بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Senin – Kitab Ad Daa’ wa Ad Dawaa’
Karya: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd Hafidzahullah
Al Khor, 15 Ramadhan 1445 / 25 Maret 2024
BAB VIII AL-HUBB (CINTA)
B. Ibadah Adalah Cinta yang Diiringi dengan Ketundukan dan Penghinaan Diri kepada yang Dicintai – Lanjutan.
Orang yang menunaikan hal-hal yang wajib dengan sempurna berarti ia mencintai Allâh Azza wa Jalla . Sedangkan orang yang masih menambahnya dengan amalan-amalan sunnah, ia dicintai Allâh Azza wa Jalla. Ini seperti dalam hadits qudsi:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ ، وَمَا يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أحْبَبْتُهُ ، كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ ، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإنْ سَألَنِي أعْطَيْتُهُ ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.” [Shahih Bukhari].
Hadits ilahi yang mulia ini—yang oleh orang bertabiat buruk dan berhati keras tidak dapat dipahami makna dan tujuannya mengkhususkan sebab-sebab cinta-Nya dalam dua perkara:
- Melaksanakan perkara-perkara yang wajib.
- Mendekatkan diri kepada-Nya dengan perkara-perkara yang sunnah.
Allah ﷻ mengabarkan bahwa menjalankan perkara-perkara wajib merupakan hal yang paling dicintai-Nya, yang dengannya para hamba-Nya mendekatkan diri kepada-Nya. Yang dicintai selanjutnya adalah perkara perkara yang sunnah. Orang yang dicintai itu senantiasa memperbanyak amal amal sunnah sehingga dia menjadi orang yang semakin dicintai Allah. Jika dia telah menjadi orang yang dicintai Allah, maka kecintaan Allah tersebut menghadirkan kecintaan lain dalam dirinya kepada Rabbnya itu, tentu saja di atas kecintaan yang pertama. Kecintaan ini menyibukkan hatinya dari memikirkan dan berhasrat kepada selain Dzat yang dicintainya. Cinta tersebut menguasai hatinya sehingga tidak tersisa sedikit kelapangan pun untuk selain Dzat yang dicintainya. Dengan demikian, jadilah dzikir kepada Nya, mencintai Nya, dan menyebut sifat Nya yang Mahatinggi sebagai pengatur kendali hatinya dan yang berkuasa atas rohnya, sebagaimana penguasaan Dzat yang dicintai terhadap orang yang jujur mencintai Nya, yang seluruh kekuatan cinta kepada Nya telah terkumpul dalam dirinya.
Tidak ada keraguan, bahwasanya orang yang mencintai Allah, jika sedang mendengar, maka ia mendengar bersama yang dicintainya, jika melihat, maka dia melihat dengannya, jika mengambil, maka ia mengambil dengannya, jika berjalan, maka dia berjalan bersamanya. Ia selalu di dalam hatinya dan bersamanya, serta menjadi pendamping sahabatnya. Huruf ba (bihi) di sini bermakna untuk mushaahabah (penyertaan), yaitu kebersamaan yang tiada tandingannya. Hal ini tidak mungkin diketahui dari sekadar pemberitaan dan ilmu sufi. Sebab, masalah ini terkait dengan hati dan keyakinan, bukan bersifat ilmiah semata.
Maksud haliyah adalah perkara hati yang dirasakan pada orang yang merasakan kebersamaan (ma’iyah) dengan Allah ﷻ. Adapun dengan gambaran cerita yang digambarkan pensyarah tidak bisa diceritakan dengan kata-kata, karena ini masalah hati. Dimana hati akan naik jika sudah sampai pada derajat ini. Maka dia akan kenal dengan merasakannya.
Meskipun demikian, terkadang ada saja orang yang mendapati hal ini ketika mencintai makhluk lainnya, yang sebenarnya tidak diciptakan untuknya, sebagaimana dikatakan oleh sebagian pencinta:
Bayanganmu ada di mataku dan sebutanmu ada di bibirku,
tempatmu pun ada di hatiku,
maka mungkinkah kau ‘kan menghilang dari jiwaku?
Pecinta yang lain berkata:
Yang mengherankan bahwa aku merindukan mereka,
aku terus bertanya tentang mereka pada setiap orang yang kutemui,
padahal mereka ada bersamaku
Mataku mencari, padahal mereka berada di bola mataku,
dan hatiku merindukan mereka, padahal mereka berada di dadaku
Sya’ir ini lebih lembut dibandingkan ucapan lainnya:
Jika kukatakan kau menghilang, hatiku tidak membenarkannya, karena kau berada di tempat rahasia dalam hati yang tak pernah sirna.
Jika kukatakan kau tidak hilang, mataku berkata: “Kamu Bohong,” karena itulah aku sungguh bingung antara kejujuran dan kedustaan.
Ini hal yang terjadi pada sebagian kelompok orang. Yang hatinya bergantung kepada kecintaan-kecintaan yang semu, yang menggerogoti hati dan diibaratkan dengan bait-bait syair yang disebut di atas. Allah ﷻ tidak menciptakan makhluk agar memalingkan hatinya bergantung kepada ciptaan lain seperti dia, yang tidak diciptakan untuk tujuan ini dan tidak dijadikan fitrah untuk ini. Kalo tingkatan cinta seperti ini, maka kecintaan Allah ﷻ akan berada di bawah kecintaan Makhluk-Nya. Dan ini sangat berbahaya. Karena masalah cinta tidak bisa disebutkan dengan kata-kata.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم