بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 2 Dzulqa’dah 1445 / 10 Mei 2024


🎞️ Facebook Assunnah Qatar


Bab 13 – 20 – Melumpuhkan Senjata-senjata Setan

Pada pertemuan yang lalu telah dijelaskan senjata setan antara lain:
1. Memperpanjang Angan-angan.
2. Memperdaya Manusia untuk Memandang Sesuatu yang Jahat sebagai Sesuatu Yang Baik.
3. Menakut-nakuti Orang-orang Beriman.
4. Tipu Daya terhadap Adam dan Hawwa’ dengan sumpah palsu.
5. Menguji Manusia dengan Berlebih-lebihan (ghuluw) dan Meremehkan (Al-Jafa’).
6. Pendapat dan Hawa nafsu (perkataan yang batil, pendapat-pendapat yang rendah dan hayalan-hayalan).
7. Bersandar kepada akal (mengeluarkan manusia dari ilmu dan agama)
8. Keanehan Orang-orang Sufi.
9. Menganggap Baik Perbuatan Mungkar.
10. Menganggap Diri Mulia.
11. Mengasingkan Diri dari Manusia.
12. Mengagungkan Diri Sendiri.
13. Menganggap Baik terhadap Diri Sendiri.
14. Syetan Membuat Manusia Berkelompok-kelompok.
15. Keragu-raguan dalam Bersuci.

Beberapa Syubhat Orang-orang Yang Was-was

▪️ Beralasan dengan: Hati-hati dalam Urusan Agama.
▪️Berlebih-lebihan dalam penggunaan air.
▪️ Was-was terhadap Batalnya Wudhu
▪️ Was-was setelah Kencing
▪️ Keterlaluannya Orang Yang Senantiasa Was-was

▪️ Bagaimana Hilangnya Najis Sepatu?

Dibolehkannya menghilangkan najis pada sepatu atau sandal dengan hanya mengesetkannya di tanah, karena ia adalah tempat yang sering bertemu dengan najis, oleh sebab itu ia menjadi sah dengan mengesetkannya pada barang padat, seperti halnya tempat membersihkan dari buang air besar (anus dan sekitarnya), bahkan ia lebih utama, karena tempat membersihkan dari buang air besar pasti terkena najis dalam sehari dua atau tiga kali.

▪️ Sucinya Pakaian Wanita

Termasuk hal di atas adalah pakaian wanita yang sampai menyentuh ke tanah. Ada seorang wanita bertanya kepada Ummu Salamah, “Sesungguhnya aku memanjangkan ekor pakaianku dan aku berjalan di tempat yang kotor.” Lalu beliau menjawab, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘la akan dibersihkan oleh tanah yang sesudahnya’.”

🏷️ Diriwayatkan Ahmad (6/290), Abu Daud (283), Ibnu Majah (531) dan dalam sanadnya terdapat sesuatu yang tak diketahui, tetapi ia punya penguat yang menshahihkannya yaitu riwayat Abu Daud (384).

Dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberi keringanan kepada wanita untuk memanjangkan ekor (pakaiannya) hingga satu dhira (dari kaki), dan untuk itu pasti terkena kotoran, tetapi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak memerintahkan agar pakaiannya itu dicuci, sebaliknya beliau memberikan fatwa bahwa pakaian itu akan dibersihkan oleh debu atau tanah (sesudahnya).

🏷️ Satu dhira’ adalah sama dengan satu hasta (ukuran panjang lebih kurang 18 inci), lihat kamus Al-Munawwir, hal. 479 (pen.).

▪️ Hukum Shalat dengan Memakai Sandal

Sesuatu yang menurut hati orang-orang yang terbiasa was-was tidak baik adalah shalat dengan memakai sandal, padahal ia merupakan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya, beliau melakukan hal yang sama, juga memerintahkannya.

Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu meriwayatkan, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dengan kedua sandalnya. (Muttafaq Alaih).

Syaddad bin Aus berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Selisihilah orang Yahudi, sesungguhnya mereka tidak shalat dengan memakai khuf dan sandal mereka.”

🏷️ Diriwayatkan Abu Daud (9638), Al-Hakim (1/360), Ath-Thabrani dalam AI-Kabir (7164) dari Syaddad bin Aus, dan sanad-nya adalah hasan.

Imam Ahmad ditanya, “Apakah seseorang shalat dengan memakai kedua sandalnya?” Beliau menjawab, “Ya, demi Allah.”

Sedangkan Anda melihat orang-orang yang terbiasa was-was, jika ia shalat jenazah dengan memakai kedua sandalnya, maka ia akan berdiri di atas kedua tumitnya, seakan-akan berdiri di atas bara api, bahkan hingga tidak shalat dengan keduanya.

▪️ Tanah Yang Kering Berarti Suci

Para sahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah mereka selalu datang ke masjid dalam keadaan tanpa alas kaki, sehingga mereka senantiasa menginjak tanah atau lainnya.

Yahya bin Watstsab berkata, “Saya katakan kepada Ibnu Abbas, ‘Ada laki-laki yang berwudhu, lalu pergi ke masjid tanpa alas kaki, bolehkah demikian?’ Beliau menjawab, Tidak apa-apa’.”

Kumail bin Ziyad berkata, “Aku melihat Ali Radhiyallahu Anhu mencebur ke dalam lumpur hujan, lalu masuk masjid, dan shalat dengan tanpa membasuh kedua kakinya.”

Ibrahim An-Nakha’i berkata, “Mereka (para sahabat) mencebur ke dalam air dan lumpur saat ke masjid, lalu shalat.” Demikian seperti diriwayatkan Sa’id bin Manshur dalam Sunan-nya.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda, “Aku diutus dengan agama yang mudah.”

Beliau menghimpun antara agama dengan kemudahannya. Ia adalah agama tauhid, dan mudah dalam pengamalannya. Sedang lawan dari keduanya adalah syirik dan pengharaman sesuatu yang halal. Keduanya itulah yang disebutkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagaimana yang beliau riwayatkan dari Tuhannya, bahwasanya Dia befirman,

“Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus (cenderung pada agama Islam), lalu mereka didatangi oleh syetan-syetan, sehingga mencerabut mereka dari agamanya, mengharamkan atas mereka apa yang Aku halalkan untuk mereka, dan memerintahkan mereka agar menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak pernah Aku turunkan hujjah (keterangan) tentangnya.” (Diriwayatkan Muslim dari Iyadh bin Himar Al-Mujasyi’i).

▪️ Was-was dalam Masalah Makharijul Huruf

Termasuk berlebih-lebihan adalah was-was dalam masalah makharijul huruf (tempat keluarnya huruf) serta memfasih-fasihkannya.

Abul Farj Ibnul Jauzi’ berkata, “Iblis menggoda sebagian orangorang yang shalat dalam hal makharijul huruf, sehingga Anda melihat ia mengucapkan, ‘Alhamdu…alhamdu…’ la mengulang-ulang (pengucapan) kata sehingga mengeluarkannya dari ketentuan adab shalat.”

Ia juga berkata, “Saya pernah melihat orang yang sampai menyemprotkan ludah, ketika mengucapkan huruf dhad karena saking kerasnya ia mengucapkan tasydid.”

Padahal tidak ada yang dimaksudkan kecuali membenarkan pengucapan huruf tersebut! Iblis menjadikan mereka menambah-nambah dari ketentuan yang sebenarnya. Ia menggoda mereka agar berlebih-lebihan dalam pengucapan huruf sehingga melengahkan mereka dari memahami bacaannya. Dan semua keragu-raguan tersebut adalah dari iblis.

JAWABAN ATAS HUJJAH ORANG-ORANG YANG WAS-WAS

Adapun ucapan mereka, “Apa yang kami lakukan itu adalah karena kehati-hatian, bukan was-was.”

Kami menjawab, “Namakan apa saja semau kalian, kami hanya ingin bertanya kepada kalian, ‘Apakah perbuatanmu itu sesuai dengan yang dilakukan dan diperintahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, serta para sahabatnya atau malah bertentangan? Jika kalian mengaku, bahwa perbuatan kalian itu sesuai dengannya maka ini adalah kebohongan dan kedustaan yang nyata. Karena itu, kalian mau tidak mau harus mengakui bahwa ia tidak sesuai dengan yang dilakukan dan diperintahkan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, ia sama sekali bertentangan dengannya.

Maka, tidak ada gunanya kalian menamakan hal itu dengan kehati-hatian. Ini sama dengan orang yang melakukan sesuatu yang dilarang lalu ia menamakannya dengan sesuatu yang bukan namanya. Seperti mereka menamakan khamar dengan bukan namanya, riba dikatakan muamalah,’ tahlil (menghalalkan pernikahan yang diharamkan) yang pelakunya dilaknat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam disebut dengan pernikahan (yang sah) .

Lalu, mematuk dalam shalat (ketika sujud)’ yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa pelakunya belum shalat, dan kewajiban shalatnya belum gugur, serta shalat itu tidak diterima Allah Ta’ala, ia sebut sebagai keringanan (dalam shalat)! Demikianlah, mereka menamakan berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam agama sebagai bentuk kehati-hatian.

Perlu dicamkan, kehati-hatian yang bermanfaat bagi pelakunya dan yang Allah balas dengan pahala adalah kehati-hatian yang sesuai dengan Sunnah, serta meninggalkan hal-hal yang menyelisihinya. Inilah kehatihatian yang sesungguhnya. Jika tidak, maka orang tersebut tidak berhati-hati untuk dirinya, karena ia telah keluar dari Sunnah dan tidak meninggalkan yang menyelisihinya.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم