بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Senin – Kitab Ad Daa’ wa Ad Dawaa’ (الداء والدواء)
Karya: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd Hafidzahullah
Al Khor, 19 Dzulqa’dah 1445 / 27 Mei 2024.



Bab: Al Hubb (Cinta)

Pasal: Cinta Itulah Yang Mendorong Untuk Beribadah dan Ketaatan

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa tidaklah seorang hamba meninggalkan perkara yang dicintai dan diinginkannya, melainkan karena adanya perkara lain yang lebih dicintai dan diinginkannya. Hamba itu meninggalkan sesuatu yang kurang dicintainya untuk mendapatkan hal yang lebih dia cintai; sebagaimana seseorang melakukan perkara yang dibenci untuk mendapatkan sesuatu lebih dicintainya daripada kebenciannya atas perbuatan tadi; atau untuk membebaskan diri dari suatu perkara yang dibencinya, sementara kebenciannya terhadap perkara tersebut lebih besar dibandingkan kebenciannya terhadap perbuatan tadi.

Telah dijelaskan pula keistimewaan akal, yaitu ia mengedepankan sesuatu yang paling dicintai daripada yang kurang dicintai, serta mendahulukan kebencian yang paling ringan daripada kebencian yang paling kuat. Sudah dijelaskan bahwasanya hal ini termasuk kesempurnaan kekuatan cinta dan benci.

Hal ini tidak akan sempurna tanpa adanya dua faktor berikut:

1. Kekuatan pengetahuan. (Idrak).
2. Keberanian hati. (Azimah).

Hilangnya faktor tersebut ataupun melakukan perbuatan yang berseberangan dengannya bisa jadi disebabkan lemahnya pengetahuan. Akibatnya, pelakunya tidak mengetahui tingkatan-tingkatan cinta dan benci menurut yang semestinya, atau karena adanya kelemahan dalam hati dan jiwa, sehingga dia tidak mampu mengedepankan perkara yang paling baik (maslahat), meskipun ia mengetahuinya. Jika pengetahuan seseorang benar, jiwanya kuat, dan hatinya berani mengedepankan perkara yang paling dicintai dan tidak terlalu dibenci, maka dia telah mendapatkan taufik dalam meraih sebab-sebab kebahagiaan.

📖 Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Ini adalah kaidah yang sangat penting, pada apa yang disebutkan di atas tentang sebab-sebab kebahagian. Setiap orang yang hidup ingin bahagia, dia mencarinya. Tanpa memandang apapun keadaannya dengan caranya masing-masing.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 148:

وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Dalam surat Taha ayat 123:

قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًاۢ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۚفَاِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِّنِّيْ هُدًى ەۙ فَمَنِ اتَّبَعَ هُدٰيَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى

Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.

Dalam ayat 2 dan 3:

مَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لِتَشْقٰٓى ۙ

Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah;

اِلَّا تَذْكِرَةً لِّمَنْ يَّخْشٰى ۙ

melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),

Al-Qur’an adalah petunjuk jalan yang telah Allah ﷻ gariskan bagi hamba-Nya. Jalan menuju Allah ﷻ yang memerlukan Kekuatan pengetahuan dan Keberanian hati.

Kekuatan pemahaman ini adalah melihat pada masa depan perkara dan akibat yang ditimbulkan. Maka, pada bab yang ada maslahat, dia akan mendahulukan yang lebih besar manfaatnya untuk dirinya. Dan pada perkara mafsadat dia akan memilih perkara yang lebih rendah mafsadat nya.

Setelah menimbang maka dia buktikan dengan bashirah untuk memilih yang terbaik.

Demikian juga keberanian hati, dengannya akan memilih dengan keberaniannya sesuatu yang lebih baik. Tetapi jika lemah hati maka dia akan memilih yang banyak mafsadatnya. Maka setelah ilmu yang cukup ditambah tekad kuat karena adanya pemahaman menimbulkan adanya azimah untuk menjemput petunjuk.

Contohnya seseorang tahu jalan kebenaran, tetapi tidak diikuti karena tekadnya lemah. Dia tahu keutamaan sholat di Masjidil Haram, tetapi tekadnya (azimah) kurang maka tidak dilakukan. Azimah itulah kekuatan hati.

Maka Rasulullah ﷺ mencontohkan untuk selalu berdo’a berlindung dari sifat malas. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat. ( Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian ).” (HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Ada sebagian manusia yang kekuasaan syahwatnya lebih kuat dibandingkan akal dan imannya, sehingga yang lebih kuat memaksa yang lemah, dan sebagian di antara mereka ada yang kekuasaan akal dan imannya lebih kuat dibandingkan dengan syahwatnya.

Jika banyak orang sakit yang diawasi oleh dokter dari makanan dan minuman yang membahayakan, tetapi mereka justru mengkonsumsinya karena mengikuti selera dan mengedepankan hawa nafsunya di atas akal, sehingga dokter menamakannya sebagai orang yang “tidak patuh”. Mirip seperti itu pula mayoritas orang yang sakit hatinya, yaitu mereka mengutamakan hal-hal yang justru memperparah sakit mereka disebabkan kuatnya hawa nafsu.

Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Ini adalah perumpamaan yang bagus, dimana kebanyakan orang memiliki penyakit hati. Beberapa makanan atau pekerjaan biasanya di larang dokter, karena akan memperparah sakitnya, dia paham akan konsekuensinya tetapi tekadnya lemah, maka pantangan itu akan dilanggar. Dan ini akan memudharatkan badannya.

Sesungguhnya menjaga diri adalah otaknya obat. Karena rumahnya penyakit adalah perut. Dan pertengahan padanya adalah cukuplah beberapa suap makanan, jangan berlebihan. Apabila orang itu pertengahan, maka akan disembuhkan Allah ﷻ. Ini disebabkan pengetahuannya dan sifat pengendalian diri yang kuat karena dia berfikir efek kedepannya.

Sebagian orang melakukan dosa-dosa dan maksiat, dia tahu efeknya di akhirat tetepi tetap dilakukannya karena kelemahan jiwanya. Jika dia mampu menjaga makanan tetapi tidak mampu menjaga akibat perbuatan dosa.

Kesimpulan:

Maka ada tiga kemungkinan jika seseorang menggunakan kekuatan akal nya:
1. Jika ada dua perkara yang sama-sama dicintainya, dia kan memilih yang paling dicintainya.
2. Jika ada perkara yang dicintai dan dibenci, maka akal akan memilih yang dicintai.
3. Jika ada dua perkara yang dibenci maka akal akan memilih yang lebih ringan kebenciannya.

Kekuatan Syahwat vs kekuatan akal:
▪️Jika akal sudah memilih tetapi syahwat lebih dominan maka ia akan celaka.
▪️Jika akal sudah memilih dan syahwatnya tidak dominan, maka ia akan selamat dan mengikuti kebenaran.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم