hatiSendi-sendi kekufuran itu ada empat : al-kibr (kesombongan), al-hasad (rasa iri), al-ghadab (marah atau emosi) dan asy-syahwat (nafsu syahwat)

Kesombongan akan menghalangi seseorang dari berbuat taat. Rasa iri menghalangi seseorang dari menerima atau memberikan nasehat. Marah menghalangi seseorang dari berbuat adil. Nafsu menghalangi seseorang dari memfokuskan diri pada ibadah. Artinya, jika sendi kesombongan itu sirna, maka seseorang akan dengan mudah melakukan ketaatan. Jika tidak ada rasa iri dengki, maka seseorang akan mudah menerima atau memberikan nasehat. Jika tidak emosi, maka seseorang bisa berlaku adil dan tawaddhu’ (merendahkan diri) dengan mudah. Jika syahwat tidak ada, maka dengan mudah seseorang bisa bersabar, menahan diri dan memfokuskan diri untuk beribadah.

Keempat sifat tercela ini tidak bisa hilang begitu saja. Gunung yang kokoh lebih mudah sirna dibandingkan empat sifat ini. Terutama jika sifat-sifat ini sudah menjadi perangai yang melekat, maka tidak ada satu amalan pun yang bisa dilakukan dengan konsisten serta jiwa pelakunya tidak bisa bersih selama sifat-sifat buruk ini masih melekat meskipun dia melakukan amal shalih. Tiap kali berusaha melakukan amal shalih, empat sifat ini datang merusaknya. Dan semua bencana yang menimpa seseorang bermula dari empat sifat ini. Jika sifat-sifat sudah bertengger di hati, dia akan mengubah pandangan hati, yang bathil terlihat haq dan yang haq terlihat bathil, yang ma’rûf terlihat mungkar dan begitu sebaliknya. Sifat-sifat ini akan mendekatkan pelakunya kepada dunia dan menjauhkannya dari akhirat.

Jika kita merenungi kekufuran berbagai umat, kita akan dapati bahwa kekufuran mereka itu berawal dari sifat-sifat tercela ini. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan adzab. Berat atau ringannya adzab tergantung pada berat atau ringannya sifat-sifat buruk ini pada seseorang. Barangsiapa memberi kesempatan kepada sifat-sifat ini untuk bertengger dihatinya, berarti dia telah membuka seluruh pintu keburukan bagi dirinya, di dunia dan akhirat. Sebaliknya, barangsiapa yang menutup celah bagi sifat-sifat ini, berarti dia telah menutup semua jalan keburukan. Sifat-sifat buruk ini menghalangi seseorang dari ketaatan, ikhlas, taubat, menerima kebenaran, menerima nasehat serta menghalangi dari tawaddhu’ kepada Allah Azza wa Jalla dan sesama makhluk.

Sifat-sifat buruk ini bisa muncul disebabkan oleh ketidak-tahuan seorang hamba terhadap Rabb-nya dan ketidak-tahuannya terhadap dirinya. Orang yang mengenal Rabb-nya dengan berbagai sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya, juga mengenal dirinya sendiri dengan berbagai aib dan kekurangannya, maka dia tidak akan sombong, tidak akan emosi dan tidak akan merasa iri dengan nikmat yang Allah Azza wa Jalla anugerahkan kepada orang lain. Memendam rasa iri sebenarnya termasuk pembangkangan terhadap Allah Azza wa Jalla . Karena dia membenci anugerah Allah Azza wa Jalla yang ada pada seorang hamba, padahal Allah Azza wa Jalla menyukai pemberian ini. Si pendengki ini menginginkan anugerah Allah Azza wa Jalla itu lenyap dari si hamba, padahal Allah Azza wa Jalla sebaliknya. Dengan demikian, berarti si pendengki menentang Allah Azza wa Jalla dalam qadha’, mahabbah dan kemurahan-Nya. Dengan sebab sifat sombong dan iri dengki inilah, setan menjadi musuh hakiki bagi Allah Azza wa Jalla .

Kedua sifat tercela ini bisa ditakhlukkan dengan mengenal Allah Azza wa Jalla , mentauhidkan-Nya, merasa ridha dengan Allah Azza wa Jalla serta bertaubat kepada-Nya.

Sifat murka atau emosi bisa ditundukkan dengan mengenal diri sendiri dan menyadari bahwa dia tidak pantas untuk murka demi membela hawa nafsu. Jika dia marah demi membela hawa nafsu, berarti dia lebih memilih menyenangkan hawa nafsunya dan murka terhadap Allah Azza wa Jalla . Padahal, seorang Mukmin tidak boleh seperti itu. Cara paling jitu untuk menghilangkan sifat marah yaitu membiasakan diri untuk merasa marah hanya karena Allah Azza wa Jalla atau ridha hanya karena Allah Azza wa Jalla . Karena setiap kali marah dan ridha seperti ini datang, maka lawannya akan menghilang, begitu pula sebaliknya.
Sedangkan obat hawa nafsu yaitu dengan meyakini bahwa mengikuti semua keinginan nafsu sebenarnya menjadi penyebab utama terhalangnya nafsu kepada kenikmatan hakiki; dan memelihara nafsu itu menjadi penyebab utama bagi terhalangnya nafsu untuk mendapatkan kenikmatan. Setiap kali engkau membuka pintu syahwat berarti sama saja engkau berusaha menghalanginya dari kenikmatan yang hakiki, dan setiap kali engkau menghalanginya nafsu syahwat berarti engkau berusaha untuk menghantarkan nafsu agar bisa mencapai kenikmatan yang hakiki.

Rasa marah terhadap takdir itu sama seperti binatang buas. Jika dilepas, dia akan mulai menerkam pemiliknya.

Syahwat itu ibarat api. Ketika dinyalakan, dia siap membakar orang yang menyalakannya. Rasa sombong itu seperti kaum pemberontak, jika dia tidak berhasil membunuhmu, maka dia akan mengusirmu dari wilayah kekuasaanmu, dan rasa iri itu sama seperti pembangkang terhadap Dzat yang lebih berkuasa darimu (yaitu Allah Azza wa Jalla )

Jika orang yang berhasil menaklukkan syahwat dan emosinya, maka setan akan menjauhinya; sedangkan orang yang bertekuk lutut terhadap nafsu syahwat dan emosinya, maka dia takut terhadap bayang-bayangnya sendiri.

Ya Allah, jadikanlah jiwa-jiwa kami jiwa yang bertakwa, bersihkanlah ia. Engkaulah Dzat terbaik yang bisa membersihkan jiwa-jiwa kami

(Diangkat dari Fawâidul Fawâid, karya Ibnul Qayyim rahimahullah, tahqîq Syaikh Ali Hasan bin `Ali bin `Abdul Hamîd al-halaby al-atsary, hlm. 288-290)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]