AQIDAH SALAF ASHHABUL HADITS Karya Abu Isma’il Ash-Shabuni
Yang ada dihadapan pembaca ini merupakan ringkasan, pembahasan yang hampir mirip tidak diulang-ulang serta tidak disebutkan para perawinya. Takhrij hadits yang ada sebagian besar merujuk kitab yang ditahqiq oleh Badar bin Abdullah Al-Badar.
KEYAKINAN ASHHABUL HADITS TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH
[Syaikh Abu Utsman berkata]: Semoga Allah melimpahkan taufik. Sesungguhnya Ashhabul Hadits (yang berpegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah)-semoga Allah menjaga mereka yang masih hidup dan merahmati mereka yang telah wafat-adalah orang-orang yang bersaksi atas keesaan Allah, dan bersaksi atas kerasulan dan kenabian Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam.
Mereka mengenal Allah subhanahu wata’ala dengan sifat-sifatnya yang Allah utarakan melalui wahyu dan kitab-Nya, atau melalui persaksian Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits-hadits yang shahih yang dinukil dan disampaikan oleh para perawi yang terpercaya. Mereka menetapkan dari sifat-sifat tersebut apa-apa yang Allah tetapkan sendiri dalam Kitab-Nya atau melalui perantaraan lisan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallamshallallahu `alaihi wa sallam. Mereka tidak meyerupakan sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat makhluk. Mereka menyatakan bahwa Allah menciptakan Adam ‘alaihissalam dengan tangan-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an:
“Allah berfirman:”Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. (Shaad:75)
Mereka tidak menyimpangkan Kalamullah dari maksudnya-maksud sebenarnya, dengan mengartikan kedua tangan Allah sebagai dua kenikmatan atau kekuatan, seperti yang dilakukan oleh Mu’thazilah dan Jahmiyyah-semoga Allah membinasakan mereka-. Mereka juga tidak mereka-reka bentuknya atau menyerupakan dengan tangan-tangan makhluk, seperti yang dilakukan oleh kaum Al-Musyabbihah-semoga Allah menghinakan mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala telah memelihara Ahlus Sunnah dari menyimpangkan, mereka-reka atau menyerupakan sifat-sifat Allah dengan makhluknya. Allah telah memberi karunia atas diri mereka pemahaman dan pengertian, sehingga mereka mampu meniti jalan mentauhidkan dan mensucikan Allah azza wa jalla. Mereka meninggalkan ucapan-ucapan yang bernada meniadakan, menyerupakan dengan makhluk. Mereka mengikuti firman Allah azza wa jalla:”tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Asy-Syuraa:11)
Al-Qur’an juga menyebutkan tentang “Dua tangan-Nya” dalam firman-Nya:”..yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku.. ” (Shaad:75)
Dan juga firman-Nya:”(Tidak demikian), tetapi kedua-tangan Allah terbuka, Dia menafkahkan sebagaimana yang Dia kehendaki” (Al-Maidah:64)
Dan diriwayatkan dalam banyak hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallamshallallahu `alaihi wa sallam yang menyebutkan tangan Allah, seperti kisah perdebatan Musa dengan Adam ‘alaihimassalam, tatkala Musa berkata:”Allah telah mencipta dirimu dengan tangan-Nya dan membuat para malaikat bersujud kepadamu” (HR. Muslim)
PERNYATAAN ASHHABUL HADITS TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH
Dan demikian juga pernyataan mereka tentang sifat-sifat Allah azza wa jalla yang disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadits-hadits yang shahih, diantaranya: pendengaran, penglihatan, mata, wajah, ilmu, kekuatan, kekuasaan, keperkasaan, keagungan, kehendak, keinginan, perkataan, ucapan, ridha, marah, hidup, terjaga, gembira, tertawa, dll. Tanpa menyerupakannya dengan sifat makhluk, tetapimencukupkan dengan apa yang dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya tanpa menambahnambahi, mengembel-embeli, takyif, tasybih, tahrif, mengganti, merubah, serta tidak membuang lafadz khabar yang bisa dipahami untuk kemudian ditakwil dengan makna yang salah.
Mereka menafsirkan berdasarkan dzahirnya dan menyerahkan makna sesungguhnya kepada Allah, dan mengatakan bahwasanya hakikat sesungguhnya yang mengetahui hanyalah Allah. Sebagaimana diberitakan oleh Allah tentang orang-orang yang dalam ilmunya:” Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:”Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal” (Ali-‘Imran:7)
AL-QUR‘AN KALAMULLAH-BUKAN MAKHLUK
[Syaikh Abu Utsman berkata:] “Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah (ucapan Allah), Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan, bukan makhluk. Barangsiapa yang menyatakan dan berkeyakinan bahwa ia makhluk maka kafir menurut pandangan mereka.
Al-Qur’an merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan bahasa Arab untuk orang-orang yang berilmu sebagai peringatan dan kabar gembira, sebagaimana firman Allah ta’ala:”Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (Asy-Syu’ara: 192-195)
Al-Qur’an disampaikan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam kepada umatnya sebagaimana yang diperintahkan Allah:”Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu”. (Al-Maidah:67), dan yang disampaikan oleh beliau adalah kalamullah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:”Apakah kalian yang akan menghalangiku untuk menyampaikan kalam (ucapan) Rabbku” (Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:” Adakah seseorang yang mau membawaku ke kaumnya?. Sesungguhnya orang-orang Quraisy menghalangiku untuk menyampaikan kalam (ucapan) Rabbku” (HR. Bukhari dalam Af’alul ‘ibad, At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Majah))
Al-Qur’an yang dihafal dalam hati, dibaca oleh lisan, dan ditulis dalam mushaf-mushaf, bagaimanapun caranya Al-qur’an dibaca oleh qari, dilafadzkan oleh seseorang, dihafal oleh hafidz, atau dibaca dimanapun ia dibaca, atau ditulis dalam mushaf-mushaf dan papan catatan anak-anak dan yang lainnya adalah kalamullah-bukan makhluk. Barangsiapa yang beranggapan bahwa ia makhluk, maka telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung.
Al-Imam Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata:”Al-Qur’an adalah kalamullah-bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk, maka dia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung, tidak diterima persaksiannya, tidak dijenguk jika sakit, tidak dishalati jika mati, dan tidak boleh dikuburkan di pekuburan kaum muslimin. Ia diminta taubat, kalau tidak mau maka dipenggal lehernya (Sanadnya shahih, disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul Huffadz)
!Abu Ishaq bin Ibrahim pernah ditanya tentang lafadz Al-Qur’an, maka Beliau berkata:”Tidak pantas untuk diperdebatkan. ‘Al-Qur’an kalamullah-bukan makhluk’ “
Imam Ahmad bin Hambal berkata:”Orang yang menganggap makhluk lafadz Al-Qur’an adalah Jahmiyah, Allah berfirman:’..maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar kalamullah’ (At-Taubah:6). Dari mana ia mendengar? (Sanadnya shahih)
Abdullah bin Al-Mubarak berkata:”Barangsiapa yang mengkufuri satu huruf Al-Qur’an saja, maka ia kafir (ingkar) dengan Al-Qur’an. Barangsiap yang mengatakan: Saya tidak percaya dengan Al-Qur’an maka ia kafir”
BERSEMAYAMNYA ALLAH DI ATAS ‘ARSY
Ahlu Hadits berkeyakinan dan bersaksi bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas tujuh lapis langit, di atas ‘Arsy-Nya, sebagaimana dalam surat Yunus:”Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada keizinan-Nya” (Yunus:3)
“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan.Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan.Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Rabbmu”.(Ar-Ra’d:2)
“.. kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang Maha Mengetahui” (Al-Furqan:59)
“..kemudian Dia-pun bersamayam di atas ‘Arsy”.(As-Sajdah:4)
“..dan kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik..”.(Fathir:10)
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya..”. (As-Sajdah:5)
“Apakah kamu merasa terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga tiba-tiba bumi itu bergoncang”. (Al-Mulk:16)
Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan tentang Fir’aun yang terlaknat, bahwasanya ia pernah berkata kepada Haman (pembantunya): “Dan berkatalah Fir’aun:”Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Ilah Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta…” (Al-Mu’min:36-37)
Fir’aun berkata demikian karena ia mendengar Musa mengabarkan bahwa Rabbnya berada di atas langit.
! Para ulama dan tokoh imam-imam dari kalangan salaf tidak pernah berbeda pendapat, bahwa Allah ‘azza wa jalla’ berada diatas ‘arsy-Nya. Dan ‘arsy-Nya berada di atas tujuh lapis langit. Mereka menetapkan segala yang ditetapkan Allah, mengimaninya serta membenarkannya.
Mereka menyatakan seperti yang Allah katakan bahwa Allah bersamayam di atas ‘Arsy-Nya. Mereka membiarkan makna ayat itu berdasarkan dzhahirnya, dan menyerahkan hakikatnya sesungguhnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka mengatakan:”Kami mengimani, semuanya itu dari sisi Rabb kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”(Ali-‘Imran:7). Sebagaimana Allah terangkan tentang orang-orang yang dalam ilmunya mengatakan demikian, dan Allah ridha serta memujinya.
Imam Malik pernah ditanya dalam majelisnya tentang ayat Allah:”Ar-Rahman bersemayam di atas ‘Arsynya”.(Thaha:5), bagaimana caranya Allah bersemayam?. Maka Imam Malik menjawab:” Bersemayam itu maklum (diketahui maknanya), bagaimananya (caranya) tidak diketahui, menanyakan bagaimananya adalah bid’ah, dan saya memandang kamu (penanya) sebagai orang yang sesat, kemudian memerintahkan untuk mengeluarkan penanya tersebut dari majelis.
Abdullah bin Al-Mubarak berkata:”Kami mengetahui Rabb kami berada di atas 7 lapis langit, bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dengan makhluk-Nya. Dan kami tidak menyatakan seperti ucapan Jahmiyyah bahwa Allah ada di sini, beliau menunjuk ke tanah (bumi)”.( sanadnya hasan)
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata:”Barangsiapa yang tidak menetapkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas ‘Arsy-Nya maka dia kufur kepada Rabbnya, halal darahnya, diminta taubat, kalau menolak maka dipenggal lehernya, lalu bangkainya dicampakkan ke pembuangan sampah agar kaum muslimin dan orang-orang mu’ahad tidak terganggu oleh bau busuk bangkainya, hartanya dianggap sebagai fa’i (rampasan perang)-tidak halal diwarisi oleh seorang pun muslimin, karena seorang muslim tidak mewarisi harta orang kafir, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:” Seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim”(HR. Bukhari)
Dalam hadits Mu’awiyah bin Hakam, bahwa ia berniat membebaskan budak sebagai kifarat. Lalu ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji budak wanita. Beliau bertanya:”dimanakah Allah?”, maka ia menjawab di atas langit, beliau bertanya lagi:”Siapa aku?”, maka ia menjawab:”Anda utusan Allah”.( HR.Muslim dan lainnya)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghukumi sebagai muslimah karena ia menyatakan bahwa Allah di atas langit.
Imam Az-Zuhri-imamnya para imam berkata:”Allahlah yang berhak memberi keterangan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berhak menyampaikan dan kita wajib pasrah menerimanya”
Wahhab bin Munabbih berkata kepada Ja’ad bin Dirham:”Sungguh celaka engkai wahai Ja’ad karena masalah itu (karena Ja’ad mengingkari sifat-sifat Allah)!, seandainya Allah tidak mengkhabarkan dalam Kitab-Nya bahwa Ia memiliki tangan, mata dan wajah, niscaya aku tidak berani mengatakannya, takutlah kepada Allah!”
Khalid bin Abdillah Al-Qisri suatu ketika berkhutbah pada hari raya I’edul Adha di Basrah, pada akhir khutbahnya ia berkata:”Pulanglah kalian kerumah masing-masing dan sembelihlah kurban-kurban kalian-semoga Allah memberikahi kurban kalian.
Sesungguhnya pada hari ini aku akan meyembelih Ja’ad bin Dirham, karena ia berkata:Allah tidak pernah mengangkat Ibrahim ‘alaihissalam sebagai kekasih-Nya, dan tidak pernah mengajak Musa berbicara. Sungguh Maha Suci Allah dari apa yang dikatakan Ja’ad karena kesombongan, maka Khalid turun dari mimbar dan menyembelih Ja’ad dengan tangannya sendiri, kemudian memerintahkan untuk disalib.