maka ada Barzakh (Lihat firman Allah Quran surat Al-Mukminun Ayat;100) yang membatasi antara alam dunia dan akhirat. Hal ini juga berlaku pada para nabi, karena tidak ada dalil yang menjelaskan kekhususan ruh para nabi kembali dan berjalan keliling dunia.

Demikian juga sifat ghuluw berlebihan dalam agama membuat shalawat-shalawat baru dengan aroma kesyirikan dan pengkultusan hampir bahkan seakan Rasulullah n memiliki nilai ketuhanan.

Seperti bait Qasidah Al-Buushiri dalam kitabnya Burdah ia berkata:

Aku tidak memiliki pelindung wahai Rasul yang termulia Selain dirimu dikala datangnya petaka

Diantara pemberianmu adalah dunia dan akhiratnya Dan termasuk ilmumu adalah ilmu Lauh (mahfuzh) dan Pena

Inilah bentuk ghuluw pengagungan sebagian umat Islam kepada Nabi ﷺ melebihi dari porsi yang semestinya. Rasulullah ﷺ hanya seorang hamba dan utusan yang diperintahkan untuk mengangungkan Allâh ﷻ. Beliau ﷺ tidak sedikitpun memiliki unsur ketuhanan.

  • Kelima: Berdusta atas nama Nabi ﷺ dalam meriwayatkan Hadits dan perkara agama

Bermudah-mudahan menisbatkan sebuah ucapan, perbuatan kepada Nabi Muhammad ﷺ tanpa dasar ilmu dan kebenaran. Seperti membuat Hadits-Hadits palsu atas nama nabi, dan menjadikan pijakan dasar sebuah keyakinan, amalan ibadah diatasnya. Dalam Hadits yang mutawatir, diriwayatkan dari banyak sahabat, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh berdusta atas namaku tidak sama seperti dusta atas seseorang selainku. Siapa saja yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia siapkan tempat duduknya di neraka”. ( HR. Bukhari (no. 1291) Muslim (no. 3).

Apapun alasannya haram hukumnya berdusta atas nama Rasulullah ﷺ. Berdusta atas nama Nabi adalah perkara yang besar, karena berkaitan dengan agama Islam. Sebuah kedustaan yang disandarkan kepada Rasulullah ﷺ akan membuat agama terpecah, lahirnya keyakinan-keyakinan aneh dan jenis ibadah-ibadah yang baru. Dan inilah telah menimpa umat ini. Banyaknya kelompok dan tokoh-tokoh tertentu untuk mendukung faham sesatnya tidak malu berdusta atas nama Rasulullah ﷺ. Seperti orang-orang syiah rafidhah yang suka mengarang dan menyebar Hadits-Hadits palsu untuk membela kelompoknya.

Ada juga yang karena fanatik buta kepada kelompok atau mazhab, karena kepentingan politik dan ghuluw kepada tokoh tertentu, akhirnya rela untuk membuat Hadits dusta atas nama Nabi untuk mendukung alirannya. Ada pula faktor niat baik sang juru dakwah tukang cerita, dengan modal niat baik tidak malu mengarang Hadits palsu agar menarik minat dan perhatian masyarakat, mereka akhirnya membuat ucapan dan kisah-kisah dusta yang disandarkan kepada Rasulullah ﷺ.

  • Keenam: Meyakini ada nabi setelah Nabi Muhammad ﷺ , atau mengaku sebagai Nabi (Al-Mutanabbiun)

Lihat Kitab Al-Mutanabbiun fii Al-Islam wa Khataruhum ‘ala Fikri Al-Mujtama karya As-Syaikh Dr. Ghalib bin Ali ‘Awajiy rahimahullah.

Kesempurnaan Islam dan iman seseorang muslim adalah dengan meyakini Nabi Muhammad ﷺ adalah Nabi terakhir dari umat ini, dan mengikuti syari’at yang beliau ajarkan, siapa saja yang mengakui ada nabi setelah Nabi Muhammad ﷺ sungguh dia telah kafir dan keluar dari Islam.

Banyak para pendusta bermunculan yang mengaku sebagai nabi, muncul nabi-nabi palsu (gadungan). Dan hal ini sudah terjadi semenjak zaman Nabi Muhammad ﷺ masih hidup. Aqidah umat Islam ahlus sunnah waljama’ah, bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh Allâh ﷻ untuk menyempurnakan semua risalah seluruh para Nabi ﷺ sebelumnya, dan tidak ada nabi setelah Nabi dan Rasul kita Muhammad ﷺ. Allâh ﷻ berfirman:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ

Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Ahzab ayat 40).

Namun diantara fitnah yang menimpa umat ini adalah dengan munculnya orang orang yang mengaku sebagai nabi, bahkan fitnah itu sudah muncul dimasa Nabi Muhammad ﷺ masih hidup seperti nabi palsu Musailimah Al-Kazzab, yang mendakwakan dirinya menerima wahyu dari langit.

Fitnah akan munculnya para pendusta yang mengaku sebagai nabi sudah pernah diperingatkan oleh Rasulullah ﷺ dalam Hadits dari Tsauban Radhiyallahu’anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda; “Sungguh akan terdapat ditengah umatku 30 para pendusta, semuanya mengaku bahwa dia nabi. Dan saya adalah penutup para Nabi”. (HR. At-Tirmizi (no. 2219), derajat Shahih)

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم