بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Online – Teams Awqaf
Wakra, 25 Shafar 1445 / 10 September 2023
Bersama Ustadz Syukron Khabiby, Lc M.Pd Hafudzahullah
Setelah memuji Allâh dan bersyukur atas nikmat yang Allâh ﷻ karuniakan kepada kita semua, kita berdoa agar Allâh ﷻ memberikan ilmu yang bermanfaat kepada kita.
Sesungguhnya kaum muslimin adalah kaum yang tinggi dan mulia. Maka seharusnya kita bangga menjadi muslim, bukan malah ingin ikut-ikutan dengan kaum yang lain. Padahal akidah mereka rusak. Allah Ta’ala berfirman,
Surat Al-Baqarah Ayat 137
فَإِنْ ءَامَنُوا۟ بِمِثْلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهْتَدَوا۟
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk;
Dari Abu Sa’īd Al-Khudri -raḍiyallāhu ‘anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga berusaha melihat para penghuni kamar-kamar di atas mereka sebagaimana mereka berusaha melihat bintang yang berkilauan yang berlalu di timur dan barat, karena perbedaan keutamaan yang ada pada mereka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Kamar-kamar itu adalah tempat para Nabi yang tidak bisa dicapai oleh selain mereka?” Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menjawab, “Tentu, demi Zat yang diriku ada di tangan-Nya, (bahkan mereka adalah) orang-orang yang beriman dan membenarkan para Rasul.” (Hadis sahih – Muttafaq ‘alaihi).
Kita berada di zaman yang kaum muslimin sendiri malu dan minder ketika menjalankan ajaran Islam. Bukannya mereka merasa bangga dengan Islam, namun malah malu dan minder! Bahkan mereka merasa malu menjalankan ajaran Islam di tengah masyarakat muslim sendiri. Karena ajaran Islam itu asing bagi mereka. Allahul musta’an!
Padahal Allâh ﷻ telah menyuruh kita menjauhi thaghut dan mengikuti ajaran Rasulullah ﷺ.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلٰلَةُ ۗ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ
An-Nahl ayat 36. Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Makna thaghut seperti disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah : thagut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasannya, baik itu sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau ditaati.
Allâh ﷻ berfirman dalam surat Al Ikhlash;
“Katakanlah Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (1). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (2). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan (3). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (4)”.
Mengenai sebab turunnya surat ini, diriwayatkan dari ‘Ubay bin Ka’ab bahwa kaum musyrikin berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,”Wahai Muhammad, sebutkan kepada kami nasab tuhanmu”. Maka Allah pun menurunkan Qul huwallahu ahad (dan seterusnya sampai akhir QS. Al-Ikhlas) (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Dalam hadis riwayat At-Tirmidzi diceritakan suatu ketika Nabi Muhammad ﷺ bertemu dengan seorang musyrik yang bernama Hushein. Beliau bertanya, ”Wahai Hushein, berapa tuhan yang Anda sembah sekarang?’‘ Hushein pun menjawab, ”Tuhanku ada tujuh, yang enam berada di bumi dan yang satu berada di langit.”
Mendengar jawaban orang musyrik yang demikian itu, Nabi Muhammad sebagai pembawa akidah tauhid, tidak marah dan tidak pula merasa tersinggung. Beliau cukup memaklumi, seorang musyrik bertuhan banyak. Kemudian beliau melanjutkan pertanyaannya, ”Kalau dalam keadaan genting, tuhan yang mana yang Anda panggil?”
Hushein menjawab, ”Yang di langit.”
Demikianlah, Rasulullah melanjutkan percakapan bersama Hushein dengan asyiknya. Tak ada amarah, apalagi sumpah serapah. Itulah salah satu contoh sikap toleran Nabi Muhammad memaklumi dan tidak pernah melecehkan keyakinan orang lain. Justru dengan dakwah dan sikap beliau yang seperti itulah pada akhirnya Hushein masuk Islam.
Anehnya di akhir zaman banyak kaum yang menyerang saudaranya kaum muslimin dan bergandengan tangan dengan kaum kafir. Tidak ada al wala dan al bara.
Islam memerintahkan umat Islam untuk loyal kepada sesama Muslim dan melarang mereka untuk loyal kepada orang kafir. Islam juga memerintahkan umat Islam untuk berlepas diri dari kekufuran, kesesatan, dan kezaliman orang kafir.
Allâh ﷻ berfirman dalam Surat Al-Mujadalah Ayat 22:
لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوْ كَانُوٓا۟ ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَٰنَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَتَبَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلْإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ حِزْبُ ٱللَّهِ ۚ أَلَآ إِنَّ حِزْبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.
Orang yang mentauhidkan Allâh ﷻ akan senang dan bahagia bersama orang-orang yang dicintai Allâh ﷻ.
Allah berfirman, “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya,” maksudnya tidaklah menyatu antara orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya dengan orang yang menentang Allah dan RasulNya.
Tidaklah seorang hamba beriman kepada Allah dan Hari Akhir dengan sebenarnya melainkan pasti melaksanakan tuntutan dan keharusan iman yaitu mencintai dan loyal terhadap orang yang beriman dan membenci orang yang tidak beriman dan yang memusuhinya meski terhadap orang yang dekat sekalipun. Inilah iman yang sebenarnya yang bermanfaat dan yang dimaksudkan.
Orang yang memiliki sifat tersebut adalah “orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka.” Artinya, keimanan telah ditetapkan, dikokohkan, dan ditanamkan dalam diri mereka secara kuat, yang tidak bisa tergoncang dan terpengaruh oleh berbagai syubhat dan keraguan.
Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga kita, keluarga dan kaum muslimin dari dosa syirik dan kokoh dalam Tauhid serta bangga dengannya. Aamiin.