بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 25 Syawal 1446 / 23 April 2025.
Kajian Ke-30 | Bab 6: Adab-Adab dalam Pembacaan Al-Qur’an.
Arah Inti Bahasan
Adab-Adab membaca Al-Qur’an dalam bahasan ini adalah:
1. Niat ikhlas karena Allah ﷻ dan menghadapkan wajah kepada Allah ﷻ.
2. Bersiwak (membersihkan gigi).
– Dimulai dari sebelah kanan.
– Berniat mengamalkan Sunnah.
3. Membacanya dalam keadaan suci.
– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Bab ini adalah tujuan kitab ini dan ia adalah pokok yang penting untuk dipelajari. Saya isyaratkan kepada beberapa hal dari tujuannya untuk menghindari pembahasan yang panjang karena takut menjemukan pembacanya.
Yang pertama ialah pembaca wajib bersikap ikhlas sebagaimana kami kemukakan dan memperhatikan adab terhadap Al-Qur’an. Maka ia harus menghadirkan dalam dirinya bahwa ia bermunajat kepada Allah Ta’ala dan membaca dalam keadaan orang yang melihat Allah Ta’ala. Jika ia tidak bisa melihatnya, sesungguhnya Allah Ta’ala melihatnya.
📃 Penjelasan:
Bermunajat artinya menyendiri hanya bersama Allah ﷻ. Dan berniat ikhlas serta berbuat Ihsan.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata hendaknya orang-orang mengambil ilmu dariku tanpa menisbatkannya kepadaku. Ini menandakan usaha beliau akan nilai keikhlasan.
Sufyan Ats-Tsauri menyatakan bahwa tujuan belajar ilmu adalah untuk bertakwa kepada Allah. Semakin mendalam seseorang mempelajari ilmu, semakin kuat pula niatnya untuk bertakwa dan ikhlas dalam setiap tindakan, termasuk membimbing orang lain.
– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Pasal: Apabila hendak membaca, patutlah ia membersihkan mulutnya dengan siwak dan lainnya. Yang terpilih mengenai siwak ialah menggunakan kayu Arak dan boleh menggunakan kayu-kayu lainnya dan setiap sesuatu yang bisa membersihkan, seperti kain yang kasar dan lainnya.
Mengenai bolehnya menggunakan jari yang kasar ada tiga pendapat dari pengikut Asy-Syafi’i rahimahullahu ta’ala: Yang paling masyhur ialah tidak terwujud sunnahnya. Yang kedua terwujud dan yang ketiga terwujud jika tidak menemukan lainnya dan tidak terwujud jika menemukan lainnya.
Hendaklah ia bersiwak mulai dari sebelah kanan mulutnya dan berniat mengamalkan sunnah. Salah seorang ulama berkata: Hendaklah ia mengucapkan:
اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ ياَ اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
(Ya Allah, berkatilah aku dalam siwak ini, ya Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang).
Al-Mawardi seorang pengikut Asy-Syafi’i berkata: Dianjurkan bersiwak pada bagian luar gigi dan dalamnya dan menggosokkan siwak pada ujung-ujung giginya dan bagian bawah gerahamnya serta bagian atasnya dengan lembut.
📃 Penjelasan:
Sebagian ulama membolehkan berdo’a dengan do’a berikut, meskipun tidak ada nash dari Nabi ﷺ :
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ بِهِ أَسْنَانِيْ وَشُدَّ بِهِ لِثَّتِيْ وَثَبِّتْ بِهِ لَهَاتِي وَأَفْصِحْ بِهِ لِسَانِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ وَأَثِبْنِيْ عَلَيْهِ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allahumma bayyidl bihi asnaanii wa syudda bihi litstsatii wa tsabbit bihi lahaatii wa afshih bihi lisaanii wabaarik lii fiihi wa atsbitnii ‘alaihi yaa arhamarraahimiin
“Ya Allah putihkan gigiku dan kuatkan gusiku, serta kuatkan lahatku (daging yang tumbuh di atas langit-langit mulut) dan fasihkan lidahku dengan siwak itu serta berkatilah siwak tersebut dan berilah pahala aku karenanya wahai Dzat paling mengasihi diantara para pengasih.”
– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Mereka berkata: Hendaklah bersiwak dengan kayu yang sedang, tidak sangat kering dan tidak sangat basah. Jika sangat kering, maka siwaknya dilunakkan dengan air.
Tiada masalah menggunakan siwak orang lain dengan izinnya. Apabila mulutnya najis karena ada darah atau lainnya, maka dihukum makruh baginya membaca Al-Qur’an sebelum membasuhnya.
Apakah diharamkan? Berkata Ar-Ruyani seorang pengikut Asy-Syafi’i dari ayahnya. Hal itu mengandung kemungkinan dua pendapat. Pendapat yang lebih sahih tidak diharamkan.
Dianjurkan membaca Al-Qur’an ketika pembacanya dalam keadaan suci (berwudhu). Jika ia membacanya dalam keadaan berhadats, maka hukumnya boleh berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
Hadits-hadits mengenai hal itu banyak dan terkenal. Imamul Haramain berkata: Tidaklah dikatakan bahwa ia melakukan sesuatu yang makruh, tetapi meninggalkan yang lebih utama.
📃 Penjelasan:
Yang dimaksud membaca di sini adalah membaca Al-Qur’an tanpa memegang mushaf. Adapun memegang mushaf tanpa bersuci ada bahasan tersendiri.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم