بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

DAURAH QATAR KE-25

Bersama: 𝗨𝘀𝘁𝗮𝗱𝘇 𝗗𝗿. 𝗔𝗯𝗱𝘂𝗹𝗹𝗮𝗵 𝗥𝗼𝘆, 𝗠.𝗔 𝘏𝘢𝘧𝘪𝘻𝘩𝘢𝘩𝘶𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶 𝘛𝘢‘𝘢𝘭𝘢
– Pembina Grup WhatsApp Halaqah Silsilah Ilmiyah (HSI) AbdullahRoy
– Pengajar Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi Madinah (2013-2017)

𝘼𝙮𝙖𝙝 & 𝙄𝙗𝙪 𝙄𝙙𝙖𝙢𝙖𝙣
𝗝𝘂𝗺’𝗮𝘁, 𝟮𝟰 𝗠𝗲𝗶 𝟮𝟬𝟮𝟰 / 17 Dzulqa’dah 1445H
Pukul 20:15 – 22:00 WQ / 00:15 – 02:00 WIB (𝘚𝘢𝘣𝘵𝘶)
Grand Masjid No. 521, Al Khor Community, Al Khor



Secara umum, orang tua memiliki peran yang besar dalam mewujudkan generasi yang baik (shaleh) yang diridhai Allah ﷻ.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu diriwayatkanbahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya. Keduanya orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau Majusi..” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Yang dimaksud dari fitrah di dalam hadits itu adalah Islam. Dan Allah ﷻ mencintai setiap orang sesuai dengan kedudukannya masing-masing dan melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“إن الله يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه.” أخرجه أبو يعلى والطبراني

Sesungguhnya Allah mencintai jika salah satu di antara kalian melakukan sebuah amalan (pekerjaan) lalu menyempurnakannya.” (HR. Abu ya’la dan At-thabari)

Jadi, salah satu cara untuk meraih cintanya Allah adalah melakukan suatu pekerjaan yang profesional tanpa memandang status.

Rasulullah ﷺ melukiskan tipe orang seperti ini dengan berkataan, “Beruntunglah seorang hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya.Rasulullah ﷺ melukiskan tipe orang seperti ini dengan perkataan, ”Berbahagialah seorang hamba yang mengambil tali kendali kudanya untuk berjihad di jalan Allah. Rambutnya kusut dan kedua telapak kakinya berdebu. Jika dia ditugaskan di tempat penjagaan, maka dia tetap berjaga di situ. Dan jika dia ditugaskan di posisi pasukan paling belakang, maka dia tetap berada di posisi paling belakang. Dan jika dia minta izin, maka dia tidak diizinkan. Dan jika dia sebagai perantara, maka dia tidak diterima sebagai perantara.” (HR. Bukhari no. 2886)

Demikian juga tugas ayah dan ibu. Dimana keduanya melakukan tugasnya dengan baik dan profesional. Tetapi banyak yang memandang bahwa keberhasilan orang tua adalah menjadikan anaknya seorang hafidz, Ustadz atau lainnya. Ini adalah pandangan yang keliru. Karena Allah ﷻ yang memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki dan mengharamkan hidayah kepada yang dikehendaki.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. [Al Qashash/28 : 56]

Kita contoh kisah nabi Nuh alaihissalam yang mengajak keluarganya menjemput hidayah, akan tetapi tidak berhasil, karena hidayah hanya milik Allah ﷻ. Ini bukan berarti Nabi Nuh alaihissalam merupakan sosok ayah yang gagal.

Para Anbiya merupakan sosok teladan bagi kita semuanya. Dan ini ada Pada Rasulullah ﷺ.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 21:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Maka sosok idaman adalah mereka yang mendapatkan rekomendasi Allah ﷻ. Dan memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki niat karena Allah ﷻ semata.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran Ayat 33:

۞ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰٓ ءَادَمَ وَنُوحًا وَءَالَ إِبْرَٰهِيمَ وَءَالَ عِمْرَٰنَ عَلَى ٱلْعَٰلَمِينَ

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing),

Allah memilih Adam, Nuh, dan orang-orang beriman dari keturunan Ibrahim dan Imran seperti Maryam dan Isa, kemudian mengutamakan mereka dari manusia lainnya pada zaman mereka. Para nabi dan rasul tersebut merupakan silsilah yang tersambung dalam niat yang ikhlas dan ketauhidan kepada Allah. Dan Dia Maha Mendengar perkataan hamba-hamba-Nya dan Maha Melihat perbuatan mereka.

Allah ﷻ abadikan doa isteri Imran dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 35:

إِذْ قَالَتِ ٱمْرَأَتُ عِمْرَٰنَ رَبِّ إِنِّى نَذَرْتُ لَكَ مَا فِى بَطْنِى مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّىٓ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Dalam do’a ini terkandung permohonan agar anaknya menjadi hamba Allah ﷻ saja. Bukan karena tujuan dunia dan Allah ﷻ menerima do’a nya berupa Maryam sebagai wanita yang shalehah yang menjadi hamba ahlul ibadah.

Demikian juga dalam Al-Qur’an terdapat do’a yang baik dengan niat yang baik:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun, waja’alna lil muttaqina imama.”

Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa.”

2. Bertauhid dan Tidak melakukan Kesyirikan

Ketika Nabi Yusuf alaihissalam di penjara, beliau berdakwah dan diabadikan Allah ﷻ dalam Firman-Nya:
Dalam Surat Yusuf Ayat 38:

وَٱتَّبَعْتُ مِلَّةَ ءَابَآءِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ ۚ مَا كَانَ لَنَآ أَن نُّشْرِكَ بِٱللَّهِ مِن شَىْءٍ ۚ ذَٰلِكَ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ

Artinya: Dan aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Nya).

Dan aku mengikuti agama nenek moyangku; Ibrahim, Ishaq , Dan Ya’qub. Aku menyembah Allah semata. Tidak sepantasnya bagi kami untuk menjadikan sekutu bagi Allah dalam peribadahan kepadaNya. Keyakiann betauhid dengan mengesakan Allah dalam ibadah, merupakan sebagian karunia yang Allah anugerahkan kepada kami dan kepada manusia. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak bersyukur kepada Allah atas kenikmatan bertauhid dan iman.”

3. Melaksanakan Syari’at yang Dibebankan Kepadanya

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran [3] : 43:

يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ

Wahai Maryam! Taatilah Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.”

Yang dimaksud dengan al-qunut ialah taat dengan penuh kekhusyukan, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:

Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. (Ar Ruum:26)

Mujahid mengatakan bahwa Maryam alaihissalam selalu berdiri (melakukan ibadah) sehingga kedua telapak kakinya bengkak-bengkak. Al-qunut artinya rukuk yang lama di dalam salat, yakni karena mengamalkan perintah yang terkandung di dalam firman-Nya: Hai Maryam, berqunutlah kepada Tuhanmu.

Hal ini menjadikan Maryam ditolong Allah ﷻ. Allah Ta’ala berfirman,

كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (QS. Ali Imran: 37).

Para pakar tafsir mengatakan, “Zakariya menempatkan Maryam di tempat yang mulia yang terletak di dalam masjid. Tidak ada yang dapat menemuinya selain Zakariya. Maryam beribadah kepada Allah di tempat itu dan ia pun melakukan kewajibannya. Ia senantiasa melaksanakan ibadah siang ataupun malam hari. Maryam pun dijadikan permisalan oleh Bani Israil karena ibadahnya. Mulai saat itulah, Zakariya sangat berharap ia memiliki anak dari keturunannya meskipun ia telah tua. Dalam ayat disebutkan,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa“.” (QS. Ali Imran: 38).

4. Membimbing anaknya secara spiritual

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an :

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.[Luqmân/31:3].

Pada ayat di atas, Luqmân rahimahullah menasihati anaknya, Tsarân agar tidak berbuat syirik. Sebagai seorang ayah yang telah dikaruniai Allah Subhanahu wa Ta’ala sifat bijaksana dan kemampuan berkata-kata dengan kedalaman makna dan penuh hikmah, Luqmân memberi sebuah nasihat sangat berharga untuk buah hatinya yang sangat ia sayangi.

5. Bisa bekerja sama dengan anaknya dalam ketaatan kepada Allah ﷻ

Kita lihat Nabi Ibrahim dan Ismail untuk kembali meninggikan Ka’bah karena ditimpa banjir.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 127:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَٰهِۦمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

6. Mendo’akan anak-anak

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 128:

رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Kedua nabi Allah yang mulia ini telah menuangkan waktunya untuk mendirikan rumah-Nya di muka bumi dan keduanya memohon kepada tuhannya ampunan! alangkah indahnya adab mereka kepada Allah ﷻ.

Kemudian nabi Ibrahim berdo’a memohon dikirimkan Rasul dan Nabi Ibrahim Al Kholil pernah berdo’a pada Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala (shonam).” (QS. Ibrahim: 35).

Bagaimana pun keadaan anak hendaklah didoakan sampai tidak terbatas. Lihatlah Nabi Nuh alaihissalam, tidak pernah berputus asa mendo’akan anaknya meskipun di detik terakhir.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَابُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir“. (QS. Hud: 42)

Inilah sosok ayah teladan…

7. Hendaknya dikedepankan sikap selalu bermusyawarah dan meminta pendapat

Lihatlah Nabi Ibrahim alaihissalam tatkala diperintahkan menyembelih anaknya. Beliau bermusyawarah dengan anaknya.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat As-Saffat Ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Ketika Ismail telah beranjak dewasa dan mulai tampak bantuan dan pertolongannya bagi Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: “Wahai anakku, aku melihat dalam mimpi, aku menyembelihmu. Bagaimana menurutmu tentang mimpi ini?”

Maka Ismail menjawab dengan jawaban yang menyejukkan hati, memudahkan urusan Ibrahim, diridhai Tuhannya, dan menunjukkan baktinya kepada Ibrahim; ia berkata: “Laksanakanlah apa yang engkau lihat dan kerjakan ketaatan yang diperintahkan kepadamu; insyaallah engkau akan mendapatiku sebagai anak yang sabar, taat, dan ridha.”

8. Melaksanakan sunnah-sunnah Nabi ﷺ tatkala mengurus anak

Dimulai dari memberi nama anak, aqiqah, mendidik shalat, bermuamalah dengan akhlak yang baik dan seterusnya.

Sifat yang paling baik adalah sifat rahmah (kasih sayang) kepada mereka. Rasulullah bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1842 dari shahabat Anas bin Malik)

Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah perhatian terhadap anak-anak kecil, memerintahkan kita untuk menyayangi mereka dan mencintai mereka. Beliau bersabda,

لَيْسَ مِنَّا؛ مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا

Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Tirmidzi no. 1919)

Dari sahabat Abdullah bin Hisyam, suatu ketika beliau pernah dibawa ibunya Zainab binti Humaid radhiyallahu ‘anhuma untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ibunya mengatakan,

يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ. فَقَالَ: «هُوَ صَغِيرٌ»، فَمَسَحَ رَأْسَهُ، وَدَعَا لَهُ

” ‘Wahai Rasulullah, tolong bai’atlah dia.’ Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Dia masih kecil!’ Maka, Nabi mengusap kepalanya dan mendoakannya.” (HR. Bukhari no. 7210)

Kita lihat teladan Rasulullah ﷺ, Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan sanadnya dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Anas berkata,

Aku membantu Nabi ﷺ selama 10 tahun. Selama itu, beliau tidak pernah mengucapkan padaku “ah” sekalipun.

Beliau tidak pernah mengomentari sesuatu yang kulakukan dengan mengatakan, ‘mengapa kau lakukan ini’. Dan sesuatu yang tak kulakukan, ‘mengapa kau tinggalkan ini’.

Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga kita, keluarga kita dan kaum muslimin.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم