بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Daurah Harian Ramadhan 1446
🎙️ Bersama Ustadz Burjan Efendi Abu Faiz 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
🗓️ Doha, 5 Ramadhan 1446 / 5 Maret 2025
Apakah Saya dan Anda sudah Bahagia?
Alhamdulillah atas nikmat berjumpa dalam rangka saling menasehati di dalam kebenaran dan kesabaran. Yaitu kebenaran yang telah Allah ﷻ perintahkan melalui Rasulullah ﷺ dan selalu bersabar di dalam ketaatan.
Inilah bukti bahwa sesama muslim adalah bersaudara, nasehat hendaknya diberikan tanpa perlu diminta agar setiap muslim mampu menggapai kebahagiaan.
Meraih kebahagiaan adalah cita-cita setiap manusia. Tidak ada manusia yang ingin bersedih, sengsara dan hidup dalam kegalauan. Siapa pun, akan berusaha mencari kebahagian itu, walaupun harus melalui kesengsaraan dan kesulitan terlebih dahulu.
Apa itu kebahagian dan apakah kita telah bahagia?
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 97:
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Demikianlah, imbalan dan buah yang hanya bisa dinikmati oleh manusia-manusia pilihan, karena tidak semua bisa mendapatkannya yaitu manusia yang menegakkan amal saleh yang dilandasi keimanan kepada Allah Ta’ala. Adalah Allah yang akan memberikan jaminan kepada mereka berupa kehidupan yang bahagia, baik di dunia maupun di akhirat.
Makna Bahagia
Dalam Kamus bahasa Indonesia, 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 /𝘣𝘢·𝘩𝘢·𝘨𝘪𝘢/ (n) adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan).
Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan. Dalam hadis qudsi Allah Ta’ala berfirman,
للصائم فرحتان، فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه
“Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (muttafaq ‘alaihi)
Hadits ini adalah satu dari sekian banyak hadis yang menerangkan tentang keutamaan ibadah puasa. Allah secara langsung menyatakan bahwa puasa dapat menerbitkan kebahagiaan pada hati orang-orang yang melaksanakannya.
Beban saat berpuasa menahan segala keinginan syahwat kelak berakhir dengan berjuta kebaikan yang menyenangkan, baik di dunia, maupun di akhirat. Kebahagiaan ini tidak akan didapatkan bagi orang yang berpuasa atas dasar iman dan taqwa.
Diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946:
عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Allah ﷻ berfirman dalam QS. Al-Ghasyiyah Ayat 8:
وُجُوۡهٌ يَّوۡمَٮِٕذٍ نَّاعِمَةٌ
Pada hari itu banyak (pula) wajah yang berseri-seri,
Bahagia dalam bahasa Arab ada beberapa makna, yaitu:
- Kata سُرُور adalah kegembiraan yang mendalam.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Insan Ayat 11:
فَوَقَىٰهُمُ ٱللَّهُ شَرَّ ذَٰلِكَ ٱلْيَوْمِ وَلَقَّىٰهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.
- Kata سَعِيد adalah sifat bagi orang yang mendapatkan kebahagian.
Sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an:
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang bahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Rabb-mu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” [Hud/11:108]
- Kata فرحة adalah kegembiraan yang bersifat spontan.
Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-An’am Ayat 44:
فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَٰبَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَآ أُوتُوٓا۟ أَخَذْنَٰهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.
Akhirnya Allah berikan hamba tersebut istidraj (jebakan) berupa dibukanya pintu kenikmatan lain dan hamba tersebut merasa senang dan nyaman dengan kemaksiatannya disertai dengan hilangnya keinginan untuk bertaubat, apalagi menyesali perbuatannya.
Maka, sandarkanlah nikmat yang kita terima kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Yunus Ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Bergembiralah orang-orang beriman dengan agama Islam dan turunnya al-Qur’an. Ini lebih utama untuk menjadikan mereka bergembira, karena ia lebih baik dari kenikmatan dunia yang mereka kumpulkan.
Kebahagiaan Hakiki
Kembali ke surat An-Nahl ayat 97, Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Amal shaleh artinya sesuai Alqur’an dan sunnah Nabi ﷺ. Tidak ada claim bahwa saya telah beramal shalih tanpa memenuhi dua syarat ini. Maka jika seseorang mengatakan amal shaleh tanpa contoh Rasulullah ﷺ, maka bisa jadi bernilai mubah atau haram.
Maka, kebahagian hanya akan didapatkan jika ada amal shaleh yang sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berupa Hayaatan Thoyyibah, Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang mengandung semua segi kebahagiaan dari berbagai segi.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa maknanya adalah kebahagiaan. (Qona’ah).
Ibnu Abbas dan mayoritas ulama bahwa mereka menafsirkannya dengan rezeki yang halal dan baik.
Hasan al-Bashri berkata tentang firman Allah { فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً } “maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” , beliau berkata : yakni, kami karuniakan kepadanya rasa kecukupan dalam rezeki!
Pendapat yang benar bahwa kehidupan yang baik itu mencakup semua itu.
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ
”Sesungguhnya beruntunglah orang yang telah masuk Islam dan diberi rezeki secukupnya serta Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan kepadanya” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Maka, penting untuk mempelajari ilmu syar’i sebagai sarana utama dalam menggapai kebahagiaan. Dari Mu’awiyah radhiallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dan ilmu ini tidaklah diberikan kecuali kepada orang yang Allah kehendaki kebaikan padanya… dan tafaqquh fid din; maksudnya adalah mempelajari kaidah-kaidah (dasar-dasar) Islam, dan berupaya mengetahui (hukum) halal dan haram dari Al-Qur’an dan sunnah, dengan inilah kebahagiaan akan kita dapatkan.
Lanjutan pertemuan 12 Ramadhan 1446 / 12 Maret 2025:
Tanda – tanda Kebahagian
Secara umum, kebahagiaan itu terdapat pada tiga perkara. Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah menjelaskan tanda tersebut, yaitu:
إذا أعطى شكر، وإذا ابتلي صبر، وإذ أذنب استغفر، فإن هؤلاء الثلاث عنوان السعادة
- Apabila diberi nikmat, maka dia terus bersyukur.
- Apabila ditimpa musibah bersabar. Sesungguhnya kita milik Allah ﷻ dan kita akan kembali kepada-Nya.
- Apabila tergelincir ke dalam dosa dan maksiat maka dia cepat-cepat beristighfar (Taubat). (Matan Qowaidul Arba’a).
Sebagian ulama menjelaskan lebih rinci, apa itu kebahagiaan dan tanda-tandanya. Imam As-Syathiby rahimahullah menjelaskan,
من علامات السعادة على العبد : تيسير الطاعة عليه، وموافقة السنة في أفعاله، وصحبته لأهل الصلاح، وحسن أخلاقه مع الإخوان، وبذل معروفه للخلق، واهتمامه للمسلمين ، ومراعاته لأوقاته
“Di antara tanda-tanda kebahagiaan seorang hamba adalah:
- dimudahkan ketaatan baginya,
- perbuatan-perbuatannya (amalnya) sesuai dengan sunnah,
- berteman dengan orang-orang saleh,
- baiknya akhlak kepada sesama manusia,
- menyebarkan kebaikan pada semua makhluk,
- memberikan perhatian kepada kaum muslimin, dan
- pandai menjaga waktu” (Al-I’tishom, 2 : 152).
Sekarang, mari kita simak pandangan Nabi ﷺ tentang kebahagiaan. Nabi ﷺ bersabda:
🏷️ “Empat perkara yang mendatangkan kebahagiaan:
- Istri yang shalihah.
- Rumah yang luas.
- Tetangga yang shalih.
- Kendaraan yang cepat.
🏷️ Empat perkara yang mendatangkan kesengsaraan:
- Istri yang buruk.
- Tetangga yang jahat.
- Kendaraan yang buruk.
- Rumah yang sempit.”
Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah (282) dari hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.
Menurut para ulama keempat komponen di atas adalah kesenangan secara umum dalam hal urusan dunia, bukan dalam hal agama, tetapi keempatnya dapat mendatangkan manfaat dalam hal agama. Karena Nabi ﷺ dan para salaf memiliki rumah yang sempit.
Tentu, istri yang shalihah adalah istri yang paham dan taat beragama. Rumah yang luas adalah hati yang lapang dan luas yang senantiasa terisi dengan sifat qana’ah. Tetangga yang shalih adalah lingkungan dan pergaulan yang baik lagi shalih. Kendaraan yang cepat adalah setiap sarana dan harta yang kita miliki yang mendorong kita untuk segera dan berlomba-lomba dalam beramal shalih. Dan perabotan yang lengkap adalah ilmu yang bermanfaat yang mengisi hati kita.
Dan tentunya, istri yang buruk adalah istri yang tak paham dan tak taat beragama. Rumah yang sempit adalah hati yang sempit dan kosong dari sifat qana’ah. Tetangga yang jahat adalah lingkungan dan pergaulan yang jahat. Kendaraan yang lambat adalah sarana dan harta yang menahan kita berbuat ketaatan. Dan perabotan yang minim adalah ilmu yang dangkal lagi sedikit yang tak bisa mengisi hati.
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
Dalam ayat ini Dunia digambarkan sebagai tempat yang minim kemanfaatan dan cepat sirna, sementara kenikmatan akhirat sempurna lagi kekal. Tidak ada keraguan bahwa sesuatu yang lebih kekal tentu lebih unggul dan utama daripada sesuatu yang bersifat temporal dan sementara.
Dengan demikian, Allah mengingatkan agar manusia tidak terjebak dalam kesenangan dunia yang fana, melainkan lebih fokus pada persiapan menuju akhirat yang kekal.
Dalam ayat lain dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 196-197:
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فِى مَتَٰعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَىٰهُمْ جَهَنَّمُ ۚ وَبِئْسَ ٱلْمِهَادُ
Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.
Janganlah ragu-ragu, karena janji Allah ﷻ itu benar. Allah ﷻ berfirman dalam Surat Ar-Rum Ayat 60:
فَٱصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقٌّ ۖ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ ٱلَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ
Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.
Hati-hati Jebakan Istidraj
Istidraj berarti kenikmatan berupa materi atau duniawi yang diberikan kepada seseorang. Rezeki yang makin bertambah nyatanya tidak membawa kenikmatan batin.
Seseorang yang diuji dengan istidraj akan mengira bahwa dirinya mendapatkan rezeki atas kemuliaan dari Allah. Tanpa dia sadari, Allah sedang murka dan ingin menghinakan dia perlahan-lahan dan bahkan membinasakannya.
Istidraj ini dijelaskan dalam sejumlah ayat Al-Qur’an dan hadits. Rasulullah pernah bersabda yang diriwayatkan ‘Uqbah bin Amir Radhiyallahu’anhu:
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ
“Apabila engkau melihat Allah memberi karunia dunia kepada seorang hamba sesuai dengan yang ia inginkan, sementara ia tenggelam dalam kemaksiatan, maka ketahuilah itu hanya istidraj dari-Nya.” (HR Ahmad).
Istidraj juga terdapat dalam firman Allah surat Al-An’am ayat 44:
فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَٰبَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَآ أُوتُوٓا۟ أَخَذْنَٰهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”
Allah azza wajalla berfirman:
أَفَأَمِنُوا۟ مَكْرَ ٱللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْخَٰسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (makar Allah) yang datangnya tiada terduga? Tiada yang merasa aman darinya kecuali orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raaf : 99).
“Makar Allah” dalam konteks istidraj adalah jebakan kenikmatan duniawi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang bermaksiat, yang sebenarnya merupakan bentuk siksa yang ditunda atau azab berbungkus nikmat, untuk mereka yang tidak beriman dan lalai.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم