Allâh ﷻ bersumpah dalam firman-Nya;
وَالْفَجْرِ
“Demi Waktu Shubuh” (QS. Al-Fajr: 1)
Berkata Abdullah bin ‘Abbas;
الْفَجْرُ هُوَ الْمُحَرَّمُ فَجْرُ السَّنَةِ
“Waktu subuh yang dimaksud yaitu subuh bulan Muharram, Fajr awal tahun“.
Dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda;
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ
“Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Allah Al-Muharram“.
Dalam hadist ini, Nabi ﷺ menyandarkan bulan Muharram kepada Allah, penyandaran bulan Muharram (Idhafah) kepada Zat Maha Agung menunjukkan agung & mulianya bulan itu.
Bulan Haram itu dalam setahun ada empat bulan, tiga bersambung dan satunya terpisah. Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.
Awal tahun Muharram dan akhir tahun Zulhijjah, dua bulan ini merupakan musim-musim ketaatan, seakan Allah menghendaki agar keadaan hamba-hamba-Nya beriman selalu di apit dalam berbagai kebaikan.
Menjaga Puasa ‘Asyura Walau Dalam Safar
Abu Jabalah berkata; “Suatu kali aku pernah safar bersama Ibnu Syihab, sedang ia berpuasa ‘Asyura, maka aku berkata;
تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فِي السَّفَرِ وَأَنْتَ تُفْطِرُ فِي رَمَضَانَ؟
“Engkau tetap puasa ‘Asyura dalam Safar, namun puasa Ramadhan engkau berbuka“.
Ibnu Syihab menjawab;
إِنَّ رَمَضَانَ لَهُ عِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ، وَإِنَّ عَاشُورَاءَ تَفُوتُ
“Puasa Ramadhan bisa dinganti di hari-hari yang lain, adapun puasa hari ‘Asyura jika luput tidak bisa di ganti“.
Bersemangat Menyampaikan Kebaikan
Al-Aswad bin Yazid rahimahullah menuturkan :
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِمَّنْ كَانَ بِالْكُوفَةِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصَوْمِ عَاشُورَاءَ مِنْ عَلِيٍّ، وَأَبِي مُوسَى
“Di Kufah, aku tidak melihat seorang pun dari sahabat Nabi ﷺ yang paling bersemangat mengajak orang-orang untuk menghidupkan Sunnah puasa ‘Asyura melebihi Ali dan Abu Musa Al-Asy’ari“.
Demikian fiqih serta perhatian orang-orang shaleh, para ulama dalam memuliakan Sunnah dan menangkap peluang-peluang ketaatan.
Wallahu a’lam.
Disusun oleh santri kecil: Abu Al-Qa’qa’ Nefri bin ‘Ali ___